Sejarah Tari Sekapur Sirih mencerminkan budaya Jambi yang kaya, tumbuh dari tradisi penyambutan tamu di tanah Sumatera yang penuh makna.
Salah satu wujud dari keragaman tersebut adalah seni tari tradisional, termasuk tarian penyambutan yang dikenal dengan nama Tari Sekapur Sirih.
Tarian ini memiliki keistimewaan tersendiri, terutama dalam keindahan gerakannya yang lembut dan penuh makna. Selain itu, tarian ini juga dilengkapi dengan berbagai properti dan busana khas yang memperkuat nilai estetika pertunjukannya.
Tari Sekapur Sirih umumnya dibawakan oleh penari wanita yang mengenakan pakaian adat lengkap. Pertunjukan ini biasanya dilakukan untuk menyambut tamu penting atau acara seremonial tertentu.
Dalam pertunjukannya, para penari menampilkan gerakan yang anggun sambil membawa cerano, yaitu wadah khusus yang digunakan untuk membawa sirih sebagai simbol penghormatan.
Tarian ini juga selalu diiringi oleh musik tradisional yang memperkuat suasana penyambutan. Gerakan-gerakan dalam tarian ini dirancang untuk menyampaikan sikap ramah, hormat, dan penghargaan kepada tamu yang hadir.
Selain dari sisi visual dan gerakan, makna simbolis dari tari ini juga menambah kekayaan budaya yang dimilikinya.
Dengan latar belakang budaya yang kuat dan makna simbolik yang dalam, sejarah Tari Sekapur Sirih menjadi warisan budaya yang patut dijaga dan dilestarikan oleh generasi masa kini.
Sejarah Tari Sekapur Sirih
Sejarah Tari Sekapur Sirih tidak lepas dari budaya masyarakat Sumatera, khususnya Jambi, sebagai tempat asal mula munculnya tarian ini.
Tarian tradisional ini pertama kali diperkenalkan oleh Firdaus Chatab, seorang seniman yang berhasil mengenalkan tari penyambutan ini kepada masyarakat Jambi, hingga akhirnya dikenal luas dengan nama Tari Sekapur Sirih.
Keunikan dari gerakan, kostum penari, dan properti yang digunakan menjadikan tarian ini begitu menarik untuk dinikmati. Inilah yang membuat Tari Sekapur Sirih tetap bertahan dan terus dilestarikan hingga kini.
Tarian ini diciptakan oleh Firdaus Chatab pada tahun 1962. Lima tahun kemudian, tepatnya pada 1967, seorang seniman bernama O.K. Hendrick menyempurnakan bentuk gerakannya.
Tidak hanya pada aspek gerakan, iringan musik yang mengiringi tarian ini pun mengalami penyempurnaan.
Taralamsyah Saragih menambahkan unsur musik khas Jambi dalam irama lagunya, menjadikannya berbeda dari iringan musik sebelumnya. Lagu ini bahkan memiliki kemiripan dengan lagu Jeruk Purut, yang juga mencerminkan identitas lokal.
Lirik lagu untuk tarian ini turut mendapatkan masukan dari dua tokoh lain, yakni Marzuki Lazim dan R.A. Rachman, yang memberikan ide dalam pengembangan syairnya.
Meskipun sempat mengalami revisi kembali pada tahun 1981 karena dinilai kurang sesuai dengan nilai-nilai masyarakat Jambi, penyempurnaan tersebut justru memperkuat pesan dari tarian ini sebagai lambang keramahtamahan dan kesopanan khas warga Jambi.
Menariknya, tarian ini tidak hanya berkembang di wilayah Jambi saja, tetapi juga ditemukan di beberapa daerah lain hingga ke wilayah sekitar Malaysia.
Dalam perjalanannya, Tari Sekapur Sirih terus mengalami perkembangan dan pelestarian.
Berbagai bentuk kreasi dan variasi ditambahkan agar penampilannya semakin menarik, namun tetap menjaga unsur-unsur tradisional yang menjadi identitasnya.
Tari ini sering kali dipilih sebagai bentuk penyambutan tamu kehormatan dalam berbagai acara resmi, meskipun daerah Jambi sendiri memiliki ragam tarian tradisional lainnya.
Namun, kehadiran Tari Sekapur Sirih menjadi simbol kebanggaan, karena sarat akan filosofi, nilai, dan makna budaya yang mendalam, serta menjadi representasi dari jati diri masyarakat Jambi dan bangsa Indonesia.
