JAKARTA - PT Pupuk Indonesia (Persero) menegaskan komitmennya menjaga ketersediaan dan keterjangkauan pupuk bagi petani melalui program revitalisasi pabrik. Langkah ini bertujuan menekan konsumsi gas dan meningkatkan efisiensi produksi.
Direktur Utama Pupuk Indonesia, Rahmad Pribadi, menyampaikan bahwa sebagian pabrik urea perusahaan sudah beroperasi lebih dari 30 tahun. Kondisi ini menyebabkan konsumsi gas per ton urea jauh di atas standar global.
“Untuk urea saat ini rasio konsumsi energi kami tinggi sekali, rata-rata 28 MMBTU per ton urea. Untuk pabrik tua bisa mencapai 32,2 MMBTU per ton,” ujar Rahmad, dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta.
Strategi Revitalisasi untuk Efisiensi Produksi
Revitalisasi menjadi kunci agar Pupuk Indonesia dapat menekan biaya produksi. Dengan infrastruktur modern, konsumsi gas di pabrik diharapkan turun menjadi 25 MMBTU per ton urea pada 2035.
Langkah ini tidak hanya menekan biaya, tetapi juga menjaga harga pupuk subsidi dan nonsubsidi tetap terjangkau bagi petani. Dengan pabrik yang andal, kontinuitas pasokan pupuk jangka panjang pun dapat terjamin.
“Ke depan kami melakukan revitalisasi, karena pabrik-pabrik kami sudah tua. Kami sudah lama tidak membangun pabrik baru. Untuk merevitalisasi itu butuh Rp54 triliun, tetapi tetap akan kami lakukan,” kata Rahmad.
Efisiensi ini diyakini mampu memberikan dampak signifikan bagi petani, baik dari sisi harga maupun ketersediaan pupuk. Dengan konsumsi energi lebih rendah, biaya produksi dapat ditekan dan keuntungan bagi petani meningkat.
Pembangunan Pabrik Pusri IIIB
Sebagai bagian dari program revitalisasi, Pupuk Indonesia melalui PT Pupuk Sriwidjaja Palembang (Pusri) memulai pembangunan Pabrik Pusri IIIB. Proyek ini ditargetkan selesai pada 2027.
Pusri IIIB akan menggantikan pabrik lama dan menghadirkan fasilitas modern yang mampu menurunkan konsumsi gas dari 32 MMBTU per ton menjadi 21,7 MMBTU per ton urea. Efisiensi ini setara dengan penghematan biaya produksi sekitar Rp1,5 triliun per tahun.
“Keberadaan pabrik ini akan menjadikan Pusri sebagai perusahaan pupuk tertua, tetapi dengan rata-rata umur pabrik yang paling muda dan paling efisien,” ujar Rahmad.
Revitalisasi ini diproyeksikan meningkatkan produktivitas, mengurangi pemborosan energi, dan memperkuat daya saing Pupuk Indonesia di pasar domestik maupun internasional.
Dampak bagi Petani dan Pasokan Pupuk
Modernisasi pabrik akan memastikan pasokan pupuk tetap stabil dan merata ke seluruh wilayah. Hal ini sangat penting untuk mendukung ketahanan pangan nasional.
Dengan biaya produksi yang lebih rendah, harga pupuk subsidi dan nonsubsidi dapat tetap terjangkau. Petani akan mendapatkan pupuk tepat waktu dengan harga wajar, sehingga produktivitas pertanian juga meningkat.
Rahmad menekankan bahwa revitalisasi bukan sekadar mengganti mesin lama, tetapi juga memperbarui sistem produksi secara keseluruhan agar lebih efisien dan ramah energi.
Tantangan dan Langkah Ke Depan
Meskipun memerlukan investasi besar, Pupuk Indonesia optimistis revitalisasi akan membawa manfaat jangka panjang. Selain efisiensi gas, modernisasi juga meningkatkan kapasitas produksi dan kualitas pupuk.
“Dengan revitalisasi, kami bisa menghadirkan pabrik modern dan efisien tanpa mengganggu pasokan pupuk ke petani. Ini langkah strategis untuk mendukung pertanian nasional,” jelas Rahmad.
Pupuk Indonesia berkomitmen memastikan program ini berjalan sesuai target, sehingga sektor pertanian mendapatkan pupuk berkualitas dengan harga yang stabil dan pasokan yang konsisten.