Memahami Pengertian Keunggulan Komparatif hingga Contohnya

Memahami Pengertian Keunggulan Komparatif hingga Contohnya
pengertian keunggulan komparatif

Pengertian keunggulan komparatif adalah kemampuan memproduksi barang/jasa dengan biaya peluang lebih rendah dari pihak lain.

Konsep ini berperan penting dalam menjelaskan alasan di balik terjadinya perdagangan internasional serta pentingnya spesialisasi dalam kegiatan produksi.

Inilah yang menjadi dasar mengapa berbagai negara memilih untuk menjalin hubungan dagang satu sama lain, bahkan ketika mereka tidak memiliki keunggulan absolut dalam memproduksi suatu barang atau jasa. 

Dalam praktiknya, suatu negara sebaiknya memusatkan perhatian pada produksi barang atau jasa yang memang memiliki keunggulan komparatif, lalu menukar produk lainnya dari negara yang lebih efisien dalam memproduksi komoditas tersebut.

Dengan memahami pengertian keunggulan komparatif, kita bisa melihat bagaimana kerja sama ekonomi antarnegara dapat saling menguntungkan melalui efisiensi dan pembagian peran yang tepat dalam rantai produksi global.

Pengertian Keunggulan Komparatif

Pengertian keunggulan komparatif menggambarkan kemampuan suatu individu, perusahaan, atau negara dalam memproduksi barang atau jasa dengan biaya peluang yang lebih rendah dibandingkan pihak lain. 

Hal ini memungkinkan mereka menawarkan produk dengan harga lebih kompetitif dan meraih margin keuntungan yang lebih baik. 

Dalam praktiknya, meski kompetitor mungkin mengalokasikan anggaran lebih besar, hal itu belum tentu memberikan hasil yang lebih unggul daripada pihak yang memproduksi secara efisien.

Sebelum gagasan ini berkembang, dikenal konsep keunggulan absolut yang memiliki kekurangan, terutama dalam menjelaskan bagaimana suatu negara tetap dapat berdagang secara internasional meski tidak memiliki keunggulan mutlak atas suatu produk. 

Di sinilah teori keunggulan komparatif hadir sebagai penyempurna, menjelaskan bahwa suatu negara tetap bisa meningkatkan efisiensi produksi dan menjalin kerja sama dagang internasional dengan fokus pada produk yang dapat dihasilkan secara lebih efisien.

Penerapan teori ini sangat relevan dalam mendorong negara untuk berspesialisasi pada barang yang memiliki efisiensi tinggi, lalu mengimpor produk lain dari negara yang lebih unggul dalam hal tersebut. 

Dengan begitu, perdagangan tetap berlangsung seimbang dan tidak memicu inflasi. Strategi negara dalam memilih fokus produksi sangat penting demi keberhasilan ekspor. 

Ketika suatu negara lebih efisien dalam memproduksi jenis barang tertentu dibandingkan barang lainnya, dan negara mitra dagangnya memiliki efisiensi pada produk berbeda, maka kerja sama tersebut menguntungkan kedua belah pihak.

Sebagai ilustrasi, konsep ini tetap berlaku meskipun hanya satu negara yang unggul dalam dua jenis produk. Misalnya, negara A unggul dalam produksi kain dan anggur. 

Negara B tetap bisa berdagang dengan negara A jika keduanya fokus pada barang yang memberikan efisiensi relatif lebih tinggi. 

Ini seperti contoh dalam teori David Ricardo yang memperbandingkan Inggris dan Portugal, di mana Portugal memproduksi kain dan anggur dengan tenaga kerja lebih sedikit, tetapi Inggris tetap melakukan ekspor kain karena kualitasnya lebih baik.

Contoh lainnya bisa dilihat dari hubungan dagang antara Cina dan Amerika Serikat. Cina unggul dalam tenaga kerja murah sehingga mampu menghasilkan barang konsumsi dengan biaya rendah. 

