Mendagri Tito Belum Nilai Surat Aceh Minta Bantuan PBB Terkait Bencana

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:33:21 WIB
Mendagri Tito Belum Nilai Surat Aceh Minta Bantuan PBB Terkait Bencana

JAKARTA - Pemerintah pusat kini menaruh perhatian pada langkah yang diambil Pemerintah Provinsi Aceh terkait penanganan bencana. Permintaan bantuan kepada lembaga internasional menjadi topik yang mengemuka dalam diskusi publik.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menanggapi langkah tersebut dengan sikap hati-hati. Ia menegaskan belum akan memberikan penilaian sebelum memahami isi surat yang dimaksud.

Pernyataan itu disampaikan Tito saat ditemui di Istana Kepresidenan Republik Indonesia, Jakarta. Momen tersebut terjadi pada Senin malam setelah Sidang Kabinet Paripurna.

Ketika ditanya soal surat permintaan bantuan yang dilayangkan Aceh, Tito memilih tidak berkomentar panjang. Ia menyampaikan respons singkat kepada wartawan.

“Nanti kita pelajari,” kata Mendagri Tito Karnavian saat dimintai tanggapan. Ucapan tersebut menegaskan bahwa pemerintah pusat belum mengambil sikap resmi.

Dalam kesempatan yang sama, Tito mengaku belum membaca surat tersebut. Ia menyebut belum mengetahui detail bantuan yang diminta oleh Pemerintah Provinsi Aceh.

“Saya belum baca, saya belum tahu bentuk bantuannya seperti apa,” ujar Tito. Pernyataan ini menandakan proses evaluasi masih berada di tahap awal.

Sikap Mendagri tersebut menunjukkan kehati-hatian dalam menyikapi keterlibatan lembaga internasional. Pemerintah pusat ingin memastikan semua langkah sesuai dengan mekanisme yang berlaku.

Permintaan bantuan Aceh sendiri ditujukan kepada dua badan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedua lembaga itu adalah United Nations Development Program dan United Nations International Children's Emergency Fund.

Langkah ini kemudian dikonfirmasi oleh Pemerintah Provinsi Aceh. Juru bicara Pemprov Aceh, Muhammad MTA, membenarkan adanya surat tersebut.

Muhammad MTA menyampaikan pernyataan itu kepada wartawan pada Minggu, 14 Desember 2025. Ia menjelaskan alasan di balik permintaan bantuan tersebut.

Menurutnya, UNDP dan UNICEF memiliki pengalaman panjang di Aceh. Kedua lembaga itu terlibat dalam pemulihan dan rehabilitasi pascabencana tsunami tahun 2004.

“Benar (sudah melayangkan surat, red.), (karena) mempertimbangkan mereka lembaga resmi PBB yang ada di Indonesia, maka meminta keterlibatan mereka dalam pemulihan,” kata Muhammad MTA. Ia menilai keterlibatan tersebut sangat dibutuhkan dalam situasi saat ini.

Muhammad MTA menegaskan bahwa langkah ini bukan tanpa pertimbangan. Pemerintah Aceh melihat kebutuhan besar dalam proses pemulihan pascabencana.

“Kami rasa sangat dibutuhkan,” lanjutnya. Pernyataan ini menggambarkan urgensi bantuan tambahan bagi daerah terdampak.

Aceh saat ini menghadapi dampak besar akibat bencana alam. Sejumlah wilayah mengalami kerusakan parah dan membutuhkan penanganan cepat.

Selain lembaga internasional, banyak pihak lain juga terlibat dalam respons kebencanaan. Muhammad MTA menyebutkan data jumlah lembaga dan relawan yang sudah masuk ke Aceh.

Setidaknya terdapat 77 lembaga yang terlibat dalam penanganan bencana. Selain itu, ada sekitar 1.960 relawan yang turun langsung ke lapangan.

Para relawan tersebut menyebar ke daerah-daerah terdampak. Mereka membantu menyalurkan bantuan dan mendampingi para pengungsi.

Lembaga yang terlibat berasal dari berbagai latar belakang. Ada organisasi non-pemerintah lokal, nasional, hingga internasional.

Kehadiran berbagai lembaga ini memperkuat upaya penanganan darurat. Bantuan yang diberikan mencakup kebutuhan dasar hingga layanan pendampingan.

