Daftar 10+ Tari Aceh Paling Populer yang Perlu Diketahui

Bru
Rabu, 20 Agustus 2025 | 10:27:01 WIB
tari Aceh

Tari Aceh jadi wujud kekayaan budaya Indonesia, berasal dari provinsi Aceh yang terletak di ujung barat Pulau Sumatera.

Wilayah ini dikenal memiliki warisan seni yang sangat beragam dan memikat, termasuk berbagai jenis tarian tradisional yang telah menjadi bagian penting dari identitas masyarakatnya.

Sebagaimana daerah-daerah lain di Nusantara, Aceh juga memiliki beragam produk budaya yang telah dikenal luas. Salah satu yang paling menonjol adalah tarian tradisional yang berasal dari daerah tersebut. 

Tarian-tarian ini bukan hanya menjadi hiburan semata, tetapi juga sarat akan nilai-nilai sejarah, spiritualitas, dan kebersamaan.

Aceh tidak hanya populer sebagai destinasi wisata religi dan kuliner, tetapi juga sebagai daerah yang memiliki kekayaan seni pertunjukan yang mendunia. 

Tari khas Aceh telah dikenal oleh masyarakat Indonesia dan bahkan menarik perhatian hingga ke mancanegara. 

Dalam informasi resmi dari pemerintah provinsi, disebutkan bahwa tarian tradisional Aceh berkembang secara turun-temurun dan telah menjadi simbol budaya yang melekat erat dalam kehidupan masyarakat setempat.

Ketika mendengar istilah "tari Aceh", banyak orang langsung teringat pada tari Saman. Namun, kenyataannya, Aceh memiliki banyak jenis tarian tradisional lainnya yang masing-masing menyimpan cerita dan makna yang unik. 

Setiap tarian mencerminkan nilai-nilai lokal dan sejarah panjang yang patut untuk dipelajari dan dilestarikan.

Lalu, apa saja jenis-jenis tarian tradisional dari Aceh dan bagaimana latar belakang serta makna di baliknya? Berikut ini adalah penjelasan lengkap mengenai jenis tari tradisional Aceh yang menarik untuk dikenali dan dipahami lebih dalam.

Daftar Tari Aceh yang Perlu Diketahui

Tari Aceh menyimpan beragam pesona tradisional yang patut dikenali. Berikut ini beberapa di antaranya:

1. Saman

Salah satu tarian paling ikonik dari Aceh adalah Saman. Pada tanggal 24 November 2011 di Bali, tarian ini secara resmi diakui oleh UNESCO sebagai bagian dari warisan budaya tak benda umat manusia. 

Berdasarkan hasil Seminar Nasional Forum yang diselenggarakan oleh AP2SENI (Asosiasi Prodi Pendidikan Seni Drama Tari dan Musik Indonesia) pada tahun 2015, tarian ini diciptakan oleh seorang ulama ternama dari Aceh bernama Syekh Syaman. 

Asal mula tarian ini berasal dari komunitas Gayo yang menetap di wilayah Aceh Tengah.

Saman merupakan jenis tarian yang menitikberatkan pada gerakan menepuk paha dan tangan, disertai dengan lantunan syair tertentu. 

Para penari mengenakan kostum berwarna cerah dan selama pertunjukan berlangsung, mereka membentuk pola lantai dan formasi yang khas. Dalam pelaksanaannya, penari berbaris membentuk garis horizontal. 

Formasi ini melambangkan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. Tarian ini juga mengandung nilai-nilai spiritual, khususnya dalam konteks ajaran Islam yang berkembang di Aceh. 

Posisi duduk para penari menyerupai posisi duduk di antara dua sujud dalam salat, yang mencerminkan barisan umat Islam saat menjalankan ibadah. 

Saman biasanya dipentaskan dalam berbagai acara adat dan keagamaan, seperti perayaan Idulfitri, Iduladha, khitanan, serta penyambutan tamu penting. 

Di komunitas Gayo, tarian ini juga digunakan untuk merayakan hasil panen yang melimpah sebagai bentuk rasa syukur.

