Pengertian Tari Klasik, Ciri, Gerakan, hingga Contohnya

Pengertian Tari Klasik, Ciri, Gerakan, hingga Contohnya
pengertian tari klasik

Pengertian tari klasik merujuk pada bentuk tari tradisional khas Indonesia yang tetap lestari dan dijaga hingga saat ini di berbagai daerah.

Jenis tari ini termasuk ke dalam kelompok tarian yang tumbuh dan berkembang di lingkungan keraton atau istana, menjadikannya memiliki nilai budaya serta makna spiritual yang sangat tinggi bagi masyarakat di sekitarnya.

Tari klasik tidak hanya berfungsi sebagai hiburan semata, tetapi juga memiliki peranan penting dalam upacara adat dan kegiatan sakral lainnya. 

Ragam tari klasik dapat ditemukan di berbagai wilayah Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, dengan setiap daerah menyuguhkan kekayaan tari klasik yang unik, baik dari segi gerakan, busana, maupun filosofi yang terkandung di dalamnya. 

Untuk mengetahui lebih dalam mengenai keindahan dan keistimewaan dari seni tradisional ini, penting bagi kita memahami pengertian tari klasik secara menyeluruh.

Pengertian Tari Klasik

Pengertian tari klasik merujuk pada bentuk seni tari tradisional yang berasal dari lingkungan istana atau wilayah sekitar pusat kekuasaan. Biasanya, tarian ini diwariskan secara turun-temurun di kalangan bangsawan.

Secara esensial, jenis tari ini berkembang di sekitar kerajaan dan menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi masyarakat. Tari klasik memiliki aturan yang ketat dan terstruktur, sehingga tidak bisa diubah sesuka hati.

Jenis tarian ini juga merupakan salah satu bentuk seni tari tertua di Indonesia, ditinjau dari proses perkembangannya yang berakar pada kehidupan kerajaan serta keberadaan aturan-aturan baku yang mengikat. 

Walaupun berusia tua, pesona yang dimiliki tari klasik tetap kuat dan tidak kalah dibandingkan dengan bentuk seni tari modern atau kontemporer.

Ciri khas yang dimiliki oleh tari klasik terlihat dari karakteristik gerakan yang sesuai dengan koreografi dan kemampuan tubuh penari untuk tampil anggun, lembut, namun tetap tegas. 

Selain itu, ada beberapa tanda khusus lainnya yang menjadi identitas dari tarian ini, yang akan dijelaskan lebih lanjut.

Ciri-ciri Tari Klasik

Salah satu karakter utama dalam tarian tradisi keraton adalah tidak diperbolehkannya perubahan unsur, karena tarian ini terikat oleh aturan yang sudah ditetapkan secara turun-temurun. 

Mengubahnya dikhawatirkan dapat menggeser atau bahkan menghilangkan makna filosofis yang telah mengakar sejak lama. 

Di samping hal tersebut, ada beberapa ciri lainnya yang menjadi penanda keaslian dari tarian jenis ini, berikut uraian lengkapnya:

1. Terdapat aturan baku yang mengikat

Tarian dari lingkungan kerajaan memiliki struktur serta aturan yang sudah ditetapkan dengan jelas. Aturan ini menjadi pedoman yang menjaga bentuk dan makna dari tarian tersebut.

Perubahan terhadap salah satu strukturnya dapat berdampak pada makna keseluruhan yang terkandung di dalamnya, sehingga aturan tersebut tidak boleh dilanggar.

Sebagai ilustrasi, dalam salah satu jenis tarian tradisi terdapat dua versi penyajian: satu yang bersifat sakral dan satu lagi yang dikembangkan sebagai tontonan hiburan. 

Versi pertama digunakan dalam upacara adat dan mengandung nilai spiritual tertentu, sedangkan versi kedua dikemas sebagai pertunjukan umum.

Apabila kedua versi ini tidak dibedakan, maka fungsi serta kesakralan tarian tersebut bisa hilang, karena esensinya tercampur. 

Meski begitu, agar tetap bisa diwariskan ke generasi berikutnya, maka bentuk hiburan dijadikan salah satu cara untuk menjaga kelangsungan warisan budaya tersebut.

2. Memiliki gaya rias tertentu yang khas

Tampilan visual dari para penari dalam tarian jenis ini biasanya ditata dengan riasan yang cukup mencolok. Gaya rias ini sudah ditentukan sesuai dengan karakter yang dibawakan dalam setiap pertunjukan.

Dengan aturan tersebut, ekspresi dan peran dari masing-masing penari akan tampak lebih jelas dan mendukung penyampaian makna tariannya. Hampir semua tarian tradisi dari lingkungan istana memiliki gaya rias seperti ini. 

Sebut saja beberapa contohnya, seperti tarian wayang orang atau tari-tari lain yang menggambarkan tokoh cerita rakyat. Namun, tidak semua tarian keraton membutuhkan riasan penuh. 

Beberapa jenis tarian, seperti tarian yang menggambarkan suasana peperangan dan dibawakan oleh pria, justru hanya menggunakan riasan sederhana berupa simbol atau garis yang mencerminkan keberanian dan semangat juang.

