JAKARTA - Harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit kemitraan plasma di Provinsi Riau kembali mengalami penurunan pada pekan terakhir Oktober 2025. Dinas Perkebunan (Disbun) Riau resmi mengumumkan harga terbaru yang berlaku untuk periode 29 Oktober hingga 4 November 2025.
Penyesuaian harga ini menjadi perhatian pelaku industri sawit dan petani plasma karena terjadi di tengah fluktuasi harga minyak sawit mentah (CPO) dunia. Pemerintah daerah menilai perubahan tersebut merupakan bagian dari dinamika pasar yang wajar dan perlu disikapi dengan langkah strategis oleh petani maupun perusahaan.
Penurunan Harga TBS dan Detail Perubahannya
Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Disbun Riau, Dr. Defris Hatmaja, menjelaskan bahwa penurunan harga kali ini terjadi hampir di semua kelompok umur tanaman sawit. Namun, kelompok umur 9 tahun mencatat penurunan paling tinggi, yakni sebesar Rp24,24 per kilogram atau sekitar 0,66 persen dibandingkan minggu sebelumnya.
“Sehingga harga pembelian TBS petani untuk periode satu minggu ke depan turun menjadi Rp3.653,60 per kilogram, dengan harga cangkang sebesar Rp18,30 per kilogram,” ujar Dr. Defris Hatmaja di Pekanbaru.
Penurunan ini sekaligus menandai koreksi harga kedua dalam tiga pekan terakhir setelah sebelumnya sempat mengalami penguatan. Kondisi ini menunjukkan adanya tekanan baru terhadap harga TBS akibat perubahan faktor eksternal, termasuk harga ekspor dan permintaan global.
Faktor Penyebab Penurunan Harga Sawit
Menurut penjelasan Disbun, salah satu penyebab utama penurunan harga TBS adalah pelemahan harga CPO di pasar internasional. Harga komoditas tersebut dipengaruhi oleh pergerakan nilai tukar, peningkatan produksi, dan kebijakan ekspor dari negara produsen utama seperti Indonesia dan Malaysia.
Selain itu, peningkatan stok CPO di dalam negeri turut menekan harga jual di tingkat pabrik. Dengan pasokan yang melimpah, permintaan pabrikan terhadap TBS cenderung menurun, sehingga berdampak langsung pada harga yang diterima petani plasma.
Dampak Bagi Petani dan Strategi Menghadapinya
Penurunan harga ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi petani sawit di Riau yang sangat bergantung pada stabilitas harga TBS. Dalam kondisi seperti ini, petani diimbau untuk memperkuat kemitraan dengan perusahaan agar memiliki akses pasar dan pembiayaan yang lebih baik.
Dr. Defris menyebutkan, Disbun Riau terus mendorong petani agar meningkatkan produktivitas kebun dan efisiensi biaya produksi. “Kualitas buah menjadi faktor penting agar petani tetap mendapatkan harga terbaik, meski pasar sedang melemah,” jelasnya.
Selain itu, pemerintah daerah juga terus berupaya menjaga keseimbangan antara produksi dan permintaan dengan mengoptimalkan sistem tata niaga sawit yang transparan. Dengan demikian, fluktuasi harga diharapkan tidak menimbulkan gejolak ekonomi di tingkat petani.
Peran Disbun dalam Menjaga Stabilitas Harga
Dinas Perkebunan Riau memiliki peran strategis dalam memastikan bahwa penetapan harga TBS berlangsung transparan dan adil. Mekanisme penetapan harga dilakukan melalui rapat bersama antara pemerintah daerah, perusahaan perkebunan, dan perwakilan petani plasma.
Setiap minggu, tim penetapan harga melakukan evaluasi terhadap data produksi, harga CPO, serta kondisi pasar global untuk menentukan harga acuan terbaru. Proses ini dilakukan secara terbuka agar semua pihak memahami dasar penetapan dan dapat menyesuaikan strategi bisnisnya.