Sebaliknya, Amerika Serikat mengandalkan pekerja terampil dan modal besar untuk menciptakan produk bernilai tinggi dengan biaya peluang yang lebih rendah. Kedua negara tetap bisa saling menguntungkan dalam perdagangan.

Intinya, keunggulan komparatif menjelaskan alasan suatu negara mampu bersaing secara global dalam memproduksi dan mengekspor barang tertentu, walaupun terlihat kurang unggul secara keterampilan. 

Fokus pada produk unggulan efisien memungkinkan negara itu bersaing dan berkembang.

Berbeda dari keunggulan absolut yang lebih menekankan pada kapasitas memproduksi dalam jumlah dan kualitas lebih tinggi dibandingkan pihak lain, keunggulan komparatif lebih menyoroti efisiensi dalam penggunaan biaya. 

Adam Smith, pencetus teori keunggulan absolut, menyatakan bahwa suatu negara memiliki keunggulan absolut jika dapat memproduksi barang yang tidak bisa dihasilkan oleh negara lain.

Teori keunggulan absolut memiliki asumsi dasar, seperti kualitas produksi tiap negara berbeda, biaya transportasi diabaikan, pertukaran dilakukan secara barter, dan hanya menggunakan tenaga kerja sebagai faktor produksi. 

Teori-teori ini menunjukkan bahwa perdagangan global dapat berjalan adil dan efisien, dengan masing-masing negara berkontribusi pada stabilitas ekonomi internasional melalui spesialisasi sesuai keunggulannya.

Teori Keunggulan Komparatif oleh David Ricardo

Salah satu tokoh yang mengembangkan teori tentang perbedaan efisiensi produksi antarnegara adalah David Ricardo. 

Ia memperkenalkan konsep ini sebagai respons terhadap kekurangan dalam teori yang sebelumnya dikenal sebagai keunggulan absolut. 

Menurut Ricardo, pendekatan sebelumnya terlalu terbatas karena menyiratkan bahwa hanya negara-negara yang mampu memproduksi barang secara lebih efisien dibanding negara lain yang dapat memperoleh manfaat dari perdagangan.

Ricardo mengkritik pandangan tersebut karena hanya menguntungkan pihak yang memiliki efisiensi mutlak dalam produksi. 

Ia mempertanyakan, bagaimana dengan negara-negara yang tidak memiliki kemampuan untuk memproduksi barang atau jasa lebih efisien dari negara mana pun? 

Apakah mereka harus dikeluarkan dari sistem perdagangan antarnegara hanya karena tidak memiliki efisiensi absolut?

Melihat adanya celah dalam teori tersebut, Ricardo memperkenalkan pemikiran baru dalam ranah perdagangan antarnegara. 

Ia menjelaskan bahwa suatu negara tetap bisa meraih keuntungan dalam perdagangan meski tidak unggul secara absolut, asalkan negara tersebut dapat memfokuskan diri pada produksi barang atau jasa yang dapat mereka hasilkan dengan pengorbanan terkecil dibandingkan negara lain. 

Dengan kata lain, kunci dari keterlibatan dalam perdagangan internasional adalah efisiensi relatif dalam pemanfaatan sumber daya.

Dalam pendekatan yang dibawanya, Ricardo menyertakan sejumlah asumsi untuk menyederhanakan model ini. 

Di antaranya adalah bahwa hubungan dagang hanya melibatkan dua negara, serta barang yang diperjualbelikan juga dibatasi hanya dua jenis. Ia juga mengasumsikan bahwa masing-masing negara hanya memiliki dua faktor produksi. 

Selain itu, produksi dianggap memiliki skala hasil tetap dan teori ini menggunakan pendekatan nilai berdasarkan jumlah tenaga kerja yang digunakan.

Berdasarkan gagasan tersebut, bisa ditarik kesimpulan bahwa prinsip ini memungkinkan negara yang tidak memiliki keunggulan produksi secara menyeluruh tetap dapat berpartisipasi dalam perdagangan dunia. 

