Es Pisang Ijo

Es Pisang Ijo Makassar, Perpaduan Rasa dan Sejarah Panjang

Es Pisang Ijo Makassar, Perpaduan Rasa dan Sejarah Panjang
Es Pisang Ijo Makassar, Perpaduan Rasa dan Sejarah Panjang

JAKARTA - Di balik segarnya semangkuk es pisang ijo, tersimpan kisah panjang yang menarik. Kudapan khas Makassar ini bukan hanya soal pelepas dahaga di musim kemarau, melainkan juga representasi dari sejarah, perdagangan, dan budaya masyarakat Sulawesi Selatan. Dari pisang yang tumbuh subur di Nusantara, hingga es yang dulunya menjadi barang mewah di Batavia, semua berjalin membentuk kuliner manis yang kini akrab di lidah banyak orang.

Es pisang ijo menghadirkan kelembutan pisang matang yang dibalut adonan tepung beras, santan, dan daun pandan berwarna hijau. Ditambah bubur sum-sum atau tepung rebus, lalu disiram sirup merah khas Makassar dan susu kental manis, sajian ini terasa semakin sempurna dengan tambahan es serut. Kenyal, manis, segar, sekaligus mengenyangkan itulah alasan kenapa hidangan ini begitu populer dari generasi ke generasi.

Pisang Sebagai Bahan Utama yang Sarat Makna

Pisang bukan sekadar buah biasa dalam kehidupan masyarakat Nusantara. Tumbuhan ini telah ada sejak awal peradaban manusia, walau awalnya hanya berupa tanaman liar. Seiring perkembangan budaya pertanian, pisang mulai dibudidayakan dan menjadi bagian penting dalam konsumsi masyarakat.

“Di kalangan masyarakat Asia Tenggara, diduga pisang telah lama dimanfaatkan, terutama tunas dan pelepahnya yang diolah sebagai sayur. Saat ini, bagian-bagian lain dari tanaman pisang pun juga telah dimanfaatkan,” tulis Suyanti dan Ahmad Supriyadi.

Indonesia sendiri dikenal sebagai salah satu produsen pisang terbesar dunia. Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah menjadi penghasil pisang terbanyak di Pulau Jawa, sementara Sulawesi Selatan menempati posisi utama di luar Jawa. Tak heran jika Makassar kemudian melahirkan sajian unik berbahan pisang yang kini dikenal sebagai es pisang ijo.

Dalam budaya lokal, pisang juga menyimpan makna filosofis. Pohon pisang sering diibaratkan sebagai simbol kehidupan yang terus memberi meski menghadapi keterbatasan. Pepatah Bugis-Makassar menggambarkan hal itu dengan istilah ilmu ta’bang untia, yakni ilmu panjang umur. “Walaupun telah dipotong, pohon pisang akan tumbuh terus hingga berbuah,” sebagaimana dicatat dalam Ceritera Rakyat Daerah Sulawesi Selatan.

Kehadiran Es dan Perdagangan yang Mengubah Kuliner

Jika pisang menjadi bahan utama, maka es adalah pelengkap yang membawa es pisang ijo ke level berbeda. Pertanyaannya, bagaimana es yang dulunya barang mewah bisa hadir di meja makan masyarakat Makassar?

Catatan dari tahun 1895 menyebutkan bahwa seorang penjelajah Prancis bernama Delmas pernah menikmati minuman dengan es di Batavia. Saat itu, es harus diimpor dari Boston, Amerika Serikat, sehingga hanya kalangan kaya yang bisa menikmatinya. Baru setelah pabrik es berdiri di Jawa, es mulai diproduksi lokal dan dinikmati masyarakat luas.

Masyarakat Tionghoa juga memainkan peran penting dalam penyebaran pabrik es di Hindia Belanda. Salah satunya, Kwa Wan Hong dari Semarang, mengembangkan usaha es di Semarang, Tegal, dan Pekalongan pada 1910-an. Dari Jawa, jaringan perdagangan dengan Makassar memungkinkan es turut masuk ke Sulawesi Selatan, terutama sejak Makassar ditetapkan sebagai pelabuhan bebas oleh pemerintah kolonial Belanda.

“Yang mengakibatkan impor dan ekspor meningkat dalam hubungan perdagangan Makassar-Jawa,” tulis Nahdia Nur, Bambang Purwanto, dan Djoko Suryo dalam sebuah kajian sejarah ekonomi tahun 2016.

Kehadiran es ini diduga memicu inovasi kuliner di Makassar, termasuk dalam pembuatan es pisang ijo. Menurut Taufik, seorang penjual es pisang ijo di Makassar, dulunya kuah hanya menggunakan tepung beras dan santan yang rasanya hambar. Kini, teksturnya lebih nikmat berkat penggunaan tepung maizena dan tambahan sirup.

Dari Tradisi Hingga Populer di Seluruh Nusantara

Es pisang ijo bukan hanya sekadar jajanan segar, tetapi juga bagian dari identitas budaya Makassar. Kehadiran pisang dalam lontarak, naskah kuno, hingga cerita rakyat membuktikan kedekatan masyarakat dengan buah ini. Penambahan es dan sirup menjadi bentuk adaptasi modern dari tradisi yang sudah ada.

Kini, es pisang ijo bisa ditemukan hampir di seluruh pelosok Makassar, mulai dari warung sederhana, kios kecil, hingga rumah makan besar. Beberapa tempat terkenal yang menjual hidangan ini antara lain Warung Bravo, Kios La Galigo, Rumah Makan Muda Mudi, hingga Warung Raja Pisang Ijo. Popularitasnya bahkan merambah ke berbagai kota besar di Indonesia, hadir di restoran mewah maupun hotel berbintang.

Perjalanan es pisang ijo menunjukkan bahwa kuliner tidak hanya soal rasa, tetapi juga kisah panjang tentang sejarah, perdagangan, dan budaya. Dari pisang yang tumbuh subur di tanah Nusantara hingga bongkahan es yang dulunya hanya dimiliki kalangan elite, semuanya menyatu dalam semangkuk es pisang ijo yang menyegarkan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index