8 Budaya Jepang Terkenal dengan Makna yang Mendalam

Jumat, 22 Agustus 2025 | 08:35:42 WIB
8 Budaya Jepang Terkenal dengan Makna yang Mendalam

JAKARTA - Ketika mendengar kata “Jepang”, banyak orang langsung teringat pada teknologi canggih, anime, atau kulinernya yang lezat. Namun, ada sisi lain dari negeri Sakura yang tidak kalah menarik, yaitu tradisi dan budayanya. Budaya-budaya ini bukan hanya sekadar tontonan atau atraksi wisata, melainkan bagian penting dari kehidupan masyarakat Jepang yang diwariskan turun-temurun.

Di balik setiap festival, pakaian, hingga kesenian, ada makna mendalam yang membentuk karakter bangsa Jepang. Mari mengenal lebih jauh beberapa budaya Jepang yang paling populer, unik, dan penuh nilai filosofi.

Seni dan Tradisi yang Tetap Hidup

1. Geisha: Seniman-Penghibur Tradisional Jepang
Geisha sering dianggap sebagai sosok misterius, padahal sebenarnya mereka adalah seniman dengan keterampilan tinggi dalam seni tradisional Jepang. Kata “Geisha” sendiri berarti orang seni, yakni mereka yang piawai menari, menyanyi, memainkan alat musik, atau terlibat dalam upacara minum teh.

Sejak abad ke-18, Geisha sudah hadir dan bertahan hingga kini, meskipun jumlahnya menurun. Dulunya, pria juga berperan sebagai Geisha, namun lambat laun peran ini lebih banyak dijalankan oleh perempuan. Mereka yang masih muda dan baru belajar disebut Maiko, sementara Geiko adalah sebutan lain yang muncul sejak Restorasi Meiji.

Tradisi pelatihan Geisha dimulai sejak usia belia, biasanya di rumah khusus bernama Okiya. Di sanalah mereka belajar seni sekaligus tinggal bersama mentor dan rekan seprofesi. Kini, Geisha modern lebih bersifat sukarela, tidak lagi diangkat oleh Okiya. Meski begitu, kehadiran Geisha masih menjadi daya tarik utama, khususnya di Kyoto.

2. Matsuri: Festival Penuh Warna
Matsuri adalah festival Jepang yang biasanya diadakan pada musim panas. Akar dari Matsuri berasal dari kegiatan keagamaan di kuil Shinto maupun Buddha, sebagai bentuk doa untuk panen, kesehatan, hingga keberhasilan. Kata matsuri sendiri berarti menyembah atau memuja.

Empat unsur selalu ada dalam Matsuri, yaitu penyucian (harai), persembahan, pembacaan doa (norito), dan pesta makan. Seiring perkembangan zaman, Matsuri tak lagi hanya bernuansa religius, tapi juga meriah dengan parade, tarian, hingga kuliner khas. Tidak heran bila wisatawan dari berbagai penjuru dunia selalu menanti festival ini.

3. Sadou: Upacara Minum Teh
Minum teh bagi orang Jepang bukan sekadar menikmati minuman hangat, melainkan ritual penuh makna. Upacara minum teh atau Sadou terbagi dua jenis, yaitu Ochakai yang lebih santai untuk perayaan kecil bersama kerabat, serta Chaji yang sifatnya formal dan bisa berlangsung hingga empat jam.

Tradisi ini awalnya dibawa dari Tiongkok oleh penganut Zen Buddha pada abad ke-6, lalu berkembang pesat di Jepang hingga abad ke-16. Dalam Sadou, setiap gerakan, posisi duduk, hingga cara menyajikan teh memiliki aturan tertentu. Lebih dari itu, upacara ini menekankan nilai penghormatan, ketenangan, dan kebersamaan antara tuan rumah serta tamu.

4. Kimono: Pakaian Tradisional Jepang
Kimono sudah dikenal hingga ke mancanegara sebagai simbol budaya Jepang. Pakaian ini awalnya hanya dipakai kalangan bangsawan pada periode Heian (794–1185), sebelum akhirnya menyebar ke masyarakat luas.

Kimono memiliki banyak jenis sesuai acara dan status pemakainya. Misalnya, Mofuku dipakai saat berduka, Tomesode dikenakan wanita menikah di acara pernikahan, sedangkan Furisode diperuntukkan bagi wanita lajang dalam acara formal. Selain indah, setiap detail kimono menyimpan makna, mulai dari motif hingga cara memakainya.

Budaya Jepang yang Dekat dengan Seni dan Alam

5. Tako: Layang-Layang Jepang
Menerbangkan layang-layang atau Tako adalah tradisi lama di Jepang, terutama saat tahun baru atau festival. Layang-layang dibuat dari kertas washi dengan rangka bambu, dihiasi warna cerah, lalu diterbangkan sebagai simbol doa dan harapan baik.

Festival layang-layang terbesar diadakan di Hamamatsu, Prefektur Shizuoka, setiap tanggal 3–5 Mei. Perayaan ini dikenal dengan nama Takoage-Gassen dan menjadi ajang doa untuk bayi yang baru lahir agar sehat dan bahagia.

6. Origami: Seni Melipat Kertas
Origami adalah seni melipat kertas menjadi bentuk binatang, bunga, atau benda. Berasal dari kata ori (lipat) dan gami (kertas), tradisi ini telah ada sejak zaman Heian.

Awalnya, origami digunakan dalam ritual keagamaan, namun seiring waktu menjadi kegiatan populer di berbagai kalangan. Kini, origami bahkan diajarkan di sekolah-sekolah di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Sederhana, tapi penuh filosofi: dari selembar kertas polos bisa tercipta bentuk indah jika dilipat dengan sabar.

7. Hanami: Menikmati Mekarnya Sakura
Hanami adalah tradisi menikmati keindahan bunga sakura yang mekar di musim semi. Dahulu hanya dilakukan bangsawan, namun sejak zaman Edo, tradisi ini juga dilakukan masyarakat umum.

Hanami biasanya diisi dengan piknik bersama keluarga atau teman di bawah pohon sakura, baik siang maupun malam hari. Mekarnya bunga sakura yang singkat menjadi pengingat bahwa keindahan hidup pun tidak berlangsung selamanya. Filosofi inilah yang membuat Hanami begitu bermakna bagi masyarakat Jepang.

8. Hanabi: Festival Kembang Api
Musim panas di Jepang identik dengan Hanabi atau pesta kembang api. Sejak zaman Edo, kembang api menjadi bagian penting perayaan musim panas sekaligus doa untuk arwah leluhur.

Festival Hanabi digelar di berbagai daerah dengan pertunjukan kembang api spektakuler. Beberapa yang terkenal antara lain Sumidagawa Hanabi Taikai di Tokyo dan Nagaoka Festival di Niigata. Cahaya kembang api yang indah di langit malam melambangkan keindahan yang singkat, mirip dengan filosofi bunga sakura.

Budaya Jepang tidak hanya indah untuk dilihat, tetapi juga sarat makna yang mendalam. Mulai dari Geisha yang melestarikan seni tradisional, Matsuri yang penuh doa dan sukacita, hingga Hanami yang mengajarkan arti keindahan yang fana. Semua ini menunjukkan bahwa masyarakat Jepang mampu menjaga warisan leluhur sambil tetap bergerak maju di era modern.

Dengan memahami sejarah dan makna di balik setiap tradisi, kita bisa lebih menghargai budaya Jepang bukan sekadar sebagai hiburan, melainkan sebagai cermin nilai kehidupan yang patut dipelajari.

Terkini