Muhammad MTA menyebut jumlah keterlibatan kemungkinan masih akan bertambah. Respons kebencanaan diperkirakan terus berkembang seiring kebutuhan di lapangan.

“Besar kemungkinan keterlibatan lembaga dan relawan akan terus bertambah dalam respons kebencanaan ini,” kata dia. Pernyataan ini menegaskan terbukanya ruang kolaborasi yang lebih luas.

Atas nama masyarakat Aceh, pemerintah daerah menyampaikan apresiasi. Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang terlibat.

“Atas nama masyarakat Aceh dan korban, Gubernur sangat berterima kasih atas niat baik dan kontribusi yang sedang mereka berikan demi pemulihan Aceh,” ujar Muhammad MTA. Pesan ini mencerminkan rasa hormat dan penghargaan dari pemerintah daerah.

Gubernur yang dimaksud dalam pernyataan tersebut adalah Gubernur Aceh Muzakir Manaf. Ia disebut aktif memantau perkembangan penanganan bencana.

Bencana alam yang melanda tidak hanya terjadi di Aceh. Wilayah lain di Sumatera juga mengalami dampak serius.

Banjir bandang dan longsor menerjang sejumlah kabupaten dan kota. Peristiwa ini terjadi di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

Bencana tersebut terjadi pada 25 November 2025. Dampaknya terasa luas dan menimbulkan korban dalam jumlah besar.

Hingga Senin, 15 Desember 2025, data korban terus diperbarui. Jumlah korban jiwa tercatat mencapai 1.030 orang.

Selain korban meninggal, ada pula warga yang dinyatakan hilang. Hingga tanggal tersebut, sebanyak 206 orang belum ditemukan.

Jumlah pengungsi juga tergolong sangat besar. Per 15 Desember 2025, tercatat 608.940 orang harus mengungsi.

Para pengungsi tersebar di berbagai lokasi penampungan. Mereka membutuhkan bantuan logistik, kesehatan, dan dukungan psikososial.

Kondisi ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah daerah. Kapasitas penanganan darurat diuji oleh skala bencana yang luas.

Dalam situasi seperti ini, kolaborasi lintas pihak menjadi penting. Pemerintah daerah, pusat, dan lembaga lain perlu bersinergi.

Permintaan bantuan ke lembaga PBB dilihat sebagai salah satu upaya mempercepat pemulihan. Aceh ingin memastikan kebutuhan pengungsi dapat terpenuhi.

Namun, pemerintah pusat tetap menekankan perlunya kajian. Setiap bentuk bantuan harus dipahami secara menyeluruh.

Sikap Mendagri menunjukkan kehati-hatian dalam pengambilan keputusan. Pemerintah pusat ingin memastikan koordinasi berjalan baik.

Proses evaluasi surat permintaan bantuan masih berlangsung. Tito menegaskan akan mempelajari isi surat tersebut lebih dulu.

Langkah ini diharapkan dapat menghasilkan keputusan yang tepat. Tujuannya agar bantuan benar-benar efektif bagi masyarakat terdampak.

Bencana besar yang terjadi menjadi pengingat akan pentingnya kesiapsiagaan. Penanganan pascabencana membutuhkan perencanaan matang.

Aceh memiliki pengalaman panjang dalam menghadapi bencana. Pengalaman masa lalu menjadi dasar dalam mengambil langkah saat ini.

Dengan dukungan berbagai pihak, pemulihan diharapkan dapat berjalan optimal. Fokus utama tetap pada keselamatan dan kesejahteraan korban.

Pemerintah pusat dan daerah diharapkan terus berkoordinasi. Kerja sama ini menjadi kunci dalam menghadapi krisis kemanusiaan.

Ke depan, respons terhadap bencana akan terus dievaluasi. Setiap langkah diharapkan membawa dampak positif bagi masyarakat.

Situasi ini masih terus berkembang. Publik menanti hasil kajian pemerintah pusat terkait permintaan bantuan tersebut.

Dengan berbagai upaya yang dilakukan, harapan pemulihan Aceh tetap terbuka. Dukungan kolektif menjadi kekuatan utama dalam menghadapi bencana besar ini.

Terkini