JAKARTA - Kinerja harga batu bara kembali menunjukkan penguatan tipis di tengah tekanan pasar global yang masih diliputi kekhawatiran kelebihan pasokan. Pergerakan harga yang membaik ini terutama dipicu oleh meningkatnya aktivitas pembelian dari pembangkit listrik di China, yang mulai menambah cadangan bahan bakar fosilnya.
Pada perdagangan Kamis, 17 Juli 2025, harga batu bara Newcastle untuk kontrak Juli 2025 tercatat naik sebesar US$ 0,5 menjadi US$ 110,5 per ton. Untuk kontrak Agustus 2025, harganya meningkat lebih tinggi, yaitu sebesar US$ 0,6 menjadi US$ 112,1 per ton. Sementara kontrak September 2025 bergerak stagnan dengan pelemahan tipis sebesar US$ 0,05 menjadi US$ 112,1 per ton.
China Naikkan Cadangan, Tekan Risiko Deflasi
Penguatan harga yang terjadi di Newcastle terjadi meski pasar batu bara global masih dalam tekanan akibat kelebihan pasokan. Berdasarkan laporan terkini, pemicu utama penguatan adalah instruksi pemerintah China yang mewajibkan pembangkit listrik domestik untuk menambah cadangan batu bara sebesar 10%.
Langkah tersebut diambil dalam rangka memanfaatkan harga komoditas yang masih relatif rendah, sekaligus menjadi strategi pemerintah China untuk menekan risiko deflasi produsen yang terus meningkat. Kebutuhan cadangan tambahan ini mendorong pembelian oleh operator pembangkit listrik, yang kemudian berdampak langsung pada tren harga.
Kebijakan tersebut juga menandakan bagaimana China, sebagai konsumen batu bara terbesar dunia, masih memainkan peran signifikan dalam mempengaruhi dinamika harga global.
Harga Batu Bara di Eropa Justru Melemah
Berbeda dengan pasar Newcastle, pergerakan harga batu bara di bursa Rotterdam mencatat pelemahan pada semua kontrak utama. Harga kontrak Juli 2025 di Rotterdam turun sebesar US$ 0,35 menjadi US$ 104,8 per ton. Untuk Agustus 2025, penurunan lebih dalam terjadi, yakni sebesar US$ 0,7 menjadi US$ 102,7 per ton. Sementara kontrak September 2025 terpangkas US$ 0,75 menjadi US$ 103,6 per ton.
Pelemahan harga di pasar Eropa terjadi seiring dengan meningkatnya produksi domestik di beberapa negara serta dorongan kuat penggunaan energi terbarukan, yang secara perlahan mengurangi ketergantungan pada batu bara.
Tren Produksi dan Konsumsi di China
Di sisi produksi, China mencatatkan peningkatan produksi batu bara domestik sebesar 4% pada Mei 2025 dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Angka ini menunjukkan konsistensi terhadap rencana pemerintah untuk meningkatkan total output sebesar 1,5% pada tahun ini, dengan target mencapai 4,82 miliar ton.
Kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari capaian rekor produksi yang dicatatkan pada 2024, dan mencerminkan komitmen pemerintah China dalam menjaga pasokan energi nasional di tengah transformasi menuju energi hijau.
Sementara itu, dari sisi konsumsi, data terbaru menunjukkan bahwa produksi listrik berbasis batu bara di China mengalami penurunan 4,7% secara tahunan pada kuartal I-2025. Hal ini disebabkan oleh turunnya permintaan listrik serta peningkatan pasokan dari pembangkit berbasis energi terbarukan, seperti tenaga surya dan angin.
Meski demikian, secara keseluruhan, batu bara masih menjadi tulang punggung energi China, terutama untuk kebutuhan beban dasar (base load) pembangkit.
Risiko Ekspor Newcastle Dihadang Tarif Impor
Meskipun pasar Newcastle saat ini menikmati momentum kenaikan harga, terdapat potensi hambatan dari sisi ekspor ke depan. Prospek pengiriman batu bara termal premium dari pelabuhan Newcastle ke dua pasar utamanya—Korea Selatan dan Jepang menghadapi tekanan baru. Hal ini menyusul wacana penerapan kembali tarif impor terhadap batu bara dari Australia oleh kedua negara tersebut.
Jika diterapkan, kebijakan tarif tersebut bisa mengurangi daya saing batu bara Newcastle di pasar Asia Timur, sekaligus mempersempit ruang kenaikan harga di tengah tingginya pasokan global.
Kenaikan harga batu bara Newcastle pada pertengahan Juli 2025 menegaskan bahwa sentimen pasar tetap sangat dipengaruhi oleh kebijakan China, terutama dalam hal pembelian cadangan oleh pembangkit listrik. Sementara pasar Eropa mencatat pelemahan akibat pasokan yang melimpah dan pergeseran energi, dinamika di Asia khususnya China masih memegang kendali terhadap pergerakan harga global.
Ke depan, faktor-faktor seperti kebijakan perdagangan, tekanan deflasi di negara produsen, serta transisi energi di pasar-pasar utama akan terus menjadi elemen penting yang menentukan arah pasar batu bara dunia.