JAKARTA - Gelombang kekhawatiran sempat melanda komunitas kripto pekan ini setelah muncul kabar bahwa BlackRock melakukan pergerakan besar terhadap kepemilikan Bitcoinnya. Lebih dari 50.000 Bitcoin, setara dengan 548 juta dollar AS atau kurang lebih Rp 8,93 triliun (kurs Rp 16.302 per dollar AS), tercatat berpindah dari dompet yang terhubung dengan iShares Bitcoin Trust (IBIT), produk exchange-traded fund (ETF) milik perusahaan tersebut.
Sekilas, angka tersebut terlihat seperti aksi jual dalam jumlah besar yang berpotensi mengguncang pasar. Mengingat IBIT termasuk salah satu pengelola Bitcoin ETF terbesar di dunia, kabar ini sontak menimbulkan kepanikan dan spekulasi liar di media sosial. Namun, jika ditelaah lebih dalam, kenyataannya tidak seseram yang dibayangkan.
Rangkaian Perpindahan Bitcoin dari Dompet IBIT
Data on-chain mengungkapkan bahwa dalam sepekan terakhir, terdapat 8.668 transaksi Bitcoin yang dikaitkan dengan IBIT. Akibatnya, saldo Bitcoin milik ETF tersebut menurun dari 562.000 BTC menjadi 511.978 BTC. Pergerakan ini terdiri dari berbagai skala.
Sebagian besar transfer bernilai rata-rata sekitar 300 BTC per transaksi. Dengan harga pasar saat ini, jumlah tersebut setara dengan 35 juta dollar AS atau sekitar Rp 570,57 miliar. Ada pula transaksi dengan nilai lebih besar, misalnya pemindahan 196,55 BTC yang bernilai sekitar 22,9 juta dollar AS atau Rp 373,32 miliar.
Dasbor on-chain memperlihatkan bahwa saldo Bitcoin di dompet BlackRock tidak lenyap sekaligus, melainkan berkurang bertahap mengikuti pola rotasi aset antar-alamat. Hal inilah yang menimbulkan kecurigaan publik, sebab jumlah yang berpindah memang tidak kecil.
Bukan Aksi Jual, Melainkan Pengelolaan Dompet
Meski terkesan dramatis, peristiwa ini ternyata hanyalah bagian dari prosedur rutin yang biasa dilakukan oleh kustodian ETF. CoinTelegraph menjelaskan bahwa pergerakan Bitcoin antara cold storage (penyimpanan offline), hot wallet (dompet online), dan mitra pihak ketiga adalah hal lazim. Tujuannya tidak lain untuk menjaga keamanan sekaligus likuiditas aset.
“Selama Bitcoin tidak dikirim langsung ke bursa, pergerakan ini tidak bisa dianggap sebagai sinyal jual,” begitu penjelasan yang tercatat. Dengan kata lain, rotasi aset tersebut bukanlah bentuk likuidasi, melainkan pengelolaan internal.
Bahkan, IBIT tetap memegang seluruh cadangan Bitcoin yang mendasari kepemilikan investor. Nilai aset kelolaan (assets under management/AUM) juga tidak mengalami perubahan. Ini menegaskan bahwa yang terjadi murni manajemen dompet, bukan aksi jual besar-besaran.
Dampak terhadap Sentimen Pasar
Waktu terjadinya pergerakan ini memang kurang menguntungkan. Saat kabar berpindahnya Bitcoin dari dompet BlackRock mencuat, harga Bitcoin tengah melemah. Kini BTC diperdagangkan di level 113.500 dollar AS atau sekitar Rp 1,85 miliar per keping. Angka itu mencatat penurunan 5 persen dalam sepekan terakhir, sejalan dengan pelemahan pasar aset berisiko global.
Narasi “BlackRock dump” yang tersebar luas di media sosial diduga memperburuk kepanikan pasar. Meski kenyataannya pergerakan itu tidak berarti apa-apa terhadap fundamental, persepsi publik tetap berpengaruh besar pada volatilitas harga.
Bagi para pengamat pasar kripto, sinyal utama yang lebih layak diperhatikan bukanlah rotasi antar-dompet, melainkan aliran Bitcoin yang masuk ke bursa. Inflow ke bursa sering dianggap indikator tekanan jual. Sebaliknya, perpindahan ke penyimpanan jangka panjang justru memberi sinyal bahwa investor masih percaya pada prospek aset ini.
Apa yang Bisa Dipetik Investor?
Kejadian ini menjadi pengingat bahwa pasar kripto masih sangat dipengaruhi oleh psikologi massa. Pergerakan besar dari pemain institusi bisa dengan cepat menciptakan kekhawatiran, meski sebenarnya hanya bersifat teknis.
Investor ritel disarankan untuk tidak terburu-buru mengambil kesimpulan setiap kali ada laporan transfer besar. Alih-alih panik, penting untuk memahami konteks: apakah Bitcoin benar-benar mengalir ke bursa (indikasi potensi jual), atau sekadar dipindahkan untuk alasan keamanan.
Selain itu, investor juga harus selalu mempertimbangkan kondisi makroekonomi global. Fluktuasi Bitcoin tidak hanya dipengaruhi pergerakan on-chain, tetapi juga suku bunga, arah kebijakan bank sentral, hingga dinamika aset berisiko lainnya.
Kisah pergerakan 50.000 Bitcoin milik BlackRock melalui IBIT pekan ini memang sempat membuat pasar heboh. Namun, alih-alih menandakan aksi jual besar-besaran, data menunjukkan bahwa itu hanyalah aktivitas manajemen dompet.
Bagi investor, pelajaran utamanya adalah tetap tenang dan memahami konteks sebelum bereaksi terhadap rumor atau kabar yang beredar di media sosial. Pada akhirnya, yang menentukan arah harga Bitcoin bukan hanya satu peristiwa, melainkan gabungan berbagai faktor yang lebih luas.