Asalkan mereka mampu memproduksi suatu barang atau jasa dengan pengorbanan tenaga kerja yang lebih kecil dibandingkan negara lain, maka keuntungan dari hubungan dagang tetap bisa diperoleh.

Perbedaan Teori Keunggulan Mutlak dengan Teori Keunggulan Komparatif

Sebelum kita membahas perbedaan antara kedua teori tersebut, penting untuk terlebih dahulu memahami apa yang dimaksud dengan perdagangan internasional. 

Secara garis besar, istilah “internasional” yang terdapat dalam istilah perdagangan internasional sudah cukup menggambarkan maknanya. 

Aktivitas perdagangan ini mencakup serangkaian transaksi yang berlangsung antarnegara. 

Dengan kata lain, pengertian perdagangan internasional adalah kegiatan ekonomi yang terjadi antara masyarakat dari dua negara atau lebih, berdasarkan kesepakatan bersama.

Perdagangan internasional bukan hanya berkaitan dengan aspek ekonomi semata, tetapi juga memberikan dampak pada bidang lainnya, seperti politik, sosial, serta pertahanan dan keamanan negara. 

Karena pengaruhnya yang luas, banyak pihak yang mencoba mengembangkan berbagai teori dan gagasan mengenai perdagangan internasional sebagai acuan untuk menetapkan kebijakan ekonomi makro di suatu negara.

Dari berbagai teori yang ada, dua konsep yang cukup menonjol adalah teori keunggulan absolut dan teori keunggulan komparatif. Teori keunggulan komparatif didasarkan pada konsep biaya peluang yang lebih rendah. 

Biaya peluang sendiri merupakan nilai dari peluang yang dikorbankan ketika seseorang memilih satu pilihan terbaik di antara beberapa alternatif yang ada. 

Misalnya, seorang pekerja bisa memanfaatkan satu jam waktunya untuk memproduksi dua kain atau empat sepatu.

Meskipun ada pilihan lain, kita menganggap pilihan tersebut bukan yang terbaik. Dalam kasus ini, jika si pekerja memilih untuk membuat dua kain, maka biaya peluangnya adalah kehilangan kesempatan untuk memproduksi empat sepatu. 

Sebaliknya, jika dia memilih untuk menghasilkan empat sepatu, maka biaya peluangnya adalah dua kain. 

Di sisi lain, keunggulan absolut mengacu pada kemampuan untuk memproduksi barang dengan biaya per unit yang lebih rendah. Keunggulan ini muncul dalam situasi seperti:

a. Negara dapat memproduksi lebih banyak output dengan jumlah input yang sama

b. Negara bisa menghasilkan output dalam jumlah yang sama namun dengan input yang lebih sedikit

c. Negara mampu memproduksi output dalam jumlah yang sama tetapi dengan waktu yang lebih singkat

Berdasarkan contoh tersebut, para pekerja memiliki keunggulan absolut dalam pembuatan sepatu karena mereka dapat memproduksi empat unit dalam satu jam, yang jelas lebih tinggi dibandingkan hanya dua unit kain.

Contoh Keunggulan Komparatif

Contoh nyata dari penerapan keunggulan komparatif dapat dilihat melalui hubungan kerja sama antara Indonesia dan Malaysia dalam memanfaatkan tenaga kerja sebagai faktor produksi untuk industri garmen. 

Jika diasumsikan bahwa upah tenaga kerja di kedua negara adalah sama, maka hasil produksi yang bisa diperoleh dari masing-masing negara adalah sebagai berikut:

a. Indonesia: 100 unit garmen dan 120 unit sepatu

b. Malaysia: 90 unit garmen dan 80 unit sepatu

Dari data ini dapat terlihat bahwa Indonesia unggul secara absolut dalam memproduksi kedua jenis barang. Indonesia mampu menghasilkan 100 unit garmen per jam, sementara Malaysia hanya dapat memproduksi 90 unit. 

Begitu pula dengan produksi sepatu, Indonesia bisa membuat 120 unit, sedangkan Malaysia hanya 80 unit.

