JAKARTA - IPB University mengambil langkah konkret untuk mengatasi tantangan serius dalam sektor pertanian, terutama krisis regenerasi petani dan lemahnya posisi tawar mereka. Melalui pengembangan Komunitas Estate Padi (KEP) dan program Kampus Desa yang berbasis pembelajaran lapangan, perguruan tinggi ini berupaya memperkuat peran kelembagaan petani sekaligus membangun demokrasi ekonomi di tingkat desa.
Prof Amiruddin Saleh, Guru Besar Fakultas Ekologi Manusia IPB University, menyampaikan bahwa fragmentasi lahan dan kurangnya daya tarik pertanian bagi generasi muda menjadi hambatan utama. KEP dirancang sebagai solusi kolektif dan modern yang melibatkan koperasi sebagai simpul ekonomi untuk mengonsolidasikan kekuatan petani dan memperbaiki posisi tawar mereka di pasar.
“Krisis regenerasi petani ini tidak bisa diabaikan. Kami harus menyamakan persepsi dan kebutuhan komunitas sekarang juga,” tegas Prof Amiruddin dalam konferensi pers daring.
Model Kelembagaan Modern dan Partisipasi Anak Muda
Data statistik memperlihatkan penurunan usaha pertanian perorangan sebesar 7,45 persen, namun di sisi lain usaha pertanian berbadan hukum naik hingga 35 persen. Hal ini menunjukkan keberhasilan model kelembagaan berbasis hukum dan kolektif yang lebih efektif dan menjanjikan masa depan pertanian yang lebih kuat.
Sebagai contoh, keberhasilan pengembangan padi IPB 3S yang diapresiasi langsung oleh Presiden pada panen raya 2021 menjadi bukti nyata kontribusi inovasi IPB. “Petani muda harus dilibatkan agar transformasi ini berkelanjutan,” tambahnya.
Prof Amiruddin juga memperkenalkan model Forum Perwakilan Petani Pemilik dan Penggarap (F4L) yang bersifat inklusif dan demokratis. Konsep ini melibatkan tidak hanya pemilik lahan, tetapi juga para penggarap, yang selama ini kurang mendapat pengakuan. “F4L akan dikelola secara modern dengan dukungan teknologi untuk menjamin transparansi dan partisipasi semua pihak,” jelasnya.
Namun tantangan terbesar tetap ada pada regenerasi petani. Hanya sekitar 38 persen anak muda yang tertarik terjun ke pertanian, karena sebagian besar lebih memilih pekerjaan di sektor lain yang tidak melibatkan aktivitas fisik berat atau “berlumpur.”
Sebagai solusi, Kampus Desa menjadi inovasi pendidikan yang menumbuhkan minat anak muda pada pertanian sejak dini. Di Banyuwangi, misalnya, anak muda sudah membentuk startup pertanian dengan produk premium yang menargetkan pasar pegawai pemerintah. “Langkah ini sangat positif dan harus terus didukung serta diperluas,” kata Prof Amiruddin.
Sejak 2018, program Kampus Desa telah berjalan di lebih dari 60 desa dan kelurahan di wilayah Bogor dengan dukungan lintas institusi, termasuk kerjasama internasional dengan University of British Columbia (UBC), Kanada. Ini menjadi model pembelajaran lapangan yang menggabungkan pendidikan dengan praktik nyata di desa, sehingga anak muda dapat merasakan langsung potensi dan prospek pertanian modern.
Dengan pendekatan kelembagaan yang modern dan pembelajaran berbasis lapangan, IPB University membuka peluang regenerasi petani yang inklusif dan berkelanjutan, sekaligus memperkuat demokrasi ekonomi di desa.