Apa itu surrogate mother? Dengan kemajuan teknologi medis, pasangan suami istri kini bisa memiliki anak melalui janin dari wanita lain.
Metode ini dikenal dengan istilah surrogate mother atau ibu pengganti. Namun, banyak orang masih belum sepenuhnya memahami bagaimana metode ibu pengganti ini bekerja.
Surrogate mother bukanlah istilah baru. Ibu pengganti adalah wanita yang bersedia meminjamkan rahimnya untuk membantu pasangan mendapatkan keturunan.
Kehamilan pada ibu pengganti biasanya terjadi lewat inseminasi buatan menggunakan sperma ayah. Selain itu, ada juga proses fertilisasi in vitro (IVF), di mana sel telur ibu kandung dan sperma ayah ditempatkan dalam rahim ibu pengganti.
Selama kehamilan, ibu pengganti akan mengandung bayi hingga lahir. Menurut WebMD, tidak ada hubungan genetik antara ibu pengganti dan bayi karena telur yang digunakan bukan berasal dari ibu pengganti tersebut.
Metode ini biasanya dipilih oleh pasangan yang mengalami kendala kehamilan, seperti masalah pada rahim, operasi pengangkatan rahim (histerektomi), atau kondisi medis tertentu seperti penyakit jantung.
Penggunaan ibu pengganti juga mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk status ibu kandung dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon ibu pengganti.
Untuk informasi lebih lengkap mengenai hal ini, simak penjelasan berikut tentang apa itu surrogate mother.
Apa Itu Surrogate Mother atau Ibu Pengganti?
Apa itu surrogate mother? Metode ini digunakan ketika seorang wanita mengandung dan melahirkan bayi bagi pasangan yang mengalami kesulitan memiliki anak secara alami, misalnya karena masalah kesuburan pada salah satu pasangan.
Pada metode ini, wanita lain meminjamkan rahimnya untuk membantu proses reproduksi pasangan tersebut.
Surrogacy awalnya populer di Amerika Serikat dan Eropa dengan pengaturan hukum yang ketat agar tidak disalahgunakan.
Ada dua jenis surrogacy yang dikenal, yaitu gestational surrogacy, di mana hanya rahim yang dipinjam tanpa menggunakan sel telur wanita pengganti, serta genetic surrogacy, yang melibatkan rahim sekaligus sel telur wanita tersebut.
Dalam dunia medis, proses ini sering terkait dengan fertilisasi in vitro (IVF), yaitu pembuahan sel telur dan sperma di luar tubuh dalam tabung khusus sebelum ditanamkan ke dalam rahim.
IVF pertama kali berhasil dilakukan oleh dokter Inggris Robert G. Edwards dan Patrick Steptoe pada tahun 1970-an, yang dianggap telah membuka jalan baru dalam reproduksi manusia.
Calon ibu pengganti biasanya harus berusia minimal 21 tahun dan memiliki riwayat melahirkan anak yang sehat serta memiliki kondisi mental yang kuat.
American Society of Reproductive Medicine mengharuskan mereka menjalani pemeriksaan fisik lengkap, termasuk skrining untuk penyakit menular seperti sifilis, gonore, klamidia, HIV, cytomegalovirus, serta hepatitis B dan C.
Vaksinasi terhadap penyakit seperti campak, rubella, dan cacar air juga wajib dilakukan.
Selain itu, ibu pengganti harus menandatangani perjanjian yang mengatur tanggung jawabnya selama kehamilan, termasuk perawatan prenatal dan persetujuan untuk menyerahkan bayi setelah lahir.
Beberapa negara sudah memiliki regulasi khusus terkait surrogacy, namun di beberapa tempat metode ini masih ilegal.
Permintaan akan ibu pengganti terus meningkat secara global, namun mencari calon pengganti yang tepat tidaklah mudah.
Negara-negara seperti Amerika Serikat, Meksiko, India, Thailand, Ukraina, dan Rusia dikenal sebagai pusat layanan surrogacy, meskipun biayanya bisa mencapai puluhan ribu dolar Amerika.
Hukum Surrogate Mother di Indonesia
Saat ini, metode bayi tabung tengah populer dan berkembang hingga memunculkan konsep ibu pengganti.
Meskipun tingkat keberhasilannya belum terlalu tinggi, prosedur ini sangat diminati oleh pasangan yang ingin segera memiliki anak atau yang sudah lama menikah namun belum dikaruniai keturunan.
Pertanyaan yang muncul adalah apakah prosedur surrogacy diperbolehkan bagi warga negara Indonesia? Berikut penjelasannya:
Surrogacy masih jarang dikenal oleh masyarakat Indonesia karena pemerintah melarang praktik ini.
