Hubungan LDR

2 Kebiasaan Sepele yang Bisa Diam-Diam Merusak Hubungan LDR

2 Kebiasaan Sepele yang Bisa Diam-Diam Merusak Hubungan LDR
2 Kebiasaan Sepele yang Bisa Diam-Diam Merusak Hubungan LDR

JAKARTA - Menjaga hubungan jarak jauh atau long distance relationship (LDR) bukan hal yang mudah. Banyak pasangan meyakini bahwa jarak dan waktu menjadi penghalang utama, padahal sering kali penyebab retaknya hubungan justru datang dari kebiasaan kecil yang dilakukan tanpa disadari.

Ahli kencan Julie Nguyen menjelaskan bahwa ada dua kebiasaan utama yang paling sering menyebabkan hubungan jarak jauh kandas di tengah jalan. Kebiasaan ini bukan hanya muncul karena jarak fisik, melainkan karena kurangnya kesadaran emosional dan komunikasi yang jujur dalam hubungan.

Menurut Nguyen, pasangan yang menjalani LDR harus memiliki kemampuan untuk meregulasi perasaan dan mengungkapkan emosi dengan cara yang sehat. Jika tidak, kebiasaan buruk seperti menekan perasaan dan terus menyalahkan diri sendiri dapat merusak fondasi kepercayaan yang sudah dibangun dengan susah payah.

Berikut dua kebiasaan yang sering kali tidak disadari, namun bisa menjadi penyebab utama kegagalan dalam hubungan jarak jauh.

1. Menyembunyikan Perasaan yang Sebenarnya

Salah satu kesalahan paling umum yang dilakukan pasangan LDR adalah menahan atau menyembunyikan perasaan mereka. Banyak orang mengira dengan menutup perasaan negatif seperti cemburu, marah, atau kecewa, hubungan akan terasa lebih damai, padahal justru sebaliknya.

Nguyen menjelaskan bahwa dalam hubungan apa pun, termasuk LDR, seseorang harus mampu mengenali dan mengekspresikan emosinya. Menyembunyikan perasaan justru akan menumpuk beban emosional dan membuat seseorang semakin jauh dari kejujuran terhadap diri sendiri maupun pasangannya.

Ketika seseorang tidak mampu mengatur emosinya, kebiasaan-kebiasaan tidak sehat mulai muncul. Misalnya, cenderung menyenangkan orang lain secara berlebihan, menekan kebutuhan pribadi, atau bahkan memakai “topeng” agar terlihat baik-baik saja di depan pasangan.

“Ketika kamu berada dalam kondisi emosional yang tidak terkendali, kebiasaan-kebiasaan tidak sehat akan muncul,” tulis Nguyen. Jika dilakukan terus-menerus, perilaku ini akan menjadi pola otomatis yang sulit diubah.

Kebiasaan menekan perasaan mungkin terasa menenangkan untuk sementara waktu. Namun, hal ini sebenarnya membentuk jarak emosional yang semakin memperlebar kesenjangan dalam hubungan jarak jauh.

Nguyen menekankan bahwa perilaku tersebut menciptakan penghalang bagi hubungan yang sejati. “Meskipun perilaku-perilaku ini memberikan kenyamanan sementara, mereka juga menciptakan penghalang bagi hubungan yang nyata,” jelasnya.

Ketika seseorang menolak untuk membuka diri, pasangan tidak akan pernah benar-benar mengenalnya secara utuh. Akibatnya, komunikasi menjadi tidak tulus, dan hubungan kehilangan kedekatan emosional yang dibutuhkan agar tetap langgeng.

Seiring waktu, kamu mungkin mulai mengabaikan tanda-tanda bahaya (red flag) dalam hubungan. Bahkan, tanpa disadari, kamu bisa menarik pasangan yang memiliki kondisi emosional serupa, sehingga hubungan menjadi lingkaran yang berulang.

Dalam hubungan jarak jauh, keterbukaan adalah pondasi utama agar kepercayaan tetap terjaga. Ketika kamu berani mengungkapkan apa yang sebenarnya dirasakan, pasangan akan lebih mudah memahami dan menyesuaikan cara berkomunikasinya denganmu.

Untuk memulainya, Nguyen menyarankan agar setiap orang belajar menerima emosi yang muncul tanpa penolakan. “Sadarilah di mana perasaan itu berada di dalam tubuh, dan luangkan waktu untuk bernapas dan bermeditasi,” imbaunya.

Latihan sederhana ini membantu menenangkan sistem saraf dan memperkuat kesadaran diri. Dengan begitu, kamu bisa berkomunikasi secara lebih jujur dan menghindari miskomunikasi yang sering merusak hubungan jarak jauh.