Properti Tari Sekapur Sirih
Sebagaimana halnya dengan kesenian tari tradisional lainnya, pertunjukan ini pun melibatkan berbagai perlengkapan pendukung.
Setiap perlengkapan memiliki fungsi dan makna tersendiri dalam penampilannya. Berikut adalah penjelasan lengkap mengenai perlengkapan yang digunakan.
1. Pelindung Hujan (Payung)
Perlengkapan pertama yang digunakan dalam pertunjukan ini adalah pelindung hujan. Biasanya, alat ini dibawa oleh para penari pria secara perlahan, sejalan dengan gerakan penari wanita.
Penari pria akan membuka dan membawa pelindung ini selama pementasan berlangsung sebagai simbol pelindung bagi para penari wanita.
Gerakan membawa pelindung hujan ini dilakukan secara serasi, mengikuti irama musik dan gerakan kaki penari lainnya. Gerakan tersebut memberikan kesan lembut dan keindahan visual dalam keseluruhan penampilan tari.
2. Senjata Tradisional (Keris)
Perlengkapan kedua yang digunakan dalam pertunjukan ini adalah senjata tradisional berupa keris. Alat ini dibawa oleh penari pria sebagai simbol kekuatan dan keberanian.
Kehadiran senjata ini juga menampilkan citra perlindungan terhadap penari wanita selama berlangsungnya pertunjukan. Dengan membawa senjata tersebut, penampilan para penari pria tampak lebih gagah dan berwibawa.
3. Wadah Persembahan (Cerano)
Perlengkapan yang paling khas dalam pertunjukan ini adalah wadah persembahan, yang dikenal sebagai salah satu unsur penting dalam identitas tarian ini.
Wadah ini digunakan untuk meletakkan kapur putih yang kemudian dibawa oleh para penari selama pertunjukan. Kapur putih tersebut nantinya akan dibagikan kepada para tamu yang hadir.
Pemberian kapur putih kepada tamu melalui wadah ini merupakan bentuk penghormatan sekaligus sambutan hangat dari para penari serta masyarakat setempat kepada para tamu yang datang.
Biasanya, adegan ini ditampilkan di bagian akhir pertunjukan sebagai penutup yang sarat makna.
4. Sabuk Pinggang
Salah satu perlengkapan lainnya dalam pertunjukan ini adalah sabuk yang dikenakan oleh para penari. Sabuk ini biasanya dibuat dari kulit hewan dan dilapisi dengan kain beludru.
Sebagai pelengkap keindahan, bagian luarnya dihiasi dengan payet yang mempercantik tampilannya, menjadikan properti ini tidak hanya fungsional, tetapi juga artistik.
5. Pakaian Pertunjukan
Busana yang dikenakan oleh para penari dalam pementasan ini merupakan pakaian adat khas daerah asal tarian tersebut. Penari perempuan biasanya mengenakan baju kurung yang dipadukan dengan kain tenun bermotif khas.
Penataan kepala terdiri dari sanggul yang dibentuk dari lipatan menyerupai daun pandan, serta aksesori seperti hiasan berbentuk pohon beringin dan kembang goyang sebagai ornamen rambut.
Selain itu, penari juga dilengkapi dengan hiasan tambahan seperti kalung berbentuk bunga teratai, ikat pinggang tradisional, gelang, dan selendang yang dikenakan saat menari, yang keseluruhannya menciptakan kesan anggun dan berwibawa.
6. Musik Tradisional Pengiring
Tarian ini tidak ditampilkan secara tunggal, melainkan selalu diiringi oleh musik daerah yang khas. Musik pengiring ini juga kerap dilengkapi dengan lirik berbahasa lokal yang menambah nuansa semarak dalam setiap pementasan.
Makna dari syair yang dibawakan menggambarkan rasa bahagia dan penghargaan dari masyarakat setempat atas kehadiran para tamu yang datang berkunjung.
Beberapa instrumen musik yang umum digunakan antara lain gendang, gong, rebana, biola, gambus, hingga akordion.
Perpaduan bunyi dari alat-alat ini menciptakan keselarasan ritme yang menjadi pedoman utama bagi para penari saat membawakan tarian mereka.
Pola Lantai Tari Sekapur Sirih
Pertunjukan ini umumnya dibawakan oleh kelompok penari wanita. Meski demikian, dalam beberapa pertunjukan, kehadiran penari pria turut melengkapi sebagai elemen pendukung.