Dalam Pasal 127 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, disebutkan bahwa upaya kehamilan di luar cara alami hanya boleh dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah.
Proses pembuahan sperma dan sel telur pasangan ini kemudian ditanamkan di rahim wanita menggunakan tenaga medis profesional dan fasilitas medis lengkap.
Prosedur yang tidak alami untuk memperoleh keturunan ini dikenal sebagai fertilisasi in vitro (IVF). Selain itu, surrogacy menjadi solusi bagi pasangan yang kesulitan memiliki anak secara konvensional.
Metode ini memberikan keuntungan finansial bagi ibu pengganti karena biaya sewa rahim biasanya sangat tinggi, sering kali mencapai lebih dari 100 juta rupiah.
Namun, aspek kesehatan, etika, serta kesejahteraan psikologis orang tua dan anak yang lahir dari metode ini harus dipertimbangkan secara matang sebelum mengambil keputusan.
Masalah Etika Surrogate Mother
Isu etika yang muncul terkait dengan ibu pengganti mencakup beberapa pertanyaan penting, seperti:
- Seberapa besar perhatian masyarakat terhadap kemungkinan eksploitasi, komoditisasi, atau pemaksaan terhadap perempuan yang dibayar untuk mengandung dan melahirkan, terutama saat terdapat ketimpangan kekuasaan dan hak antara pasangan yang memesan dan ibu pengganti?
- Sejauh mana perempuan diperbolehkan untuk membuat perjanjian yang mengatur penggunaan tubuh mereka?
- Bagaimana hak kontraktual dasar perempuan terkait tubuh mereka harus dihormati?
- Apakah perjanjian surrogacy setara dengan kontrak kerja, kontrak prostitusi, atau bahkan kontrak perbudakan?
- Jenis perjanjian seperti apa yang sebaiknya diterapkan dalam surrogacy?
- Apakah negara berhak memaksa seorang wanita menjalani kondisi tertentu dalam kontraknya, misalnya memaksa melahirkan embrio yang ingin digugurkan atau menggugurkan embrio yang ingin dipertahankan?
- Bagaimana definisi sebenarnya dari keibuan?
- Apa hubungan dan peran antara ibu genetik, ibu yang mengandung, dan ibu sosial?
- Apakah mungkin bagi beberapa ibu diakui secara sosial atau hukum berdasarkan kelahiran dan pengakuan?
- Apakah anak yang lahir melalui metode ini memiliki hak untuk mengetahui identitas semua pihak yang terlibat dalam proses konsepsi dan kelahirannya?
Masalah Pandangan Agama tentang Surrogate Mother
Setiap agama memiliki pandangan berbeda mengenai praktik ibu pengganti, yang biasanya terkait dengan sikap masing-masing terhadap teknologi reproduksi berbantuan secara umum.
Pandangan Islam tentang Ibu Pengganti
Profesor Hindun al-Khuli menjelaskan dalam bukunya Ta’zir al-Arham fi Fiqh al-Islami beberapa kasus persewaan rahim dan hukum penggunaannya menurut perspektif hukum Islam.
Perbedaan pendapat muncul karena praktik medis modern ini tidak dikenal pada masa awal Islam.
Menurutnya, para ulama sepakat bahwa beberapa bentuk ibu pengganti tidak diperbolehkan.
Pertama, pembuahan yang menggunakan sel telur dan sperma dari pihak luar (bukan pasangan suami istri sah), dimana donor memperoleh kompensasi materi, kemudian hasil pembuahan ditanamkan di rahim wanita lain untuk kepentingan pihak ketiga.
Kedua, sperma suami sah digunakan, tetapi sel telur dan rahim milik wanita lain yang bukan istrinya, dan anak yang lahir diberikan kepada pasangan tersebut.
Ketiga, sel telur istri sah dipakai, namun sperma berasal dari pria lain, sementara rahim yang mengandung adalah milik wanita lain. Setelah lahir, bayi diserahkan kepada pasangan yang memiliki sel telur tersebut.
Profesor Hindun juga menyebut ada dua bentuk praktik yang masih diperdebatkan ulama. Pertama, pembuahan dari sel telur dan sperma pasangan sah, lalu hasilnya ditanamkan ke rahim wanita lain yang tidak melakukan hubungan seksual.
Kedua, sel telur dan sperma dari istri sah, namun ditanamkan di rahim istri kedua atau wanita lain yang sah. Kedua praktik ini menjadi perdebatan di kalangan ahli.
Mayoritas ulama, termasuk Komite Fiqih Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dalam konferensi di Makkah (1985), Amman (1986), dan Dewan Riset Islam di Kairo (2001), menolak praktik tersebut.
