JAKARTA - BPJS Kesehatan kembali menegaskan bahwa kondisi keuangan mereka tetap dalam posisi yang sehat meski menghadapi berbagai tantangan. Pada 2024, iuran yang berhasil dikumpulkan mencapai angka Rp 165 triliun, sementara aset netto BPJS Kesehatan tercatat sebesar Rp 49,52 triliun. Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menyatakan bahwa lembaganya mampu membayar klaim selama tiga bulan ke depan, sebuah indikator stabilitas yang penting.
“Kami bisa bayar klaim untuk tiga bulan,” ungkap Ghufron. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2018, BPJS Kesehatan dianggap sehat apabila memiliki tabungan yang bisa membayar klaim antara 1,5 hingga 6 kali lipat. Meski demikian, Ghufron juga menyebutkan bahwa agar Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dapat terus berlanjut dan diperpanjang masa berlakunya, diperlukan intervensi dari pemerintah.
“Sudah ada beberapa skenario yang kami buat untuk menghadapi kemungkinan defisit ke depan,” katanya. Beberapa opsi yang sedang dipertimbangkan termasuk penyesuaian iuran dan evaluasi ulang manfaat yang diberikan. Namun, Ghufron menegaskan bahwa penentuan tarif iuran bukan berada di tangan BPJS Kesehatan, melainkan kewenangan pemerintah.
Tantangan yang Masih Menghantui JKN
Meski kondisi keuangan terbilang sehat, BPJS Kesehatan menghadapi sejumlah tantangan yang perlu diperhatikan. Jumlah peserta BPJS pada tahun 2025 mencapai 280,2 juta jiwa, yang berarti sekitar 98 persen penduduk Indonesia sudah terdaftar. Dari total tersebut, ada sekitar 1,8 juta peserta yang menggunakan layanan JKN setiap hari.
Namun, di balik jumlah peserta yang besar tersebut, terdapat masalah besar terkait iuran peserta yang tidak aktif. Sekitar 77,3 persen dari total peserta tercatat belum membayar iuran secara aktif. Menurut Ghufron, kondisi ini biasanya terjadi karena peserta melakukan pergantian jenis kepesertaan, misalnya dari penerima bantuan iuran (PBI) menjadi peserta mandiri atau segmen lain. “Tidak aktif itu bukan berarti tidak bisa akses. Saat lapor (ke kantor BPJS Kesehatan) bisa aktif,” jelasnya.
Selain itu, biaya klaim untuk delapan jenis penyakit katastropik terus meningkat. Klaim untuk penyakit ini naik lebih dari Rp 4 triliun dari 2023 ke 2024. Beban biaya klaim yang besar ini menjadi salah satu faktor tekanan terhadap keuangan BPJS Kesehatan.
Untuk meningkatkan jangkauan pelayanan, BPJS Kesehatan mengoperasikan layanan BPJS Keliling di hampir 38 ribu titik dengan hampir satu juta transaksi. Kerja sama dengan pemerintah daerah juga terjalin melalui layanan satu atap di Mal Pelayanan Publik yang tersebar di 227 titik. Hingga tahun 2024, layanan ini telah menghasilkan lebih dari 379 ribu transaksi, sebagai upaya menjangkau peserta di pelosok dan memudahkan akses layanan.
JKN Menuju Fase Dewasa dengan Pengelolaan yang Terpercaya
Ketua Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, Abdul Kadir, menyampaikan bahwa capaian kinerja BPJS pada 2024 merupakan tonggak penting bagi program JKN. Program yang dimulai pada 1 Januari 2014 ini kini memasuki fase maturitas, di mana pengelolaan yang baik dan transparan menjadi kunci keberhasilan.
“Pengelolaan program JKN yang mengusung prinsip good governance juga diawasi oleh banyak pihak, terlebih undang-undang mengamanahkan BPJS Kesehatan sebagai badan publik yang bertanggung jawab kepada Presiden,” ujarnya. Abdul Kadir menambahkan bahwa program JKN kini telah menjadi salah satu program strategis nasional yang berhasil memberikan pemerataan akses layanan kesehatan kepada masyarakat.
Menurut Kadir, keberhasilan BPJS Kesehatan bukan hanya dilihat dari angka-angka keuangan, melainkan juga dari meningkatnya kepercayaan publik dan kualitas layanan yang dirasakan oleh peserta di seluruh Indonesia.
Dengan kondisi keuangan yang tetap sehat, namun berbagai tantangan di depan mata, keberlanjutan JKN sangat bergantung pada kebijakan pemerintah dan sinergi seluruh pemangku kepentingan. Penguatan sistem pembiayaan dan perluasan layanan akan menjadi kunci dalam menjaga agar program ini tetap mampu melayani masyarakat secara merata dan berkelanjutan.