2. Menyalahkan Diri Sendiri dan Terjebak di Masa Lalu

Kebiasaan kedua yang diam-diam merusak hubungan LDR adalah terlalu sering menyalahkan diri sendiri atas hal-hal yang terjadi di masa lalu. Perasaan bersalah yang tidak disembuhkan bisa menjadi beban emosional dan menghalangi seseorang untuk berkembang dalam hubungan.

Nguyen menjelaskan bahwa dalam proses memperbaiki diri, setiap orang pasti akan menghadapi rasa malu dan penyesalan. “Dalam proses memperbaiki diri, kamu sedang mengupas lapisan-lapisan dirimu yang dulu. Melihat perilaku lama bisa terasa memalukan dan menyakitkan,” jelasnya.

Namun, terus menyesali masa lalu hanya akan menambah tekanan emosional. Banyak orang akhirnya mempersulit diri sendiri karena terlalu fokus pada kesalahan yang sudah lewat, padahal tujuan hubungan adalah tumbuh bersama, bukan saling menghukum.

Kebiasaan menyalahkan diri sendiri bisa muncul dari hal-hal kecil, seperti pernah berbohong demi menghindari konflik, menggunakan nada bicara yang menyudutkan, atau sering curiga tanpa bukti jelas. Semua hal ini, meski tampak sepele, dapat meninggalkan rasa bersalah yang menumpuk jika tidak segera disadari.

Dalam hubungan jarak jauh, introspeksi memang penting, tetapi harus disertai kasih sayang terhadap diri sendiri. “Studi menunjukkan bahwa welas asih pada diri sendiri secara konsisten berkaitan dengan hasil yang positif untuk kesehatan mental dan kesejahteraan,” kata Nguyen, merujuk pada penelitian di jurnal Psychology Research and Behavior Management oleh Crego A, dkk.

Studi tersebut membuktikan bahwa orang yang memiliki rasa kasih terhadap diri sendiri lebih mampu mengelola stres dan bangkit dari keterpurukan. Dengan begitu, mereka juga bisa memperbaiki hubungan dengan pasangan tanpa rasa dendam atau penyesalan berlebih.

Nguyen menambahkan bahwa kasih sayang terhadap diri sendiri memungkinkan seseorang untuk menerima semua versi dirinya, baik yang dulu maupun yang sekarang. “Kamu bisa mencintai bayanganmu, dan merasakan cinta tanpa syarat. Ketika mendukung diri sendiri, kamu akan merasa lebih berani dalam mengambil tindakan,” tutur Nguyen.

Perasaan bersalah yang dipeluk dengan penuh kasih bisa menjadi sumber kekuatan. Alih-alih menahan rasa malu, seseorang akan belajar memaafkan diri dan memperbaiki kesalahan dengan cara yang lebih sehat.

Dalam konteks hubungan jarak jauh, sikap ini penting karena pasangan tidak selalu bisa hadir secara fisik untuk memberikan dukungan. Oleh karena itu, kemampuan untuk menenangkan diri dan memberi ruang pada kesalahan menjadi bekal penting agar hubungan tetap bertahan.

Nguyen menegaskan bahwa setiap orang berhak untuk berubah dan memperbaiki diri tanpa harus terikat oleh masa lalu. Apa pun yang terjadi sebelumnya, bisa diterima sebagai pelajaran berharga untuk menciptakan hubungan yang lebih dewasa dan penuh pengertian.

“Ketika ingin berubah menjadi yang lebih baik, kamu tidak perlu terlalu terpaku pada apa yang sudah terjadi,” ujarnya. “Apa yang sudah terjadi bisa diterima sebagai pelajaran untuk menjadi sosok yang lebih baik lagi agar LDR tidak kandas di tengah jalan.”

Kunci Hubungan LDR yang Sehat: Kesadaran dan Keterbukaan

Menjalani hubungan jarak jauh memang membutuhkan kesabaran dan komitmen yang kuat. Namun, dua hal sederhana—mengenali perasaan dan memaafkan diri—sering kali menjadi penentu utama apakah hubungan itu bisa bertahan atau tidak.

Ketika seseorang belajar terbuka terhadap emosi dan tidak lagi menekan perasaan, komunikasi akan menjadi lebih jujur dan hangat. Sementara itu, dengan berhenti menyalahkan diri sendiri, seseorang akan memiliki ruang untuk tumbuh tanpa dibebani oleh rasa bersalah.

LDR yang sehat bukan hanya tentang seberapa sering kalian berkomunikasi, tetapi juga tentang seberapa dalam kalian memahami diri sendiri dan pasangan. Ketika dua orang mampu bersikap jujur dan saling menerima, jarak tidak lagi menjadi hambatan.

Hubungan pun bisa tumbuh dengan lebih kuat, bukan karena kedekatan fisik, melainkan karena keintiman emosional yang tulus. Pada akhirnya, bukan jarak yang membuat hubungan gagal, melainkan kebiasaan kecil yang tidak disadari—dan kini kamu tahu bagaimana mengatasinya.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index