JAKARTA - Harga minyak mentah global menunjukkan pergerakan yang relatif stabil pada perdagangan Jumat, 8 Agustus 2025, ketika pasar sedang mencermati dengan seksama perkembangan potensi pertemuan antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Keseimbangan harga ini menandakan adanya ketidakpastian sekaligus harapan yang menyelimuti situasi geopolitik dan kebijakan ekonomi yang memengaruhi pasar energi dunia.
Harapan Diplomasi dan Pengaruh Sanksi
Minyak jenis Brent berhasil ditutup naik tipis 0,2% di level US$66,59 per barel, sementara minyak West Texas Intermediate (WTI) berada pada posisi stabil di harga US$63,88 per barel. Kedua jenis minyak ini menjadi barometer utama pergerakan harga minyak global.
Konsentrasi pasar saat ini tertuju pada negosiasi yang dilaporkan sedang berlangsung antara Washington dan Moskow, terkait kemungkinan kesepakatan untuk menghentikan konflik di Ukraina. Rencana pertemuan antara Presiden Putin dan Presiden Trump yang bisa saja terlaksana paling cepat pekan depan, memunculkan antisipasi terhadap sebuah langkah diplomatik yang mungkin akan membawa perubahan signifikan, termasuk kemungkinan pelonggaran sanksi terhadap Rusia.
Meski demikian, kondisi tetap kompleks. Presiden Trump justru mengancam untuk meningkatkan tarif impor terhadap negara-negara yang masih melakukan pembelian minyak dari Rusia, langkah yang telah diterapkan kepada India. Kebijakan ini dapat menambah ketegangan sekaligus menjadi faktor yang menahan harga minyak agar tidak melonjak terlalu tinggi.
Menurut Neil Crosby, analis pasar energi dari Sparta Commodities, “Sejumlah faktor non-minyak berpengaruh, termasuk kekhawatiran dampak tarif dan berbagai spekulasi soal siapa yang akan hadir dalam pertemuan Ukraina serta dalam kondisi apa.” Uraian ini menegaskan bahwa pasar energi tidak hanya bereaksi terhadap pasokan dan permintaan minyak secara langsung, tapi juga dipengaruhi oleh dinamika politik dan ekonomi global.
Implikasi Kebijakan Moneter AS dan Dampaknya pada Minyak
Selain faktor geopolitik, pergerakan harga minyak juga dipengaruhi oleh dinamika kebijakan moneter Amerika Serikat. Presiden Trump baru-baru ini mengumumkan pencalonan Ketua Dewan Penasihat Ekonomi Gedung Putih, Stephen Miran, sebagai pengisi kursi kosong di Federal Reserve (bank sentral AS). Penunjukan ini membawa ekspektasi kebijakan moneter yang lebih longgar atau dovish, yang pada akhirnya dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan permintaan minyak.
Kebijakan moneter dovish biasanya menandakan suku bunga yang rendah atau stimulus ekonomi, sehingga mendorong konsumsi dan investasi. Dalam konteks pasar minyak, hal ini dapat berpotensi menaikkan permintaan bahan bakar dan energi lainnya.
Sementara itu, India, sebagai salah satu konsumen minyak terbesar dunia, juga menjadi sorotan. Negara tersebut membantah tudingan membeli minyak Rusia dengan cara yang tidak transparan atau “akal-akalan”, bahkan balik menyinggung kebijakan AS dan Uni Eropa. Perselisihan ini menunjukkan bahwa geopolitik energi tetap menjadi arena yang kompleks dengan banyak kepentingan dan strategi yang bertarung.
Dinamika Harga Minyak dalam Bingkai Ketidakpastian Global
Secara keseluruhan, harga minyak yang stabil namun penuh ketidakpastian mencerminkan bagaimana pasar energi dunia sangat terhubung dengan peristiwa politik dan ekonomi. Dalam beberapa pekan ke depan, hasil pertemuan Putin-Trump dan respons kebijakan tarif impor akan menjadi faktor penentu arah harga minyak global.
Pergerakan harga yang hati-hati juga menunjukkan bahwa pelaku pasar menunggu kepastian. Jika terjadi pelonggaran sanksi dan kondisi diplomatik membaik, harga minyak berpotensi naik akibat peningkatan aktivitas ekonomi dan permintaan. Sebaliknya, jika ketegangan meningkat atau tarif impor diperberat, maka harga minyak bisa saja stagnan atau bahkan turun.
Dengan berbagai faktor yang saling berinteraksi, para pelaku pasar harus siap menghadapi volatilitas harga dan mengikuti perkembangan situasi geopolitik yang terus berubah.