Tokoh seperti Profesor Jadul Haq Ali Jadul Haq, mantan Mufti dan Syaikh al-Azhar, Mufti Syekh Ali Jumah dari Mesir, Syekh Thanthawi, Syekh Musthafa az-Zarqa, dan Syekh Yusuf al-Qaradhawi mendukung penolakan ini.
Namun, ada kelompok lain yang memperbolehkan dua bentuk ibu pengganti tersebut dengan syarat ketat.
Profesor Abdul Mu’thi al-Bayyumi, anggota Majelis Kajian Islam al-Azhar dan mantan dekan fakultas ushuluddin di universitas Islam tertua di dunia, menyatakan bahwa syarat tersebut meliputi rekomendasi medis kuat, pemeriksaan berkala yang ketat, kemampuan hamil dan stabilitas emosional ibu pengganti, serta pernyataan dari ibu pengganti bahwa anak yang akan dilahirkan adalah milik pasangan pemesan.
Pandangan Kristen tentang Surrogate Mother
Surrogate mother dari sudut pandang etika Kristen tidak dapat diterima oleh iman Kristen, karena dalam hal ini tampaknya bersaing dengan Tuhan.
Mungkin dari sudut pandang medis, surrogate mother baik-baik saja jika sel sperma dan sel telur berasal dari suami istri yang sah, tetapi dari sudut pandang moral Kristen hanya Tuhan yang dapat memutuskan dan menciptakan kehidupan dan produksi surrogate mother telah menyebabkan manusia membunuhnya. hak embrio untuk hidup.
Pengasingan ini jelas melanggar hukum Tuhan dalam Keluaran 20:13 “Jangan membunuh” yang termasuk dalam kesepuluh hukum Allah, merendahkan kodrat dirinya dan mencoba menabrak batasan posisinya.
Sperma seorang pria dibuahi dengan sel telur wanita lain dan ditanamkan di rahim wanita lain. Oleh karena itu mirip dengan apa yang terjadi pada Abraham, Sarah, dan Hagar dalam Kejadian 16, yang pada akhirnya menimbulkan konflik dan masalah.
Sel telur dan sperma dari pasangan suami istri yang sah dibuahi dan ditanamkan pada istri lain, dalam artian terjadi praktek poligami.
Hal ini dijelaskan dalam Markus 10: 11-12 yang berbunyi “Lalu katanya kepada mereka: “Barangsiapa menceraikan istrinya lalu kawin dengan wanita lain, ia hidup dalam perzinahan terhadap isterinya itu. Dan jika si istri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah”
Dari penjelasan diatas jelaslah betapa Allah menghendaki kekudusan dalam pernikahan karena Ia dari kesatuan suami istri yang Diinginkan ialah keturunan ilahi, sehingga kesetiaan menjadi faktor penentu yang sangat diperlukan dalam hubungan suami isteri (Maleakhi 2: 1516)2 AYAT-AYAT ALKITAB YANG MENENTANG SURROGATE MOTHER
”Apa yang telah Allah letakkan di bawah satu kuk hendaknya tidak dipisahkan manusia.” (Mat. 19:5, 6; Kej. 2:22-24).
Yesus menambahkan, ”Barangsiapa menceraikan istrinya kecuali percabulan dan menikah dengan orang lain, berbuat zina. (Mat 19:9)
Pemahaman ini jelas bahwa Alkitab tidak memberikan penjelasan tentang praktek surrogate mother. Hasilnya adalah hancurnya pernikahan suci.
Pandangan Yahudi tentang Surrogate Mother
Ahli hukum Yahudi telah memperdebatkan masalah ini, dengan beberapa berpendapat bahwa hak asuh ditentukan oleh wanita yang melahirkan sementara yang lain berpendapat bahwa orang tua genetik adalah orang tua yang sah.
Ini telah menjadi perdebatan hangat dalam beberapa tahun terakhir. Kemudian, organisasi keagamaan Yahudi menerima surrogacy jika apa yang dilakukan adalah surrogacy lengkap yang melibatkan sel gamet dari orang tua yang bersangkutan dan sel telur yang dibuahi spermatogenesis dilakukan melalui metode IVF.
Contoh Kasus Surrogate Mother
Indonesia
Kasus sewa rahim muncul pada Januari 2009 saat artis Zarima Mirafsur dituduh melakukan sewa rahim untuk IVF dengan beberapa pengusaha.
Menurut mantan pengacaranya, Ferry Juan, Zarima menerima mobil dan uang senilai Rp 50 juta sebagai imbalan atas sewa rahim tersebut.
Namun, Zarima membantah kabar ini.