3. Kostum yang megah

Pakaian atau kostum yang dikenakan oleh penari dalam tarian klasik biasanya tergolong mewah. Hal ini karena tarian klasik umumnya tumbuh di lingkungan keraton.

Karena berasal dari lingkungan kalangan bangsawan, maka pakaian yang dikenakan pun harus mencerminkan penampilan yang layak dan pantas di hadapan kalangan istana. 

Selain itu, penggunaan busana yang elegan ini juga berkaitan dengan tema cerita kerajaan yang kerap diangkat dalam pertunjukan tari klasik.

Tak hanya terlihat mewah, busana dalam tarian klasik juga sering kali dilengkapi dengan berbagai properti tambahan yang beragam. Contohnya termasuk mahkota, anting-anting, gelang, hingga aksesoris di kaki seperti gelang kaki. 

Setiap elemen busana ini mengandung makna simbolis dan mewakili tema yang ingin disampaikan melalui tarian tersebut.

4. Mengandung nilai keindahan yang tinggi

Tari klasik berkembang di lingkungan kerajaan atau keraton, sehingga aspek keindahan dalam setiap gerakannya sangat dijaga dan ditonjolkan.

Filosofi dan pesan budaya yang terkandung di dalamnya merepresentasikan kekayaan tradisi dari daerah tempat tarian tersebut berasal. 

Karena memiliki kedalaman makna dan tampilan visual yang menarik, tak heran jika tari klasik banyak digemari oleh wisatawan dari luar negeri.

Salah satu contoh tarian klasik yang terkenal karena nilai estetikanya adalah Tari Baksa Kembang. Tarian ini menggambarkan sosok seorang gadis muda yang cantik, tengah bermain-main di taman bunga.

Bukan hanya isi ceritanya saja yang sarat makna, namun setiap properti dalam Tari Baksa Kembang juga memiliki simbol tersendiri. 

Misalnya, properti halilipan menggambarkan sifat rendah hati yang menjadi karakter penting dalam tarian tersebut.

Keunikan, Fungsi, dan Gerakan Tari Klasik

1. Keistimewaan Tari Klasik

Tarian tradisional dari lingkungan kerajaan memiliki daya tarik unik pada setiap aspeknya—mulai dari gerakan, perlengkapan tari, hingga ketentuan yang mengaturnya. Gerakannya cenderung lembut dan anggun, berbeda dari tarian yang lebih dinamis. 

Properti yang digunakan selalu selektif dan sarat simbolisme; misalnya, dalam tarian Maluku, pedang yang dipegang penari mencerminkan martabat yang harus dijaga sepanjang hayat. 

Selain itu, aturan dalam tarian ini sangat ketat dan bersifat tradisional, seperti pada tari Lego-lego yang hanya dapat dipentaskan melingkari altar suci—sebuah unsur yang tidak ditemukan di tarian umum.

2. Dinamika Gerak Tari Klasik

Gerakan dalam tarian ini jauh lebih lambat namun tetap memancarkan keindahan dan struktur estetika yang mendalam, sehingga tetap memikat meski tampak sederhana. Setiap gerakan memiliki makna. 

Contohnya, sapuan tangan oleh penari wanita dalam tarian Maluku melambangkan perpisahan dengan pejuang yang hendak berangkat bertempur. 

Gerakan-gerakan tersebut telah ditetapkan secara baku sejak zaman dulu dan tetap dipertahankan konsistensinya hingga sekarang.

3. Fungsi Tari di Lingkungan Keraton

Fungsi utama dari tarian ini umumnya berkaitan dengan aktivitas resmi keraton atau istana: seperti prosesi penobatan, penyambutan tamu kenegaraan, hingga sebagai bentuk hiburan kerajaan. 

Kehadirannya menambah nuansa kemegahan dan keanggunan dalam setiap acara istana, sekaligus mencerminkan estetika budaya dan status sosial yang melekat pada lingkungan keraton.

Contoh Tari Klasik

Untuk memahami lebih dalam mengenai bentuk tarian tradisional yang berkembang di lingkungan kerajaan, berikut beberapa contoh representatif dari berbagai daerah di Indonesia:

1. Bedhaya

Salah satu bentuk tari tradisional dari wilayah Jawa adalah tarian yang biasa ditampilkan di lingkungan keraton Surakarta, yang diwarisi dari budaya Mataram. 

Tarian ini biasanya dibawakan oleh sekelompok penari perempuan dengan gerakan yang lembut, selaras dengan iringan tembang dan musik gamelan khas Jawa.

Ada beberapa versi dari pertunjukan ini, dan masing-masing terkadang memiliki syarat khusus sebelum pementasan. Misalnya, penari diharuskan belum menikah, tidak sedang datang bulan, dan bahkan menjalani puasa terlebih dahulu.

2. Bedhaya Ketawang

Salah satu jenis tarian keraton yang hanya dipertunjukkan dalam acara resmi seperti penobatan raja atau peringatan ulang tahun kenaikan tahta adalah tarian ini.

