JAKARTA - Di balik kelimpahan pangan global, dunia ternyata sedang menghadapi krisis tersembunyi yang nilainya mencapai lebih dari satu triliun dolar AS per tahun: makanan terbuang. Ironisnya, persoalan besar ini terjadi ketika ratusan juta orang di berbagai belahan dunia masih berjuang melawan kelaparan.
Menurut laporan terbaru UNEP Food Waste Index Report 2024, pemborosan makanan bukan hanya berdampak pada ekonomi, tetapi juga menjadi penyumbang utama emisi gas rumah kaca, yakni sekitar 8-10% dari total emisi global. Data tersebut menggambarkan betapa parahnya ketidakseimbangan sistem pangan dunia saat ini.
Skala Masalah yang Mengkhawatirkan
Laporan UNEP mencatat bahwa pada tahun 2022, total makanan yang terbuang di seluruh dunia mencapai 1,05 miliar ton. Jumlah itu berasal dari tiga sektor utama: ritel, layanan makanan, dan rumah tangga. Jika dibagi rata, setiap orang di dunia membuang sekitar 132 kilogram makanan per tahun, dan 79 kilogram di antaranya berasal dari rumah tangga sendiri.
Artinya, hampir 19% dari seluruh makanan yang seharusnya dikonsumsi masyarakat akhirnya menjadi sampah. Angka ini menandakan bahwa pemborosan tidak hanya terjadi di restoran atau supermarket, melainkan justru di dapur rumah tangga yang kerap abai terhadap sisa makanan.
Dari sisi negara, China dan India menjadi penyumbang terbesar sampah makanan dunia. China dilaporkan membuang 108,6 juta ton makanan setiap tahun, disusul India dengan 78,1 juta ton. Besarnya jumlah penduduk di kedua negara ini turut berkontribusi pada tingginya volume limbah pangan.
Indonesia Masuk Lima Besar Dunia
Amerika Serikat menempati urutan ketiga dengan 24,7 juta ton makanan terbuang setiap tahun, sementara Brasil berada di posisi keempat dengan 20,2 juta ton. Menariknya, Indonesia menempati posisi kelima dengan total 14,7 juta ton makanan terbuang setiap tahun — atau setara dengan rata-rata 53 kilogram per orang.
Angka tersebut menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan tingkat pemborosan pangan terbesar di dunia. Kondisi ini mencerminkan tantangan besar dalam pengelolaan sumber daya pangan di tanah air, terutama di tengah meningkatnya biaya hidup dan ketimpangan distribusi bahan makanan.
Jika dilihat dari sisi per kapita, Brasil mencatat angka tertinggi dengan 94 kilogram per orang per tahun, diikuti Ghana dengan 84 kilogram, dan Jerman sebanyak 78 kilogram. Meski total limbah pangan India sangat besar, angka per kapitanya justru lebih rendah, yakni sekitar 55 kilogram. Sementara itu, Filipina menjadi negara dengan tingkat sampah makanan per kapita terendah dalam daftar, hanya 26 kilogram per orang setiap tahun.
Dampak Lingkungan yang Tidak Bisa Diabaikan
Persoalan ini tidak hanya berhenti pada kerugian ekonomi, tetapi juga berdampak serius terhadap kelestarian lingkungan. UNEP menyoroti bahwa 30% lahan pertanian global digunakan untuk memproduksi makanan yang akhirnya terbuang. Selain itu, seluruh proses produksi, distribusi, hingga pembuangan makanan turut menghasilkan emisi karbon yang memperparah krisis iklim.
Ironisnya, di saat begitu banyak makanan berakhir di tempat pembuangan, sekitar 783 juta orang di dunia masih hidup dalam kelaparan. Fenomena ini menggambarkan paradoks terbesar abad modern: kelimpahan dan kekurangan yang terjadi secara bersamaan.
Menariknya, laporan tersebut juga menemukan bahwa tingkat sampah makanan rumah tangga relatif serupa di semua kelompok pendapatan — baik di negara maju maupun berkembang. Rata-rata, setiap rumah tangga di dunia membuang 81 hingga 88 kilogram makanan per orang per tahun, menunjukkan bahwa pemborosan bukan hanya masalah kemiskinan atau kemakmuran, melainkan perilaku konsumsi global yang belum efisien.
Seruan untuk Bertindak
UNEP menegaskan pentingnya tindakan nyata untuk mengurangi limbah pangan di seluruh rantai pasokan makanan. Pemerintah, pelaku usaha, hingga masyarakat umum perlu bekerja sama dalam menciptakan sistem distribusi yang lebih efisien dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya konsumsi bijak.
Langkah-langkah sederhana seperti merencanakan belanja dengan tepat, menyimpan makanan sesuai jenisnya, serta mengolah kembali sisa bahan makanan dapat menjadi solusi awal untuk menekan angka pemborosan.
Selain itu, inovasi teknologi juga bisa berperan besar, misalnya melalui aplikasi yang membantu masyarakat mengelola stok bahan makanan atau menghubungkan restoran dengan lembaga sosial agar sisa makanan dapat disalurkan kepada yang membutuhkan.
Dengan populasi dunia yang terus bertambah, tantangan untuk menciptakan sistem pangan berkelanjutan semakin mendesak. Mengurangi sampah makanan bukan hanya tentang efisiensi, tetapi juga tentang tanggung jawab moral terhadap sesama manusia dan planet ini.
10 Negara Penghasil Sampah Makanan Terbesar di Dunia
Berikut daftar 10 negara dengan jumlah limbah makanan tertinggi berdasarkan laporan UNEP tahun 2024:
China
India
Amerika Serikat
Brasil
Indonesia
Jerman
Rusia
Filipina
Afrika Selatan
Ghana
Permasalahan ini menunjukkan bahwa pemborosan makanan telah menjadi isu global yang melampaui batas ekonomi dan geografi. Setiap potongan makanan yang terbuang bukan hanya kerugian finansial, tetapi juga simbol dari ketidakseimbangan sistem pangan dunia. Dengan langkah kolektif dan perubahan perilaku, krisis ini masih dapat dikendalikan sebelum menimbulkan dampak yang lebih luas bagi generasi mendatang.