JAKARTA - Harga minyak dunia kembali mengalami kenaikan pada Rabu, 10 September 2025, dipicu oleh ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan dorongan Amerika Serikat terhadap Eropa untuk memberlakukan tarif pada pembeli minyak Rusia. Meskipun demikian, prospek pasar yang lemah membatasi laju kenaikan lebih lanjut.
Situasi ini menyoroti bagaimana faktor politik global, mulai dari konflik di Timur Tengah hingga kebijakan ekonomi negara-negara besar, dapat berdampak signifikan terhadap harga energi dunia. Pelaku pasar kini harus menyeimbangkan antara risiko geopolitik dan kondisi fundamental pasar yang rapuh.
Pergerakan Harga Minyak Brent dan WTI
Melansir data terakhir, minyak mentah Brent tercatat naik 35 sen atau 0,53% menjadi US$66,74 per barel pada pukul 00.33 GMT. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) menguat 36 sen atau 0,57% ke posisi US$62,99 per barel.
Sehari sebelumnya, harga minyak ditutup naik 0,6% setelah Israel mengklaim telah menyerang pimpinan Hamas di Doha, Qatar. Menurut Perdana Menteri Qatar, serangan ini berpotensi menggagalkan pembicaraan damai antara Hamas dan Israel. Meskipun reaksi pasar sempat meningkat hampir 2% pasca serangan, harga kemudian terkoreksi setelah AS meyakinkan Doha bahwa serangan serupa tidak akan terjadi lagi di wilayahnya.
Analis IG Markets, Tony Sycamore, menilai respons harga minyak terhadap kabar ini terbatas karena masih adanya keraguan terhadap klaim Donald Trump mengenai kemungkinan pengetatan sanksi terhadap minyak Rusia.
Sanksi Terhadap Minyak Rusia dan Dampaknya
Presiden AS Donald Trump sebelumnya mendorong Uni Eropa untuk memberlakukan tarif 100% kepada pembeli minyak Rusia, terutama China dan India, yang merupakan importir utama minyak Moskow sejak invasi ke Ukraina pada 2022. Langkah ini dimaksudkan untuk menekan Presiden Vladimir Putin dengan mengurangi pendapatan ekspor minyak Rusia.
Menurut analis LSEG, jika tarif sekunder ini diterapkan, ekspor minyak Rusia dapat terganggu dan pasokan global semakin ketat. Secara teori, kondisi tersebut seharusnya mendukung harga minyak untuk naik. Namun, ketidakpastian tinggi tetap mengintai, karena kebijakan agresif semacam ini dapat bertabrakan dengan upaya pengendalian inflasi dan memberi tekanan pada Federal Reserve untuk menurunkan suku bunga.
Pelaku pasar kini memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga pekan depan, yang secara tidak langsung bisa mendorong aktivitas ekonomi dan meningkatkan permintaan minyak. Namun, fundamental pasar masih lemah karena pasokan global tetap terjaga oleh kebijakan OPEC+ yang meningkatkan produksi, dan peringatan dari U.S. Energy Information Administration (EIA) menegaskan bahwa harga minyak kemungkinan masih akan ditekan beberapa bulan ke depan.
Prospek Pasar dan Tantangan ke Depan
Kenaikan harga minyak hari ini menegaskan bahwa pasar energi sangat sensitif terhadap berita geopolitik dan kebijakan ekonomi global. Pelaku pasar harus menavigasi kondisi yang kompleks: konflik di Timur Tengah, potensi sanksi tambahan terhadap Rusia, dan kebijakan moneter Amerika Serikat.
Selain itu, faktor-faktor fundamental seperti persediaan minyak global, produksi OPEC+, dan permintaan konsumen tetap menjadi pengendali utama arah harga jangka menengah. Meskipun ada lonjakan harga akibat ketegangan politik, harga minyak masih rawan fluktuasi karena pasar global yang tidak stabil.
Investor dan konsumen disarankan terus memantau perkembangan situasi geopolitik dan kebijakan internasional, karena pergerakan harga minyak dapat memengaruhi biaya energi, transportasi, dan inflasi di berbagai negara.