2. Likok Pulo

Tarian ini berasal dari wilayah Ulee Paya, Mukim Pulau Beras Selatan, Pekan Badan, Aceh Besar. Penciptanya adalah seorang pedagang sekaligus ulama asal Arab bernama Syeh Ahmad Badron, yang memperkenalkan tarian ini sekitar tahun 1849.

Secara linguistik, nama tarian ini terdiri dari dua kata: "likok" yang berarti gerakan tari, dan "pulo" yang berarti pulau.

Pulau yang dimaksud adalah sebuah pulau kecil di ujung utara Sumatera yang dikenal dengan nama Pulau Beras atau Breuh. Berdasarkan catatan sejarah, tarian ini biasanya dipentaskan setelah masa tanam padi atau menjelang panen. 

Saat ini, tarian tersebut dikategorikan sebagai tarian hiburan dan pertunjukan, dan masih sering ditampilkan dalam upacara adat setelah proses menanam padi selesai.

Dalam pertunjukannya, penari menggunakan properti berupa bambu yang disebut boh likok. Komposisi gerakannya meliputi:

  • Penari duduk bersimpuh membentuk barisan yang saling berdekatan.
  • Seorang penari utama, disebut syekh, berada di tengah barisan.
  • Dua orang penabuh alat musik pemasik atau rapai ditempatkan di sisi kanan dan kiri barisan penari.
  • Gerakan tari melibatkan bagian atas tubuh, termasuk badan, tangan, dan kepala.

3. Malelang

Tarian ini berasal dari Aceh Selatan, tepatnya dari Desa Padang di Kecamatan Susoh. 

Malelang termasuk dalam kategori tarian hiburan dan pertunjukan, namun juga berfungsi sebagai sarana pendidikan dan penyampaian nasihat melalui syair yang dinyanyikan oleh para penari selama pertunjukan berlangsung.

Tarian ini biasanya ditampilkan dalam berbagai acara adat, seperti pesta pernikahan, khitanan, dan pelaksanaan nazar. 

Di Aceh, terdapat tradisi bahwa seseorang yang bernazar untuk memiliki anak akan menunaikan nazarnya dengan menyelenggarakan pertunjukan tarian ini.

Malelang umumnya ditarikan oleh perempuan dewasa, dengan jumlah penari antara 10 hingga 12 orang. Formasi tari dimulai dengan posisi melingkar, lalu bergerak maju ke depan, menuju tengah, dan kemudian keluar dari lingkaran.

4. Seudati

Salah satu bentuk seni gerak dari wilayah pesisir Aceh adalah Seudati, yang memiliki ciri khas tersendiri dalam setiap pertunjukannya. 

Tarian ini dibawakan oleh sepuluh pria, di mana delapan orang berperan sebagai penari dan dua lainnya bertugas menyanyikan syair sebagai pengiring.

Tidak seperti kebanyakan tarian yang menggunakan alat musik sebagai latar, Seudati justru tampil tanpa iringan instrumen. Sebagai gantinya, lantunan syair yang dibawakan oleh aneuk syahi menjadi elemen utama dalam pertunjukan.

Nama Seudati diyakini berasal dari istilah Arab "Syahadat", yang berarti pengakuan atas keesaan Tuhan dan kenabian Muhammad. Namun, ada pula pendapat yang menyebut bahwa istilah tersebut berasal dari kata "seurasi", yang berarti selaras atau kompak. 

Hal ini berkaitan dengan makna tarian yang menggambarkan berbagai persoalan sosial dan cara masyarakat menyelesaikannya secara kolektif.

Awalnya, tarian ini dikenal sebagai Ratoh atau Ratoih, yang berarti bentuk hiburan yang menggambarkan kegembiraan menjelang musim panen atau saat bulan purnama.

Dalam pertunjukannya, para penari mengenakan pakaian putih dipadukan dengan celana panjang polos, serta kain songket yang dikenakan di bagian pinggang hingga paha. 

Aksesoris tambahan berupa rencong dan ikat kepala berwarna merah turut melengkapi penampilan mereka, menjadi ciri khas dari tarian ini.