Jika kita merujuk pada teori keunggulan absolut, maka seharusnya tidak ada dasar untuk perdagangan antara kedua negara, karena Indonesia sudah memiliki kemampuan produksi yang lebih tinggi di semua aspek. 

Namun, bila menggunakan pendekatan teori keunggulan komparatif, maka perdagangan tetap dimungkinkan dan justru menguntungkan kedua belah pihak. 

Keuntungan ini bisa diperoleh jika masing-masing negara fokus pada produksi barang yang memiliki biaya peluang paling rendah.

Untuk mengetahui biaya peluang tersebut, kita perlu menghitung harga relatif dari garmen per unit di masing-masing negara:

a. Indonesia: garmen = 1,3; sepatu = 1

b. Malaysia: garmen = 0,8; sepatu = 1

Berdasarkan perhitungan di atas, harga relatif garmen di Malaysia lebih rendah dibandingkan dengan Indonesia. Artinya, biaya peluang dalam memproduksi garmen di Malaysia lebih kecil, sehingga produk ini menjadi lebih murah secara ekonomi.

Jika kita membalik perhitungannya untuk melihat harga relatif sepatu, maka hasilnya menjadi:

a. Indonesia: garmen = 1; sepatu = 0,85

b. Malaysia: garmen = 1; sepatu = 1,3

Dari sini terlihat bahwa sepatu buatan Indonesia memiliki harga relatif lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia. Ini menunjukkan bahwa biaya peluang untuk membuat sepatu di Indonesia lebih kecil.

Dengan berpedoman pada teori keunggulan komparatif, maka jelas bahwa Indonesia dan Malaysia tetap bisa melakukan perdagangan secara saling menguntungkan. 

Indonesia lebih efisien dalam memproduksi sepatu, sementara Malaysia lebih efisien dalam menghasilkan garmen. 

Maka dari itu, strategi terbaik adalah Indonesia membeli garmen dari Malaysia, dan Malaysia membeli sepatu dari Indonesia.

Kritik terhadap Keunggulan Komparatif

  • Dalam kenyataan, aktivitas produksi dan perdagangan tidak hanya terbatas pada dua negara atau dua jenis barang saja. 

Asumsi yang menyederhanakan menjadi hanya dua produk jelas tidak mencerminkan kondisi sebenarnya, karena dalam praktiknya, ekspor dan impor melibatkan banyak negara serta berbagai macam komoditas.

  • Proses perdagangan internasional tidak bisa dilepaskan dari adanya biaya transportasi. Oleh karena itu, mengabaikan keberadaan biaya ini tidaklah realistis. 

Biaya pengiriman barang akan memengaruhi harga akhir dan berpotensi menghapus keuntungan yang muncul dari perbedaan biaya peluang antara negara-negara yang terlibat.

  • Dalam kegiatan produksi, tenaga kerja bukanlah satu-satunya elemen penting. 

Faktor-faktor lain seperti modal, kewirausahaan, dan kekayaan sumber daya alam juga memainkan peran besar dalam mendukung proses produksi secara menyeluruh.

  • Perpindahan tenaga kerja tidak selalu terjadi secara instan. Dalam kenyataannya, pekerja biasanya membutuhkan waktu untuk beradaptasi dan mencari pekerjaan baru ketika berpindah ke sektor industri yang berbeda. 

Di samping itu, di era globalisasi seperti sekarang, banyak tenaga kerja juga dengan mudah berpindah lintas negara untuk mencari peluang kerja yang dianggap lebih menjanjikan.

  • Model teori tidak memasukkan pengaruh dari perkembangan teknologi. Padahal, kemajuan teknologi sangat menentukan produktivitas tenaga kerja suatu negara. 

Perbedaan dalam kualitas barang modal yang digunakan dalam proses produksi pun turut berkontribusi pada hasil yang dicapai, namun hal tersebut tidak turut diperhitungkan dalam model tersebut.

Sebagai penutup, pengertian keunggulan komparatif membantu memahami mengapa suatu negara fokus pada produksi barang tertentu demi efisiensi dan keuntungan maksimal.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index