Komposisi penarinya biasanya mencakup sembilan perempuan sebagai pemeran utama dan tiga laki-laki yang bertugas sebagai pengawal serta pembawa payung.
Rangkaian gerakan yang ditampilkan dalam tarian ini didominasi oleh gaya yang lembut dan anggun.
Keseluruhan tarian dibagi menjadi tiga bagian inti, yang mencakup sejumlah gerakan seperti melenggang, sembah tinggi, merentang kepak, bersolek, dan diakhiri dengan gerakan memutar.
Pola lantai yang digunakan dalam pertunjukan ini akan disesuaikan dengan kebutuhan ruang atau panggung tempat pertunjukan berlangsung.
Sebagai bagian dari kekayaan budaya daerah, tarian ini juga menerapkan pola lantai tertentu yang memiliki fungsi utama untuk mempertegas susunan gerak dan memperindah komposisi tarian.
Dengan penerapan pola lantai yang tepat, irama gerakan penari akan tampak lebih selaras dan tertata. Dalam praktiknya, terdapat tiga jenis pola lantai yang digunakan. Berikut uraian masing-masing pola tersebut:
1. Pola Sejajar
Jenis pertama adalah pola lantai sejajar, di mana para penari membentuk garis lurus baik secara horizontal maupun vertikal. Susunan ini mencerminkan pentingnya keharmonisan dan sikap saling menghargai dalam membangun hubungan sosial.
2. Pola Melingkar
Jenis kedua adalah pola lantai berbentuk lingkaran. Dalam formasi ini, para penari menyusun posisi membentuk lingkaran, menciptakan kesan visual yang menarik dan menghidupkan dinamika panggung.
3. Pola Kombinasi
Jenis terakhir adalah pola campuran yang menggabungkan elemen dari pola sejajar dan melingkar.
Kombinasi ini memperkaya tampilan gerakan dan memperlihatkan kreativitas dalam koreografi, sekaligus menjadikan pementasan lebih bervariasi dan memikat secara estetika.
Gerakan Tari Sekapur Sirih
Selain pola lantai yang diterapkan dalam pementasan, penting juga untuk mengenal berbagai macam gerakan yang terdapat dalam tarian ini.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa gerakan dalam tari ini telah mengalami beberapa kali perubahan serta penyempurnaan.
Tujuan dari penyesuaian tersebut tentu saja untuk mencapai keselarasan gerakan serta menyampaikan makna yang tepat kepada penonton, mengingat tari ini berperan sebagai simbol penyambutan tamu di Jambi sekaligus cerminan budaya daerah tersebut.
Tarian ini menggambarkan sosok gadis dari Jambi yang sedang berdandan dengan wajah ceria serta penuh senyum.
Salah satu bagian khas dalam tarian ini adalah penyampaian sirih kepada para tamu sebagai bentuk penghormatan, yang dilakukan di bagian penutup pementasan.
Dalam pertunjukannya, para penari umumnya membawakan tarian ini melalui tiga tahapan, yaitu bagian pembuka, bagian inti, dan bagian penutup. Berikut adalah penjabaran dari setiap tahapan tersebut:
1. Gerakan Pembuka
Pada tahap pertama, para penari akan menampilkan rangkaian gerakan yang ditujukan sebagai tanda penghormatan dan sambutan kepada para tamu.
Dimulai dengan gerakan sembah sebagai bentuk sapaan hormat, kemudian dilanjutkan dengan rangkaian gerakan tangan yang mengikuti irama musik.
Beberapa gerakan dalam tahap ini mencakup: sembah, rentang kepak ke kanan dan kiri, rentang kepak penuh dengan arah pandangan ke kiri dan kanan, mengenakan cincin, mengenakan gelang, mengenakan giwang, bersolek, hingga gerakan meramu sirih.
2. Gerakan Inti
Tahapan berikutnya adalah bagian utama atau inti dari pertunjukan.
Gerakan-gerakan yang ditampilkan dalam bagian ini antara lain: beinsut naik, rentang pedang menyilang ke kanan dan kiri, piuh putar penuh balas putar, piuh putar setengah balik, serta gerakan nyilau.
Melalui gerakan-gerakan ini, para penari menyampaikan pesan tersirat yang ingin diungkapkan dari makna tarian itu sendiri.
