Sejarah Tari Baksa Kembang, Fungsi, hingga Propertinya

Bru
Rabu, 20 Agustus 2025 | 11:40:34 WIB
sejarah Tari Baksa Kembang

Sejarah Tari Baksa Kembang berasal dari Keraton Banjar, Kalimantan Selatan, sebagai tarian penyambutan tamu kehormatan kerajaan.

Pada masa itu, tarian ini dibawakan oleh para putri kerajaan sebagai simbol keanggunan dan penghormatan. 

Kini, Tari Baksa Kembang telah berkembang menjadi bagian dari tradisi masyarakat Kalimantan Selatan dan sering ditampilkan dalam berbagai acara seperti pernikahan dan pertemuan keluarga.

Kata “kembang” dalam nama tarian ini merujuk pada properti utama yang digunakan dalam pertunjukan, yaitu bunga sebagai simbol keindahan dan kelembutan. Awalnya, tarian ini bersifat eksklusif dan hanya dipertunjukkan di lingkungan istana. 

Namun, seiring berjalannya waktu, Tari Baksa Kembang mulai diperkenalkan kepada masyarakat luas dan menjadi bagian dari kesenian rakyat yang lebih inklusif.

Tarian ini tidak hanya mencerminkan nilai estetika, tetapi juga menjadi warisan budaya yang memperlihatkan transformasi dari seni istana menuju seni pertunjukan masyarakat. 

Sejarah Tari Baksa Kembang menjadi bukti bagaimana tradisi kerajaan dapat beradaptasi dan tetap hidup dalam kehidupan sosial masyarakat modern.

Sejarah Tari Baksa Kembang dan Perkembangannya

Sejarah Tari Baksa Kembang berakar dari Keraton Banjar di Kalimantan Selatan, di mana tarian ini dikenal sebagai bentuk penyambutan tamu kehormatan yang dibawakan oleh para putri kerajaan. 

Tarian klasik ini kini telah menjadi bagian dari tradisi masyarakat, khususnya dalam acara pernikahan dan berbagai kegiatan keluarga lainnya.

Tari Baksa Kembang menggambarkan sosok putri remaja yang cantik dan ceria, sedang bermain di taman bunga. Penari yang membawakan tarian ini umumnya perempuan dan berjumlah ganjil. 

Gerakan yang ditampilkan mencerminkan kelembutan tuan rumah dalam menyambut tamu, sehingga suasana yang dihadirkan terasa hangat dan penuh keceriaan.

Nilai luhur yang terkandung dalam tarian ini adalah penghormatan terhadap tamu, sebuah sikap mulia yang mencerminkan budaya bangsa Indonesia. Tradisi menghargai kehadiran orang lain menjadi bagian penting yang dijunjung tinggi dalam masyarakat.

Pada awalnya, Tari Baksa Kembang memiliki berbagai versi di wilayah Banjar. Namun, para pelatih tari dari Kalimantan Selatan telah menyepakati bentuk baku dari tarian ini. 

Penari diwajibkan mengenakan mahkota Gajah Gemuling yang dihiasi dengan kembang goyang, sepasang bogam kecil yang diletakkan di mahkota, serta untaian kelapa muda bernama Halilipan. 

Selain itu, properti yang digunakan meliputi sepasang bunga kantil, kenanga, dan melati. