PLN Akselerasi Energi Hijau dengan Floating Solar dan Infrastruktur Cerdas

Rabu, 22 Oktober 2025 | 08:00:24 WIB
PLN Akselerasi Energi Hijau dengan Floating Solar dan Infrastruktur Cerdas

JAKARTA - Ribuan panel surya kini berjejer di Waduk Cirata, Jawa Barat, menandai babak baru energi bersih di Indonesia. Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata menjadi PLTS terapung terbesar di Asia Tenggara dan ketiga terbesar di dunia.

PLTS Cirata diresmikan pada 9 November 2023 melalui kolaborasi PLN Nusantara Power dengan perusahaan asal Uni Emirat Arab, Masdar. Proyek ini merupakan simbol langkah Indonesia mengurangi ketergantungan pada sumber energi fosil.

Selain Cirata, PLN juga membangun PLTS terapung Saguling di Waduk Saguling, Kabupaten Bandung Barat, dengan kapasitas 92 MWp. Kehadiran pembangkit ramah lingkungan ini mendukung target energi hijau yang andal dan berkelanjutan.

Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmen Indonesia mencapai net zero emissions (NZE). Ia yakin target NZE bisa tercapai pada 2060, bahkan lebih cepat, melalui penggunaan energi baru terbarukan (EBT).

"Energi baru terbarukan itu energi masa depan, jadi kita harus genjot pembangkit surya, hidro, panas bumi, dan bioenergi," kata Prabowo dalam RAPBN 2026, di Kompleks Parlemen Senayan.

Pentingnya Akselerasi Energi Hijau

Perubahan iklim kini mulai terasa nyata dengan suhu bumi meningkat dan cuaca ekstrem yang lebih sering. Sektor energi menjadi salah satu penyumbang emisi karbon terbesar di dunia.

Pada 2024, emisi CO2 terkait energi meningkat 0,8% mencapai 37,8 gigaton, menurut laporan International Energy Agency. Konsentrasi CO2 di atmosfer menembus rekor 422,5 ppm, 3 ppm lebih tinggi dari 2023 dan 50% lebih tinggi dari era pra-industri.

Energi fosil bersifat terbatas, sedangkan energi hijau menawarkan pasokan berkelanjutan dan ramah lingkungan. Prabowo menekankan, akselerasi energi hijau juga menjaga ketahanan dan kemandirian energi nasional.

Selain itu, kebijakan energi hijau berorientasi pada efisiensi biaya, keberlanjutan lingkungan, dan pemerataan kesejahteraan masyarakat. "Kita bisa menghasilkan energi efisien, tidak terlalu mahal dengan memotong jalur logistik mahal," ujarnya.

Penambahan kapasitas EBT pada Semester I 2025 tercatat 876,5 MW, naik 15% dibanding total penambahan 2024. Total kapasitas EBT Semester I 2025 setara 14,5% dari total pembangkit nasional, menunjukkan tren transisi energi yang positif.

Strategi Pemerintah Mendorong Energi Terbarukan

Pemerintah menyiapkan berbagai strategi meningkatkan bauran EBT. Salah satunya melalui penggunaan 1 MW panel surya di setiap desa, yang jika diterapkan di 80.000 desa menghasilkan 80 GW energi.

Kolaborasi dengan investor domestik dan internasional menjadi bagian percepatan EBT. Regulasi yang cepat dan tidak berbelit juga disiapkan untuk mendukung percepatan transisi energi hijau.

RUPTL PT PLN 2025-2034 menargetkan penambahan pembangkit 69,5 GW, dengan porsi EBT 76%. Rinciannya meliputi tenaga surya 17,1 GW, tenaga air 11,7 GW, panas bumi 5,2 GW, bioenergi 0,9 GW, dan nuklir 0,5 GW.

Pembangkit hijau ini didukung sistem penyimpanan energi 10,3 GW, termasuk pumped storage PLTA 6 GW dan battery energy storage system (BESS) 4,3 GW. Infrastruktur ini dirancang untuk menyalurkan listrik dari daerah terpencil ke pusat kebutuhan energi.

Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menekankan lima elemen sustainability dalam perencanaan RUPTL. Fokusnya meliputi energy security, environmental sustainability, electricity system sustainability, corporate financial sustainability, dan fiscal sustainability.

Kolaborasi PLN dengan pihak swasta dianggap kunci mewujudkan target energi berkelanjutan. Sinergi ini juga mendorong pertumbuhan ekonomi dan memperkuat kedaulatan energi nasional.

Transformasi Energi dari Hulu ke Hilir

Transisi energi hijau dilakukan dari hulu hingga hilir. Di hulu, eksplorasi potensi EBT terus dilakukan, termasuk pembangunan 55 proyek EBT di 15 provinsi pada pertengahan 2025.

Proyek tersebut terdiri dari delapan PLTP dan 47 PLTS, dengan kapasitas total 379,7 MW. Sementara itu, energi bersih dialirkan ke berbagai sektor melalui proses elektrifikasi, pengolahan, dan distribusi yang lebih efisien.

Elektrifikasi juga menyasar transportasi dan rumah tangga. Program konversi kendaraan konvensional ke EV dan penggunaan kompor induksi mulai diterapkan, seperti di Cijantung, Jakarta Timur.

Industri juga merasakan dampak elektrifikasi, misalnya kawasan industri hijau di Kalimantan Utara. Listrik dari tenaga surya dan air mendukung operasional yang lebih efisien dan ramah lingkungan.

Integrasi Teknologi Pintar dan Green Super Grid

PLN menerapkan teknologi pintar melalui digital power plant dan smart grid. Green super grid sepanjang 47.758 km sirkuit dirancang menyalurkan energi hijau dari daerah terpencil ke pusat industri dan kota besar.

Gardu induk baru dengan kapasitas 107.950 MVA juga dibangun. Smart grid memungkinkan penyesuaian energi dari pembangkit terbarukan yang intermiten, seperti PLTS dan PLTB, sehingga sistem lebih fleksibel dan responsif.

Darmawan menegaskan, "Green super grid tidak hanya menghadirkan energi ramah lingkungan, tetapi juga mendukung swasembada energi berbasis kekuatan lokal." Infrastruktur ini menjadi tulang punggung transisi energi nasional.

Kolaborasi dan Pendanaan Sebagai Kunci Keberhasilan

Akselerasi energi hijau menuntut investasi besar, diperkirakan US$188 miliar atau Rp3.000 triliun untuk RUPTL 2025-2034. PLN mendorong partisipasi sektor swasta dan pembiayaan hijau untuk mengatasi tantangan ini.

Menurut Dirjen EBTKE Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, kolaborasi semua pihak menjadi solusi agar investasi dapat berjalan optimal. PLN berkomitmen menciptakan ekosistem yang kondusif bagi investor untuk mendukung transisi energi hijau.

Darmawan menambahkan, keberhasilan transisi energi hanya mungkin melalui kerja sama. Kolaborasi antara pemerintah, PLN, swasta, dan masyarakat menjadi kunci untuk mewujudkan energi bersih yang berkeadilan dan mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

Terkini