Gerakan inti disampaikan secara luwes dan anggun, sehingga penonton dapat menangkap kesan hangat, ramah, dan bersahabat yang menjadi karakteristik masyarakat Jambi.
3. Gerakan akhir
Bagian ketiga merupakan gerakan penutup yang menandakan bahwa pertunjukan tari Sekapur telah mencapai akhirnya.
Dalam sesi ini, penari akan menampilkan gerak besut turun, kemudian dilanjutkan dengan rentang pedang ke arah kanan dan kiri, serta gerak rentang kepak secara menyeluruh sambil mengarahkan pandangan ke sisi kanan dan kiri.
Pada bagian penutup ini, penari kembali memperagakan gerakan sembah sebagai simbol bahwa tari Sekapur telah selesai dipentaskan.
Jika ditarik kesimpulan, setiap bagian dari gerakan awal, inti, dan akhir terdiri atas rangkaian gerakan yang lebih detail.
Selain itu, pola hitungan yang lazim digunakan dalam setiap gerakan adalah dari angka satu hingga delapan, dan terdapat kemungkinan pengulangan gerakan di tiap sesi.
Fungsi dan Makna Tari Sekapur Sirih
Tari Sekapur Sirih adalah salah satu bentuk tarian tradisional dari Jambi yang difungsikan sebagai sambutan untuk para tamu dan tergolong ke dalam kategori tarian yang belum terlalu lama dikenal.
Tarian ini mulai dikenalkan pada tahun 1962 oleh seorang maestro seni asal Jambi bernama Firdaus Chatab. Di masa awal kemunculannya, tarian ini hanya memiliki sejumlah gerakan sederhana.
Namun seiring waktu, gerakan-gerakan tersebut mengalami pengembangan, hingga akhirnya mengandung nilai-nilai khusus dan daya tarik tersendiri. Penjelasan selengkapnya dapat dilihat di bawah ini.
1. Makna Tari Sekapur Sirih
Tarian ini menyampaikan pesan tentang penghormatan seseorang terhadap tamunya. Di samping itu, juga mencerminkan ungkapan syukur dan kegembiraan masyarakat Jambi saat menyambut kedatangan tamu.
Tarian ini menjadi lambang keramahan warga setempat dalam menyambut tamu istimewa.
2. Fungsi Tari Sekapur Sirih
Tarian ini memiliki dua peran utama yang selaras dengan nilai yang terkandung di dalamnya, yakni sebagai bentuk sambutan untuk tamu yang datang serta sebagai ekspresi rasa syukur dan kegembiraan. Berikut penjelasannya:
- Fungsi yang pertama adalah menyambut tamu, sehingga tarian ini sering dibawakan dalam acara besar untuk menyongsong kedatangan tamu penting.
- Fungsi yang kedua adalah sebagai cerminan rasa bahagia dan bersyukur atas kehadiran tamu undangan yang telah datang ke wilayah Jambi.
Keunikan Tari Sekapur Sirih
Secara garis besar, tari Sekapur Sirih memiliki tiga unsur keunikan yang terdapat dalam busana, properti, dan gerakan. Ketiga elemen ini menjadi identitas tersendiri yang membedakan tari Sekapur Sirih dari jenis tarian lainnya. Penjelasannya sebagai berikut.
Busana
Keistimewaan pertama terletak pada pakaian yang dikenakan, yaitu busana tradisional khas dari daerah Jambi yang tentunya memiliki perbedaan mencolok dibandingkan dengan pakaian adat dari wilayah lain.
Busana ini membuat para penari tampil lebih menawan, elegan, serta memberikan kesan resmi.
Properti
Ciri khas berikutnya dapat ditemukan pada properti yang digunakan dalam tarian ini, yakni cerano. Cerano berfungsi sebagai wadah untuk menyimpan kapur sirih yang nantinya akan dibagikan kepada para tamu di akhir sesi pertunjukan.
Gerakan
Keunikan ketiga dari tari Sekapur Sirih ada pada pola geraknya yang harus ditampilkan dengan keluwesan dan keanggunan.
Hal ini bertujuan untuk menggambarkan sikap hangat dan penuh penghormatan dari para penari dalam menyambut para tamu yang hadir.
Sebagai penutup, sejarah Tari Sekapur Sirih menjadi bagian penting dari kekayaan budaya Melayu yang terus dijaga dan diwariskan dari generasi ke generasi hingga kini.