Diiringi oleh alunan gamelan yang halus, konon tarian ini diciptakan oleh tokoh mitologis bernama Ratu Kidul. K

ata “bedhaya” sendiri merujuk pada penari perempuan dari istana, sementara “ketawang” berarti langit, yang berasal dari kisah Sultan Agung yang konon mendengar lantunan suara dari angkasa saat sedang termenung.

Ada juga pendapat lain yang menyatakan bahwa makna tarian ini berkaitan dengan kemuliaan dan nilai-nilai luhur. 

Sampai sekarang, jenis tarian ini masih sering menjadi bagian dari seremoni penting di lingkungan keraton Surakarta, khususnya saat peringatan naik tahta seorang raja.

3. Tari Bondan

Tarian tradisional lain yang berasal dari Jawa Tengah ini dikenal lewat penggunaan properti seperti kandil, payung kertas, dan boneka bayi yang digendong oleh penari.

Sejarah mencatat bahwa tarian ini biasanya dibawakan oleh wanita muda desa sebagai simbol pencarian jati diri. 

Tema utama yang diangkat adalah gambaran seorang ibu yang merawat anaknya, melambangkan pesan bahwa kecantikan fisik harus disertai kemampuan keibuan.

Tarian ini diiringi oleh musik gending, dan memiliki tiga variasi: Bondan Mardisiwi, Bondan Tani (atau Bondan Pegunungan), dan Bondan Cindogo. 

Pada saat tampil, penarinya mengenakan pakaian tradisional seperti kutang, jamang, dan kain wiron, dengan rambut disanggul rapi, sambil menggendong boneka di satu tangan dan memegang payung kertas di tangan lainnya. 

Dalam salah satu bagian demonstrasi, para penari memecahkan kendil kecil di depan penonton. Tari Bondan selain menyampaikan nilai seni dan hiburan, juga menyimpan pesan filosofis yang mendalam bagi masyarakat.

4. Tari Dolalak

Tari klasik ini dipopulerkan dari wilayah Purworejo, Jawa Tengah. Namanya diambil dari nada musik 'do' dan 'la', karena iramanya hanya mengandalkan dua nada tersebut.

Berbeda dengan tari keraton yang penuh nilai spiritual, tarian Dolalak lahir dari pengamatan masyarakat terhadap tentara kolonial yang sedang bersantai pasca-perang.

Perilaku tentara yang berpesta dan minum-minum mengilhami lahirnya tarian ini, lengkap dengan kostum yang meniru seragam tentara Belanda atau Perancis.

Para penarinya dulu hanya laki-laki, namun belakangan perempuan juga ikut menampilkan tarian ini. 

Pernah menghasilkan pertunjukan sepanjang lima jam, selama tarian berlangsung ada momen tertentu ketika penari mengalami kerasukan dan memakan sesajen yang disediakan. 

Tari Dolalak adalah contoh bagaimana realitas sosial dan pengalaman historis dapat menyatu dalam bentuk ekspresi seni tradisi.

5. Tari Gambir Anom

Berasal dari daerah Surakarta di Jawa Tengah, tarian ini menyampaikan kisah tentang Irawan, putra Arjuna, yang sedang mengalami jatuh cinta. 

Cerita tersebut disampaikan melalui gerakan pantomim seperti berdandan, bingung, dan ekspresi khas orang yang sedang dimabuk asmara.

Gerakan dalam tarian ini ditampilkan dengan lemah lembut dan dinamis, diiringi irama gamelan yang cepat. Pada awalnya, tarian ini hanya dibawakan oleh penari laki-laki sebagai penampilan tunggal. 

Namun, kini perempuan pun dapat membawakannya dengan menambahkan elemen kostum seperti sayap khas tokoh wayang dan penutup kepala berbentuk kuluk hanoman.

6. Tari Gambyong

Tari tradisional ini berasal dari Surakarta dan awalnya digunakan dalam penyambutan tamu penting di lingkungan istana. 

Akar tarian ini berasal dari pertunjukan rakyat bernama tayub, yang biasa dipentaskan saat upacara tanam padi atau panen sebagai bentuk rasa syukur kepada Dewi Padi.

Nama tarian ini diambil dari seorang penari ternama bernama Sri Gambyong, yang pernah diminta tampil di lingkungan keraton karena kepiawaiannya. 

Sejak saat itu, gerakan dan struktur tari ini dibakukan oleh pelatih tari istana dan menjadi bentuk yang dikenal hingga sekarang.

Secara keseluruhan, tarian ini menggambarkan pujian masyarakat kepada Dewi Padi, dengan harapan agar panen yang diperoleh berlimpah dan penuh berkah. 

Kehadiran tari ini juga mencerminkan bagaimana seni rakyat bisa diangkat menjadi bagian penting dalam kebudayaan keraton.

Sebagai penutup, pengertian tari klasik mencerminkan kekayaan budaya yang diwariskan secara turun-temurun dan tetap dilestarikan sebagai identitas seni tradisional.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index