Gen Z Jenuh dengan Smartphone, Tren Ponsel Jadul Kembali Menguat

Minggu, 05 Oktober 2025 | 09:54:04 WIB
Gen Z Jenuh dengan Smartphone, Tren Ponsel Jadul Kembali Menguat

JAKARTA - Dalam beberapa tahun terakhir, pola penggunaan smartphone di kalangan anak muda, terutama Generasi Z, mulai menunjukkan perubahan mencolok. Jika dulu ponsel pintar menjadi simbol gaya hidup digital dan eksistensi sosial, kini sebagian anak muda justru merasa jenuh dengan kehadiran layar yang terus menuntut perhatian mereka setiap saat.

Fenomena ini memunculkan tren baru yang tak disangka-sangka: kembalinya ponsel jadul atau feature phone ke tengah kehidupan modern. Generasi yang dikenal paling dekat dengan teknologi kini justru mencari kesederhanaan dalam komunikasi digital mereka.

Gen Z dan Kejenuhan Dunia Digital

“Saya pikir Anda bisa melihatnya dengan populasi Gen Z tertentu, mereka bosan dengan layar (smartphone),” ujar Jose Briones, seorang influencer yang dikenal sebagai penggiat tren dumb phone.
Menurut Briones, fenomena ini bukan sekadar nostalgia terhadap masa lalu, tetapi bentuk perlawanan terhadap tekanan sosial dan kelelahan mental akibat dunia digital yang terlalu intens.

Anak muda kini mulai sadar bahwa hidup yang terus-menerus terhubung dengan notifikasi, media sosial, dan pesan instan membuat mereka kehilangan ruang pribadi. Karena itu, sebagian dari mereka mulai mengganti ponsel pintar dengan feature phone, perangkat sederhana yang hanya berfungsi untuk telepon dan pesan singkat.

Tren ini pertama kali terlihat di Amerika Serikat beberapa tahun lalu dan perlahan menular ke berbagai negara lain. Penggunaan ponsel sederhana dinilai membantu anak muda mengurangi distraksi digital dan menumbuhkan kembali fokus pada kehidupan nyata.

Lonjakan Penjualan Feature Phone

Fenomena ini memberi keuntungan bagi perusahaan seperti HMD Global, pemegang merek legendaris Nokia, yang dikenal sebagai pionir ponsel klasik.
Dalam beberapa tahun terakhir, penjualan feature phone mereka di Amerika Serikat melonjak hingga puluhan ribu unit per bulan pada 2022, meski secara global pasar smartphone sedang mengalami perlambatan.

Sementara itu, secara global pasar feature phone masih banyak didominasi oleh negara-negara di Timur Tengah, Afrika, dan India.
Berdasarkan laporan Counterpoint Research, wilayah-wilayah tersebut mencakup sekitar 80% pangsa pasar feature phone pada 2024, membuktikan bahwa kebutuhan akan ponsel sederhana tetap tinggi, baik karena alasan ekonomi maupun gaya hidup.

Bagi sebagian masyarakat, terutama di negara berkembang, feature phone bukan hanya alat komunikasi murah, tetapi juga perangkat yang lebih tahan lama dan hemat daya.
Namun di kalangan Gen Z, ponsel ini justru menjadi simbol gaya hidup baru yang menolak ketergantungan pada internet dan media sosial.

Pasar Smartphone di Indonesia Lesu

Berbeda dengan tren ponsel sederhana di negara maju, pasar smartphone di Indonesia justru menghadapi tantangan berat.
Data IDC Worldwide Quarterly Mobile Phone Tracker menunjukkan penurunan signifikan sebesar 14,3% sepanjang 2023, dengan total pengiriman hanya sekitar 35 juta unit.

Penurunan ini berlanjut pada kuartal kedua (Q2) tahun 2025, di mana pengapalan smartphone di Tanah Air kembali turun 3,5% secara tahunan (YoY).
Angka tersebut menjadikan pasar Indonesia sebagai yang paling anjlok di kawasan Asia Tenggara, mengungguli penurunan pasar Vietnam yang hanya sebesar 1,7%.

Menurut laporan IDC, penurunan ini disebabkan oleh melemahnya daya beli masyarakat, terutama di segmen menengah ke bawah.
Konsumen kini lebih berhati-hati dalam membelanjakan uang mereka dan cenderung menunda pembelian smartphone baru, meski teknologi terus berkembang dengan cepat.

Negara Lain Justru Alami Pertumbuhan

Sementara pasar Indonesia dan Vietnam menurun, sejumlah negara lain di Asia Tenggara justru menunjukkan tren sebaliknya.
Filipina mencatat pertumbuhan tertinggi dengan kenaikan 17,2%, disusul Malaysia (7,8%), Thailand (4%), dan Singapura (2%).

“Pasar Malaysia mencatat pertumbuhan 7,8% YoY di Q2 2025, didorong segmen HP dengan harga di bawah US$100 (sekitar Rp1,6 juta),” ujar Hoon Yik Phang, Research Analyst IDC Malaysia.
Menurutnya, perubahan perilaku konsumen menuju perangkat yang lebih terjangkau terjadi karena kondisi ekonomi global yang belum stabil, sehingga masyarakat beralih ke produk dengan nilai lebih ekonomis.

Fenomena ini menunjukkan bahwa pasar ponsel di Asia Tenggara kini mulai terbagi dua arah: satu kelompok masih berorientasi pada efisiensi biaya, sementara yang lain mulai mencari keseimbangan antara teknologi dan kesejahteraan mental — seperti yang dilakukan sebagian Gen Z dengan ponsel jadul.

Simbol Gaya Hidup Baru

Bagi banyak anak muda, meninggalkan smartphone bukan berarti menolak kemajuan teknologi. Sebaliknya, langkah ini dianggap sebagai cara menemukan keseimbangan baru di tengah arus informasi yang terus membanjiri kehidupan modern.
Feature phone kini bukan sekadar alat komunikasi, tetapi juga simbol digital minimalism — gaya hidup yang berfokus pada hal-hal esensial dan menghindari distraksi berlebihan.

Selain membantu meningkatkan produktivitas dan kesehatan mental, gaya hidup ini juga menginspirasi gerakan slow tech, yakni penggunaan teknologi secara sadar dan terukur.
Dengan demikian, kehadiran feature phone tidak hanya menandakan nostalgia terhadap masa lalu, tetapi juga sebagai bentuk refleksi atas kejenuhan terhadap dunia digital yang serba cepat.

Bagi industri teknologi, tren ini menjadi sinyal penting bahwa inovasi tidak selalu berarti menambah fitur atau kecanggihan, tetapi juga menemukan kembali nilai kesederhanaan.

Terkini