Selain menetapkan harga, Disbun juga memantau tingkat rendemen minyak dan kadar asam lemak bebas (ALB) yang memengaruhi nilai jual. Dengan pengawasan yang ketat, pemerintah berharap tidak ada pihak yang dirugikan dalam rantai pasok industri kelapa sawit.
Potensi Pemulihan Harga dan Arah Pasar ke Depan
Meski harga TBS pekan ini mengalami penurunan, Disbun Riau optimistis pasar sawit masih memiliki potensi pemulihan. Tren jangka menengah menunjukkan adanya peluang penguatan kembali seiring dengan meningkatnya permintaan global terhadap minyak nabati.
Pemerintah pusat juga tengah memperluas kebijakan hilirisasi sawit untuk mendorong nilai tambah di dalam negeri. Dengan program tersebut, permintaan bahan baku dari sektor industri bioenergi, oleokimia, dan pangan diharapkan meningkat signifikan.
Selain itu, momentum akhir tahun biasanya diikuti dengan naiknya permintaan CPO dari negara tujuan ekspor utama seperti India dan Tiongkok. Faktor musiman ini dapat memberikan dorongan positif bagi harga sawit Indonesia, termasuk di wilayah Riau.
Dorongan untuk Meningkatkan Produktivitas dan Efisiensi
Di tengah fluktuasi harga, peningkatan produktivitas menjadi strategi utama agar petani tetap memperoleh keuntungan yang optimal. Disbun Riau terus memberikan pendampingan teknis, terutama terkait peremajaan kebun dan penerapan teknologi pertanian modern.
“Petani harus memanfaatkan peluang dari program peremajaan sawit rakyat dan memperhatikan praktik budidaya berkelanjutan. Ini penting untuk menjaga produktivitas jangka panjang dan memastikan harga jual tetap kompetitif,” ungkap Defris.
Selain produktivitas, efisiensi biaya operasional di tingkat petani juga menjadi fokus perhatian. Penggunaan pupuk organik, pengelolaan limbah, serta kerja sama dalam kelompok tani diharapkan mampu menekan biaya produksi dan meningkatkan daya saing.
Komitmen Pemerintah Daerah terhadap Petani Sawit
Pemerintah Provinsi Riau terus memperkuat ekosistem industri sawit berkelanjutan melalui berbagai kebijakan pendukung. Salah satunya adalah peningkatan akses petani terhadap pembiayaan hijau dan sertifikasi keberlanjutan seperti ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil).
Langkah ini diharapkan dapat membuka peluang ekspor yang lebih luas dan memberikan nilai tambah bagi petani plasma. Dengan sistem kemitraan yang transparan, seluruh pihak dalam rantai industri sawit dapat tumbuh bersama secara berkelanjutan.
Selain itu, kolaborasi dengan lembaga riset dan perguruan tinggi terus diperkuat untuk menghasilkan inovasi baru di bidang perkebunan. Pemerintah menargetkan Riau tetap menjadi provinsi penghasil sawit terbesar dengan sistem yang efisien dan ramah lingkungan.
Optimisme di Tengah Dinamika Pasar
Kendati harga sawit mengalami koreksi, petani dan pelaku industri di Riau diharapkan tetap optimistis menghadapi dinamika pasar. Penurunan harga jangka pendek bukan berarti ancaman, melainkan sinyal untuk beradaptasi dengan perubahan global.
Melalui strategi pengelolaan risiko, peningkatan produktivitas, dan diversifikasi produk turunan sawit, sektor ini diyakini mampu menjaga daya tahan ekonominya. Disbun Riau menegaskan akan terus memantau pergerakan pasar dan berkoordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan untuk melindungi kepentingan petani.
Dengan kerja sama yang solid antara pemerintah, perusahaan, dan petani, industri sawit Riau diharapkan tetap menjadi motor penggerak ekonomi daerah sekaligus tulang punggung ekspor nasional.