Dari Sampah Jadi Energi, Inovasi Hijau untuk Masa Depan Kota

Selasa, 16 September 2025 | 09:04:43 WIB
Dari Sampah Jadi Energi, Inovasi Hijau untuk Masa Depan Kota

JAKARTA - Di banyak kota Indonesia, pemandangan tumpukan sampah sudah menjadi bagian dari keseharian. Sungai dipenuhi plastik, TPA menggunung tanpa henti, sementara udara di sekitarnya dipenuhi bau menyengat. Lebih jauh lagi, gas metana yang keluar dari timbunan sampah menambah ancaman terhadap iklim global karena dampaknya jauh lebih berbahaya dibanding karbon dioksida.

Namun, di balik problem besar ini, tersimpan sebuah peluang yang justru bisa menjadi solusi. Sampah yang selama ini dianggap sebagai musibah, sejatinya dapat diubah menjadi sumber energi terbarukan. Gagasan inilah yang mendasari lahirnya Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa), yakni fasilitas yang mampu mengubah tumpukan sampah menjadi listrik yang bisa menggerakkan kehidupan.

Belajar dari Dunia: Sampah Jadi Sumber Cahaya

Konsep PLTSa bukanlah mimpi kosong. Jepang sudah membuktikannya selama puluhan tahun. Hampir semua kota besar mereka dilengkapi dengan fasilitas pengolah sampah modern berstandar emisi ketat, berdiri selaras dengan tata ruang perkotaan. Tidak hanya Jepang, Denmark bahkan berhasil menjadikan sebuah PLTSa bernama CopenHill sebagai ikon kota Kopenhagen. Fasilitas itu dilengkapi arena ski di atapnya, menjadikannya bukan hanya tempat pengolahan sampah, tetapi juga tujuan wisata sekaligus simbol inovasi perkotaan.

Gambaran ini begitu kontras dengan kondisi Indonesia. Di Jakarta, Surabaya, hingga Medan, proyek PLTSa sering kali tertahan. Bukan karena teknologi tidak tersedia, melainkan karena hambatan birokrasi dan tarik ulur kepentingan seputar biaya operasional atau tipping fee.

Tipping Fee, Antara Harapan dan Beban

Tipping fee sejatinya sederhana: biaya yang dibayarkan pemerintah daerah kepada pengelola PLTSa per ton sampah yang berhasil diolah. Namun, dalam praktiknya, mekanisme ini sering menjadi titik masalah. Pemerintah daerah menilai angka yang diminta investor terlalu tinggi dan memberatkan APBD, sementara investor merasa tawaran pemerintah tidak cukup untuk menutup biaya operasional.

Bahkan ketika sudah ada kesepakatan, realisasinya pun sering terkendala. Penundaan pembayaran membuat pengelola kesulitan menjaga arus kas, sehingga keberlanjutan operasional ikut terancam. Inilah gambaran nyata bahwa tantangan PLTSa bukan sekadar teknologi mesin, melainkan persoalan tata kelola yang kurang transparan.

Manfaat Nyata PLTSa Bagi Kota dan Warga

Terlepas dari berbagai hambatan, manfaat PLTSa tidak bisa diabaikan. Dengan fasilitas ini, volume sampah kota bisa berkurang hingga 90 persen. Emisi metana dapat ditekan, sementara energi listrik dihasilkan secara terkendali. Selain itu, lapangan kerja baru terbuka, lahan kota bisa terselamatkan dari timbunan sampah, dan fasilitas modern berpotensi menjadi pusat edukasi lingkungan bagi generasi muda.

PLTSa juga beriringan dengan konsep ekonomi sirkular. Dalam kerangka ini, masyarakat didorong untuk mengurangi konsumsi, menggunakan kembali barang, serta mendaur ulang. Barulah residu yang tidak dapat dimanfaatkan kembali diolah menjadi energi. Dengan cara ini, PLTSa bukan sekadar mesin pembakar sampah, melainkan bagian dari sistem berkelanjutan.

Tiga Kunci Sukses Pembangunan PLTSa

Untuk memastikan PLTSa benar-benar berhasil, ada beberapa tantangan utama yang harus diatasi:

-Harmonisasi regulasi
Saat ini, kewenangan pengelolaan sampah dan energi masih tersebar di banyak kementerian dan pemerintah daerah. Tanpa kepastian hukum yang jelas, investor akan ragu. Padahal landasan sudah ada, seperti Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang mewajibkan pemerintah menjamin pengelolaan ramah lingkungan, serta Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 yang secara khusus mendorong percepatan PLTSa di kota-kota besar. Konsistensi penerapan aturan menjadi kunci.

-Kepastian finansial
Tipping fee harus ditata dengan formula yang transparan dan adil. Pemerintah bisa mengembangkan skema kreatif seperti blended finance, insentif fiskal, atau subsidi silang dari tarif listrik. Dengan begitu, biaya operasional dapat dipastikan berkelanjutan tanpa terlalu membebani APBD maupun investor.

-Penyesuaian teknologi
Karakter sampah Indonesia berbeda dengan negara maju, karena kadar organiknya lebih tinggi. Teknologi impor tidak bisa langsung dipakai begitu saja. Diperlukan inovasi lokal dan penyesuaian agar mesin PLTSa benar-benar bisa bekerja optimal.

Selain itu, penerimaan publik menjadi faktor tak kalah penting. Selama PLTSa dianggap sebagai pabrik asap beracun, resistensi masyarakat akan muncul. Karenanya, fasilitas harus dirancang ramah lingkungan, terbuka, bahkan bisa sekaligus menjadi ruang rekreasi publik. Dengan begitu, warga merasa memiliki, bukan menolak keberadaannya.

Dari Sampah Menjadi Cahaya

Filosofi PLTSa sesungguhnya sederhana: sesuatu yang kita buang pun bisa memberi manfaat bila dikelola dengan benar. Dari sampah bisa lahir cahaya, dari kotoran bisa lahir energi yang bermanfaat.

Kini, Indonesia berada di persimpangan jalan. Jika kita terus menunda, TPA akan meluap, bau busuk akan semakin mengganggu, dan emisi metana akan menambah parah krisis iklim. Namun jika berani mengambil langkah, sampah bisa ditempatkan sebagai sumber daya baru yang menopang kebutuhan energi negeri.

Jepang dan Denmark sudah lebih dulu membuktikan bahwa PLTSa mampu menjadi solusi nyata. Indonesia pun bisa, sebab dasar hukum sudah tersedia, teknologi semakin mudah dijangkau, dan kebutuhan energi terus meningkat. Yang diperlukan hanya keberanian politik untuk menegakkan aturan secara konsisten, mengelola pembiayaan dengan kreatif, serta membangun kepercayaan publik melalui fasilitas yang ramah dan transparan.

PLTSa bukan sekadar proyek infrastruktur, melainkan simbol perubahan cara pandang. Dari melihat sampah sebagai beban, menjadi melihatnya sebagai potensi. Dari masalah yang merusak kota, menjadi peluang untuk menyalakan energi bersih. Pilihan kini ada di tangan kita: membiarkan sampah menumpuk tanpa arah, atau menjadikannya cahaya yang memberi kehidupan.

Terkini