5. Ranub Lampuan

Ranub Lampuan merupakan salah satu bentuk seni gerak tradisional dari Banda Aceh yang termasuk dalam kategori tarian adat. Tarian ini diciptakan oleh Yuslizar sekitar tahun 1962. 

Dalam bahasa setempat, istilah Ranub Lampuan berarti sirih dalam wadah, yang merujuk pada tempat penyimpanan sirih pinang. Dalam tradisi masyarakat Aceh, tarian ini digunakan sebagai bentuk penghormatan kepada tamu. 

Pertunjukannya melibatkan tujuh penari perempuan, didukung oleh beberapa pemain musik. Alat musik tradisional seperti serune kalee dan geundrang digunakan sebagai pengiring, menciptakan suasana khas dalam setiap penampilan.

6. Labehaten

Tarian ini berasal dari wilayah Singkil, Aceh, dan memiliki makna yang berkaitan dengan hewan buas. Secara etimologis, istilah Labehaten berasal dari bahasa lokal yang berarti harimau. 

Nama ini mencerminkan gerakan para penari yang menyerupai perilaku hewan tersebut. Pertunjukan ini dibawakan oleh dua pria yang menari dengan gaya merangkak, meniru gerakan harimau. 

Salah satu penari akan mencari pasangannya di tengah keramaian acara pernikahan. Dalam adegan yang mengundang tawa, penari tersebut bersembunyi di antara kelompok wanita, yang kemudian mengusirnya sambil tertawa. 

Sepanjang pertunjukan, tarian ini diiringi oleh gendang dengan irama khas yang disebut Sikundidi.

7. Tuak Kukur

Tarian ini berasal dari wilayah Aceh Tengah, tepatnya dari komunitas Gayo. Selain bentuk seni gerak yang telah dikenal luas, komunitas ini juga memiliki Tuak Kukur sebagai bagian dari warisan budaya mereka.

Istilah "tuak" merujuk pada suara yang digunakan untuk mengusir burung, sedangkan "kukur" adalah nama burung balam dalam bahasa Gayo. Dengan demikian, nama tarian ini berarti usaha untuk menghalau burung balam.

Latar belakang tarian ini berkaitan dengan kehidupan para petani saat padi mulai menguning hingga masa panen. Tarian ini menggambarkan aktivitas petani dalam menjaga tanaman mereka dari gangguan burung yang mencari makan. 

Gerakan tari dimulai dengan mengayunkan tangan ke kanan dan kiri sambil memegang ujung kain. Biasanya, tarian ini dibawakan oleh tujuh perempuan muda dan dewasa.

8. Siwah

Salah satu bentuk seni gerak dari Aceh yang memiliki ciri khas unik adalah Siwah. Keistimewaan tarian ini terletak pada penggunaan senjata tajam sebagai bagian dari pertunjukan. 

Sekilas mungkin tampak menyerupai Dampeng, namun keduanya memiliki perbedaan yang jelas, terutama dalam susunan penarinya. Tarian ini menampilkan kemampuan bela diri serta kelincahan para penari. 

Dalam pertunjukannya, penari ditempatkan di berbagai posisi: sebagian berada di sisi lingkaran, sebagian di luar lingkaran, dan beberapa di bagian tengah. 

Di tengah pertunjukan, terdapat sosok dayang yang membawa ketan kuning sebagai persembahan. Menariknya, dayang ini adalah pria yang berperan sebagai wanita, lengkap dengan busana dan perhiasan khas perempuan. 

Setelah pertunjukan selesai, ketan kuning yang dijaga oleh dayang tersebut akan dibagikan kepada para penonton.

9. Kepur Nunguk

Nama tarian ini berasal dari gabungan dua kata: "kepur" yang berarti menyapu atau mengibarkan, dan "nunguk", nama burung dari wilayah Aceh. 

Huruf "N" dalam kata "nunguk" menunjukkan kepemilikan, seperti dalam frasa "anak Ni manuk" yang berarti anak milik burung. Dalam pertunjukannya, penari mengenakan kain yang digunakan untuk mengembangkan upah jerak. 

