JAKARTA - Anies Baswedan, tokoh nasional yang juga mantan Gubernur DKI Jakarta dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, menjadi pembicara utama dalam Konferensi Internasional The Urban Forum Arch:ID di Tangerang. Dalam forum yang dihadiri oleh arsitek dan perencana kota dari berbagai belahan dunia, Anies menyampaikan pandangannya tentang pentingnya peran arsitektur dalam membentuk kota yang tidak hanya estetis, tetapi juga berkeadilan sosial.
Anies memulai pidatonya dengan menyatakan kebanggaannya dapat bergabung dengan para arsitek, mengingat latar belakangnya yang bukan berasal dari disiplin arsitektur. "Memang menjadi suatu kebahagiaan untuk bisa bergabung dengan kalian semua (arsitek, red) dan ini adalah tempat di mana arsitektur tidak hanya dibahas. Saya percaya ini adalah tempat di mana arsitek juga sedang ditanyai, ditantang dan mungkin dibayangkan ulang," ujar Anies.
Dalam kesempatan tersebut, Anies menekankan bahwa kota adalah "tulisan hidup" yang mencerminkan identitas dan nilai-nilai masyarakatnya. Ia percaya bahwa arsitek memiliki peran penting dalam membaca dan menulis kota, sehingga menciptakan ruang yang tidak hanya fungsional tetapi juga mampu menjadi panggung keadilan dan ekspresi. "Saya sangat percaya bahwa kota adalah tulisan hidup. Di mana arsitek membantu kita dalam membaca dan menulis sehingga kita bisa memiliki kota yang memiliki ruang untuk dialog," tambahnya.
Lebih lanjut, Anies mengaitkan pandangannya dengan prinsip-prinsip dalam Pancasila, khususnya sila kelima yang menekankan pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ia menyebutkan bahwa prinsip-prinsip tersebut menjadi "bintang pemandu" dalam setiap kebijakan dan keputusan yang diambil sepanjang kariernya. "Ini adalah bintang pemandu Pancasila kami. Ideologi, pendekatan dan nilai-nilai telah membantu setiap tugas dan setiap keputusan di sepanjang karir saya," ungkap Anies.
Anies juga mengingatkan bahwa pembangunan kota harus mempertimbangkan konteks sosial dan lingkungan sekitar. Ketika menjabat sebagai Rektor Universitas Paramadina, ia menyadari adanya kesenjangan antara kampus dan lingkungan sekitar yang masih terisolasi. "Sulit untuk menerima bahwa ada tempat belajar yang terisolasi dari lingkungan sekitar. Jadi kami membuat program beasiswa khusus untuk anak-anak di lingkungan kampus," kenangnya.
Selain itu, Anies menyoroti pentingnya mengurangi kesenjangan kesempatan antara pusat kota dan daerah terpencil. Ia menginisiasi Program Indonesia Mengajar sebagai langkah konkret untuk memastikan bahwa setiap anak di Indonesia memiliki kesempatan yang setara dalam pendidikan. "Kami ingin memastikan bahwa kami adalah bagian dari semua itu. Yang ingin memastikan bahwa kesenjangan kesempatan bisa dikurangi," tegasnya.
Melalui forum ini, Anies berharap dapat menginspirasi para arsitek dan perencana kota untuk tidak hanya fokus pada aspek teknis dan estetika, tetapi juga pada dampak sosial dari setiap desain dan kebijakan yang diambil. Ia mengajak semua pihak untuk bersama-sama membayangkan kota-kota di Indonesia sebagai ruang yang inklusif, berkeadilan, dan mampu mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan.
Dengan pandangan tersebut, Anies Baswedan menunjukkan komitmennya untuk membangun kota yang tidak hanya megah secara fisik, tetapi juga manusiawi dan berkeadilan. Sebagai pemimpin yang memiliki visi holistik, ia mengajak semua elemen masyarakat untuk berkolaborasi dalam menciptakan ruang hidup yang mencerminkan cita-cita bersama.
Forum seperti The Urban Forum Arch:ID menjadi platform penting untuk berdiskusi dan berbagi ide dalam merancang masa depan kota yang lebih baik. Melalui dialog dan kolaborasi, diharapkan dapat tercipta solusi inovatif yang menjawab tantangan perkotaan di masa depan.