JAKARTA – Masalah utama dalam penyediaan hunian bagi masyarakat Indonesia adalah terbatasnya akses terhadap fasilitas pembiayaan rumah. Khususnya bagi pekerja sektor informal yang mayoritas tidak memiliki penghasilan tetap dan kontrak kerja jelas, sehingga sulit mendapatkan KPR dari bank atau lembaga keuangan.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa sekitar 60 persen angkatan kerja Indonesia berasal dari sektor informal. Mereka terdiri dari freelancer, pelaku usaha kecil, agen berbasis komisi, dan berbagai profesi lainnya yang penghasilannya tidak tetap. Kondisi ini menjadi kendala besar dalam memperoleh pembiayaan perumahan yang umumnya mensyaratkan penghasilan tetap dan rekam jejak kredit yang baik.
Marine Novita, Presiden Direktur MilikiRumah, menjelaskan bahwa program perumahan subsidi yang selama ini dirancang pemerintah belum sepenuhnya mengakomodasi kebutuhan pekerja informal. “Pemerintah perlu membuka ruang bagi solusi berbasis data dan partisipasi swasta, terutama yang menyasar sektor informal,” ujarnya pada acara diskusi publik di Jakarta.
Tantangan Pembiayaan untuk Pekerja Informal
Menurut Marine, kendala terbesar adalah risiko yang dianggap terlalu tinggi oleh bank terhadap pekerja informal. Meski banyak yang mampu membayar cicilan, ketidakpastian penghasilan dan rekam jejak kredit yang kurang baik membuat lembaga keuangan enggan memberikan pinjaman KPR.
Ditambah lagi, fenomena pinjaman daring (pindar) yang marak di kalangan generasi muda ikut memperburuk kondisi kolektabilitas. Data Perhimpunan Perusahaan Pembiayaan Indonesia (Perfindo) menunjukkan ada sekitar 14 juta pengguna pinjaman daring, di mana hampir setengahnya berusia antara 20 hingga 30 tahun. Kurangnya literasi keuangan membuat sebagian besar dari mereka kesulitan mengatur utang, sehingga memengaruhi rekam jejak kredit mereka.
Inovasi Program Pra KPR
Dalam menghadapi masalah ini, MilikiRumah memperkenalkan Program Pra KPR sebagai solusi inovatif bagi mereka yang belum memenuhi syarat fasilitas KPR. Program ini menyasar pekerja informal, pelaku UMKM, freelancer, hingga agen komisi agar bisa memiliki rumah dengan sistem yang lebih fleksibel.
“Program Pra KPR ini adalah upaya MilikiRumah membantu pemerintah dalam mencapai target Tiga Juta Rumah yang telah dicanangkan Presiden Prabowo Subianto,” tambah Marine Novita.
Konsep utama program ini adalah Rent-to-Own, di mana calon penghuni bisa langsung menempati rumah sebagai penyewa. Selama masa sewa, mereka mengikuti program pendampingan dan pelatihan keuangan, sekaligus secara bertahap mengurangi jumlah pinjaman yang dibutuhkan saat mengajukan KPR di kemudian hari.
Marine menjelaskan, “Kedisiplinan dalam membayar biaya sewa setiap bulan menjadi dasar untuk membuka akses pembiayaan dengan bank sekaligus sedikit demi sedikit mengurangi plafon pinjaman yang dibutuhkan. Skema ini sudah ada sebelumnya, tetapi inovasi kami adalah memperluas aksesnya kepada pekerja informal.”
Dukungan Swasta dan Pengembang
MilikiRumah juga menggandeng pihak swasta dan developer untuk mempercepat realisasi program ini. Salah satu mitra utama adalah Badak Perkasa Group yang tengah mengembangkan proyek Kota Cakra di Kabupaten Tangerang. Proyek ini mengusung konsep hunian terintegrasi dengan gaya hidup “everyday resort,” sekaligus menjadi pilot project Program Pra KPR.
“Melalui penyertaan modal, MilikiRumah menjadi bagian dari developer yang menawarkan hunian siap huni maupun inden, yang dapat disewakan terlebih dahulu dalam program Pra KPR,” kata Marine.
Menjawab Kebutuhan Hunian dan Kualitas Hidup
Menurut Marine Novita, kehadiran program ini sekaligus merespons kondisi pasar hunian yang makin menantang. Harga lahan dan biaya produksi yang terus meningkat membuat pemerintah mempertimbangkan rumah subsidi dengan luasan lebih kecil agar tetap terjangkau. Namun, solusi itu harus dibarengi inovasi dalam pembiayaan agar tak hanya memenuhi kuantitas tapi juga kualitas.
“Program perumahan dan desain rumah subsidi yang didesain pemerintah saat ini adalah momentum untuk berinovasi,” ujarnya.
Lebih lanjut, program ini diharapkan dapat mendorong para pelaku UMKM dan pekerja informal naik kelas, mendapatkan akses pembiayaan, serta tinggal di hunian nyaman dan terintegrasi dengan fasilitas yang menunjang produktivitas.
Dampak Positif bagi Pekerja Informal dan UMKM
Bagi pekerja informal, program Pra KPR memberikan harapan baru untuk memiliki rumah sendiri tanpa harus terbebani persyaratan pembiayaan yang berat. Hal ini menjadi angin segar di tengah sulitnya mendapatkan pinjaman bank dengan sistem yang kaku.
“Program ini memberikan kesempatan bagi pelaku usaha dan pekerja informal untuk memiliki hunian yang layak sekaligus mempersiapkan mereka untuk dapat mengakses KPR di masa depan,” jelas Marine.
Dengan begitu, pekerja informal tidak lagi harus menyewa rumah dalam jangka panjang tanpa kepastian, atau menghadapi risiko pinjaman tak terjangkau dari sumber nonformal.
Harapan untuk Perumahan Berkelanjutan
Pemerintah dan pelaku swasta diharapkan terus bersinergi dalam mendukung program seperti Pra KPR ini. Selain memenuhi target pembangunan rumah, hal ini juga akan berkontribusi pada pembangunan kota inklusif dan berkelanjutan.
Marine menegaskan, “Pekerja informal adalah pilar penting ekonomi Indonesia. Memberi mereka akses ke hunian bukan hanya soal tempat tinggal, tetapi juga investasi masa depan dan peningkatan kesejahteraan.”