Gerakan utama tarian ini menyerupai kepakan sayap burung: ketika kain dikibaskan ke bawah, tubuh penari sedikit merendah, dan saat kain dikibaskan ke atas, tubuh ikut terangkat. Gerakan ini menjadi inti dari keseluruhan tarian.

10. Tarek Pukat

Tarian ini berasal dari wilayah pesisir dan terinspirasi dari kegiatan menarik jala yang biasa dilakukan oleh masyarakat setempat saat mencari ikan. Gerakannya sederhana, menggambarkan aktivitas nelayan Aceh dalam menangkap ikan di laut.

Tarek Pukat biasanya ditampilkan dalam berbagai acara budaya, termasuk upacara adat dan penyambutan tamu. Para penari mengenakan pakaian tradisional yang terdiri dari baju berlengan panjang, celana panjang, dan kerudung penutup kepala. 

Aksesoris tambahan seperti kain songket dan sabuk dikenakan di bagian pinggang, sementara kerudung dihias agar tampak lebih menarik. Penata rias turut berperan dalam mempercantik penampilan para penari.

Setelah seluruh kostum dan aksesoris dikenakan, penari memasuki arena pertunjukan dan mulai menampilkan gerakan khas menggunakan tali sebagai atribut utama, menyerupai gerakan menarik jala. 

Pertunjukan ini juga diiringi oleh kelompok musik pengiring khusus yang menambah semarak suasana.

11. Laweut

Nama tarian ini berasal dari istilah "selawat", yang berarti pujian atau sanjungan kepada Nabi Muhammad Sholallahu ‘alaihi wassalam, sosok yang dimuliakan dalam ajaran Islam. 

Nama tersebut dipilih karena syair yang mengiringi tarian ini banyak mengandung makna pujian kepada Nabi. Tujuan utama dari pertunjukan ini adalah sebagai sarana penyampaian pesan keagamaan. 

Oleh karena itu, setiap bait syair yang dinyanyikan memiliki makna yang dalam, mencakup nilai-nilai spiritual, sosial, pembangunan, dan lainnya.

Dalam pelaksanaannya, tarian ini tidak menggunakan alat musik sebagai pengiring. Sebaliknya, suara yang mengiringi berasal dari tubuh para penari itu sendiri. 

Bunyi-bunyian tersebut meliputi tepukan di dada, tangan, hentakan kaki, gerakan jari yang sopan dan teratur, serta vokal dari syahi yang menyanyikan syair-syair penuh makna.

12. Ratoh Duek

Tarian ini menggambarkan semangat kolektif dan solidaritas masyarakat Aceh. Keharmonisan antara syair dan ritme tepukan tangan para penari mencerminkan kekompakan yang terjalin dalam kehidupan sehari-hari.

Istilah "ratoh" berasal dari kata "rateb" dalam bahasa Arab, yang berarti kegiatan berzikir atau berdoa. Tarian ini tidak menggunakan properti khusus seperti beberapa tarian tradisional lainnya. 

Kostum yang dikenakan oleh penari merupakan pakaian khas Aceh yang telah mengalami modifikasi. Pakaian tersebut terdiri dari busana polos yang dipadukan dengan kain songket, hiasan kepala, dan ikat pinggang sebagai pelengkap.

Sebagai penutup, tari Aceh bukan sekadar hiburan, melainkan cerminan nilai budaya, sejarah, dan spiritualitas yang terus hidup dalam masyarakatnya.

Terkini

Menikmati Beragam Menu Lezat Marugame Udon di Indonesia

Selasa, 09 September 2025 | 16:26:18 WIB

Chocolate Bingsu, Dessert Segar Favorit Anak Muda Indonesia

Selasa, 09 September 2025 | 16:26:16 WIB

4 Spot Burnt Cheesecake Paling Lezat di Malang

Selasa, 09 September 2025 | 16:26:14 WIB

Menikmati Gelato Jogja: Ragam Rasa yang Menggoda Lidah

Selasa, 09 September 2025 | 16:26:12 WIB

Little Salt Bread Viral: 4 Menu Best Seller Wajib Coba

Selasa, 09 September 2025 | 16:26:10 WIB