Agnes menyatakan bahwa jika kasus sewa rahim Zarima tidak bisa diverifikasi, maka praktik tersebut kemungkinan masih dilakukan secara rahasia, berdasarkan tesis mahasiswanya yang sedang berjalan.
Dalam acara yang sama, Agnes bersama dua pembicara lain, Liek Wilardjo dari UKSW Salatiga dan Sofwan Dahlan, pakar hukum kesehatan dari Undip, berharap pemerintah memberi perhatian pada masalah ini.
Menurut mereka, sewa rahim bukan hanya soal biologi, tapi juga menyangkut aspek kehidupan dan kemanusiaan. Sofwan Dahlan menyebut, “Sejauh ini, undang-undang masih lambat merespon kebutuhan ini.”
Agnes dan Dahlan sama-sama menekankan bahwa diskusi soal sewa rahim penting untuk mengantisipasi masalah yang mungkin muncul. Banyak pasangan yang terpaksa mencari solusi ke luar negeri karena praktik ini belum diatur di dalam negeri.
Dr Iskandar mengaku menerima keluhan dari pasangan yang kesulitan hamil akibat faktor biologis wanita, namun ia tidak bisa menyarankan mereka untuk menggunakan jasa sewa rahim karena belum ada payung hukum yang mengaturnya di Indonesia.
Amerika
Di Amerika Serikat, ada kasus Mary Beth Whitehead, seorang ibu pengganti yang awalnya berkomitmen melahirkan bayi untuk pasangan William dan Elizabeth Stern. Namun saat proses selesai, Mary Beth memutuskan untuk menjaga bayi tersebut.
Konflik ini berujung di pengadilan New Jersey, yang memutuskan bahwa bayi akan diasuh oleh ayah kandungnya, sementara Mary Beth tetap mendapat hak asuh atas anak tersebut.
Kasus lain terjadi di Pengadilan Distrik Clark County, melibatkan Veronica Lynn Damon dan Sha’Kayila St. Mary, yang mengenal konsep ibu pengganti melalui klinik donasi sperma.
Veronica menyumbangkan sel telur dan sperma melalui klinik tersebut, sedangkan Sha’Kayila melahirkan anak dari pembuahan tersebut.
Dalam perjanjian, Veronica diakui sebagai “orang tua alami” dan Sha’Kayila sebagai “orang tua bukan biologis”. Namun setelah kelahiran, Sha’Kayila menuntut hak asuh anak.
Pengadilan Clark County memutuskan perjanjian surrogacy antara Veronica dan Sha’Kayila tidak sah. Menurut hukum Nevada, ibu kandung yang melahirkan anak adalah ibu yang sah secara hukum.
Mahkamah Agung Nevada memutuskan bahwa seorang wanita yang mengandung dan melahirkan anak adalah ibu kandung yang sah dan tidak berhak atas hak asuh. Keputusan ini membuka kemungkinan seorang anak memiliki dua ibu secara hukum.
Irlandia
Irlandia memiliki aturan khusus terkait anak yang lahir melalui proses surrogate di luar negeri. Persyaratan dokumen harus dipenuhi oleh orang tua dan wali sah dari ibu pengganti.
Umumnya, hanya orang tua atau wali yang berhak mengajukan dokumen perjalanan bagi anak yang berkewarganegaraan Irlandia.
Orang tua harus menjalani proses verifikasi untuk memastikan apakah anak yang lahir di luar negeri berstatus sebagai warga negara Irlandia. Dalam proses ini, pihak berwenang di Irlandia menerapkan hukum nasionalnya.
Penting dicatat bahwa akta kelahiran asing atau keputusan pengadilan dari luar negeri tidak selalu diakui secara hukum oleh pemerintah Irlandia atau otoritas terkait.
India
Di India, salah satu kasus sewa rahim melibatkan pasangan Chris dan Susan Morrison dari Inggris. Mereka membayar royalti sebesar £8.000 (sekitar Rp 116 juta) kepada seorang wanita India berusia 24 tahun sebagai biaya sewa rahim.
Pasangan ini memiliki anak kembar, Louis dan Freya, yang lahir di Mumbai pada 1 Maret 2009. Morrison memilih jalur sewa rahim karena memiliki kondisi darah yang membuatnya tidak bisa hamil secara alami selama sembilan bulan penuh.
Morrison menyatakan, “Ini adalah keajaiban. Kami kini memiliki dua anak, laki-laki dan perempuan. Ada saat saya merasa hal itu tidak akan pernah terjadi.”
Sebagai penutup, memahami apa itu surrogate mother membantu kita melihat berbagai aspek medis, hukum, dan etika terkait proses memiliki anak melalui ibu pengganti.