JAKARTA - Di tengah cuaca panas yang membuat banyak orang tetap beraktivitas di luar ruangan, ancaman paparan sinar ultraviolet (UV) menjadi perhatian utama. Risiko kulit terbakar (sunburn) hingga kanker kulit yang kasus barunya mencapai lebih dari 300.000 per tahun bukanlah hal sepele. Meski pencegahan bisa dilakukan, angka kasus terus meningkat, bahkan di wilayah yang dulunya memiliki insiden rendah.
Salah satu langkah perlindungan paling efektif selain mengenakan pakaian tertutup, topi, dan menghindari paparan langsung, adalah menggunakan sunscreen. Namun, banyak orang masih ragu karena beredarnya mitos dan informasi keliru di media sosial. Padahal, tabir surya yang digunakan dengan benar mampu menjadi garis pertahanan penting terhadap kerusakan kulit.
“Hal terpenting yang selalu ingin saya tekankan di setiap penelitian yang saya lakukan adalah pentingnya menggunakan sunscreen,” ujar Richard Blackburn, ilmuwan material dari University of Leeds dan Keracol Limited, Inggris. “Kita seharusnya khawatir tentang kulit, kerusakan kulit, kerusakan DNA, dan penuaan, jadi penggunaan sunscreen saat berada di luar ruangan menjadi sangat penting.”
Bahaya Sinar UV dan Jenis Sunscreen
Sinar ultraviolet yang dipancarkan matahari memang tidak terlihat, namun dampaknya sangat nyata. Menurut Antony Young, fotobiolog dari King's College London, “Sinar UV merusak semua makhluk hidup.” Bahkan paparan singkat kurang dari 30 menit bisa menyebabkan kulit terbakar.
Ada dua jenis utama sinar UV:
UVA: Gelombangnya panjang dan menembus hingga ke lapisan kulit dalam.
UVB: Lebih pendek, merusak lapisan epidermis, dan menjadi penyebab utama sunburn.
Bahkan orang dengan kulit gelap tetap berisiko mengalami kerusakan kulit karena perlindungan alami pigmen hanya bersifat sementara.
Sunscreen yang digunakan saat ini terbagi dalam dua kategori utama:
Organic Sunscreen (dulu disebut chemical sunscreen)
Mengandung bahan berbasis karbon yang menyerap sinar UV, lalu melepaskannya dalam bentuk panas agar tidak merusak kulit.
Physical Sunscreen (dulu disebut natural sunscreen)
Menggunakan partikel titanium dioksida atau seng oksida untuk membentuk lapisan pelindung yang memantulkan sinar UV.
Walaupun tidak ada sunscreen yang menyaring 100% radiasi UV, produk dengan SPF tinggi dapat menahan sebagian besar paparan berbahaya. SPF 15 menyaring 93% UVB, SPF 30 menahan 97%, dan SPF 50 melindungi hingga 98%.
Isu Keamanan, Mitos, dan Masa Depan Sunscreen
Popularitas sunscreen meningkat, tetapi bersamaan dengan itu muncul kekhawatiran soal bahan kimia yang terkandung di dalamnya. Beberapa zat lama seperti oxybenzone, avobenzone, dan octinoxate memang bisa terdeteksi dalam aliran darah, menimbulkan pertanyaan soal potensi risiko jangka panjang.
“Yang penting itu kadarnya,” kata Young. Kekhawatiran serupa juga berlaku untuk dampak sunscreen terhadap lingkungan laut, meskipun sebagian besar penelitian toksisitas dilakukan pada konsentrasi yang jarang tercapai di dunia nyata.
Peneliti juga menekankan agar pengguna tidak sembarangan mencampur beberapa jenis tabir surya atau kosmetik SPF. Studi Blackburn menunjukkan, “Mencampurkan berbagai jenis sunscreen justru bisa membalikkan seluruh proses perlindungan, dan itu sangat bertentangan dengan yang seharusnya.”
Selain itu, tren sunscreen alami atau buatan sendiri juga berisiko. Produk berbasis minyak atau tallow yang populer di media sosial biasanya memiliki SPF sangat rendah, tidak cukup untuk perlindungan nyata. Young mengingatkan, “Masalah dengan produk buatan rumah seperti ini adalah Anda tidak bisa mengujinya. Membuat formula yang tepat untuk produk sunscreen merupakan pekerjaan teknis yang cukup rumit.”
Ke depan, ilmuwan mulai melirik bahan alami dari tumbuhan, jamur, dan hewan yang mampu memproduksi senyawa pelindung DNA. Laboratorium seperti milik Blackburn meneliti potensi ini untuk menghasilkan sunscreen yang lebih aman, ramah lingkungan, dan efektif.
“Semuanya adalah kimia,” tegas Blackburn. “Jika kita bisa memahami bagaimana sesuatu bekerja dari sisi kimiawi dan mekanistik, kita bisa meningkatkan kualitas sunscreen dan mencari tumbuhan yang dapat memberikan fungsi yang sama.”
Sunscreen bukan sekadar kosmetik tambahan, tetapi investasi jangka panjang untuk kesehatan kulit dan pencegahan kanker. Dengan pemakaian yang tepat dan kesadaran akan risiko sinar UV, perlindungan terhadap kulit bisa dilakukan lebih optimal.