Properti

Properti Bangkit Berkat Insentif PPN 100 Persen

Properti Bangkit Berkat Insentif PPN 100 Persen
Properti Bangkit Berkat Insentif PPN 100 Persen

JAKARTA - Perpanjangan insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) hingga akhir 2025 menjadi kabar menggembirakan bagi industri properti nasional yang tengah menanti momentum kebangkitan. Pemerintah secara resmi memutuskan untuk melanjutkan pemberian diskon PPN sebesar 100% hingga Desember 2025, sebuah langkah yang dinilai mampu mempercepat pemulihan sektor perumahan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Sebelumnya, fasilitas PPN DTP 100% hanya diberikan untuk pembelian rumah pada Januari hingga Juni 2025, sementara untuk Juli hingga Desember 2025 direncanakan diskon hanya sebesar 50%. Namun dalam keputusan terbaru, pemerintah memutuskan untuk melanjutkan PPN DTP sebesar penuh sepanjang tahun.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan dampak berganda (multiplier effect) dan memperluas lapangan kerja. “Terkait dengan fasilitas PPN DTP untuk properti yang seharusnya semester dua itu 50%, tadi disepakati untuk tetap 100%,” ujar Airlangga dalam konferensi pers usai Rapat Koordinasi Terbatas Pertumbuhan Ekonomi.

Insentif yang Menyasar Hunian Siap Beli

Kebijakan PPN DTP 100% tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 13 Tahun 2025, yang merupakan kelanjutan dari kebijakan serupa sejak 2023. Insentif ini berlaku untuk pembelian rumah tapak dan rumah susun dengan harga maksimal Rp5 miliar. Namun, diskon PPN 100% hanya berlaku untuk rumah dengan harga hingga Rp2 miliar.

Artinya, pembelian rumah senilai Rp2 miliar akan dibebaskan sepenuhnya dari PPN. Sementara itu, rumah dengan harga Rp2,5 miliar akan dikenai PPN 11% hanya atas selisih Rp500 juta, yakni sebesar Rp55 juta. Skema ini dirancang untuk menjangkau lebih banyak masyarakat kelas menengah yang tengah berupaya membeli rumah pertamanya.

Sinyal Positif dari Pelaku Usaha

Kabar perpanjangan insentif ini disambut antusias oleh kalangan pengembang. Ketua Umum DPP Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himpera), Ari Tri Priyono, menyatakan kebijakan ini akan menjadi pemicu kebangkitan sektor properti nasional yang dalam beberapa waktu terakhir cenderung melambat.

" Kami bersyukur Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto memerhatikan kebutuhan rakyat, terutama dalam hal pemenuhan papan. Hal tersebut tercermin dari dua keputusan strategis yang diambil baru-baru ini," kata Ari.

Selain perpanjangan PPN DTP 100%, pemerintah juga menambah kuota rumah subsidi melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Kuota rumah subsidi meningkat dari 220.000 unit menjadi 350.000 unit, dengan dukungan dana dari Bendahara Umum Negara sebesar Rp35,2 triliun.

Penambahan kuota tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 235 Tahun 2025 sebagai revisi dari keputusan sebelumnya. Langkah ini semakin memperkuat arah kebijakan pemerintah dalam menyediakan hunian yang layak dan terjangkau bagi masyarakat.

Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman (Apersi) juga menyambut baik keputusan ini. Mereka sebelumnya memang telah meminta agar PPN DTP 100% diperpanjang hingga akhir 2025. Ketua Umum Apersi, Djunaidi Abdillah, bahkan mendorong agar kebijakan pembebasan PPN dapat ditetapkan untuk satu tahun penuh secara permanen ke depan.

Menurutnya, rumah komersial yang dapat memanfaatkan fasilitas ini biasanya adalah stok siap huni (ready stock), yang memerlukan waktu pembangunan sekitar enam bulan. Dengan kepastian insentif yang lebih panjang, para pengembang akan lebih berani mengambil keputusan investasi.

Dorong Permintaan Rumah Kecil

Dari sisi analisis ekonomi, kebijakan ini juga mendapat respons positif. Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, menilai PPN DTP sangat efektif dalam mendorong penjualan rumah kecil, terutama di tengah penurunan daya beli masyarakat kelas menengah.

“Kalau syaratnya seperti sebelumnya, misalnya maksimal harga Rp2 miliar, maka insentif ini bisa sangat membantu pertumbuhan sektor properti terutama permintaan kepada rumah kecil, termasuk dari kelas menengah yang daya belinya turun,” jelas Faisal.

Faisal juga menekankan bahwa rumah kecil menjadi pilihan paling realistis di tengah keterbatasan lahan dan tekanan harga. Rumah tipe kecil kini tumbuh lebih pesat dibandingkan segmen rumah menengah dan besar yang justru cenderung stagnan.

Kendati demikian, Faisal mengingatkan bahwa insentif PPN DTP ini tidak dapat dibandingkan langsung dengan bantuan subsidi upah atau diskon listrik. Menurutnya, cakupan penerima PPN DTP lebih terbatas karena hanya menyasar masyarakat yang siap membeli rumah pertama.

“Diskon listrik itu lebih luas penerimanya. Misalnya, rumah dengan daya 2.200 VA, mayoritas dari kelas menengah ke bawah semua dapat, sedangkan PPN DTP hanya menyasar masyarakat yang memang siap beli rumah, atau belum punya rumah dan ingin beli rumah pertama,” ungkapnya.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index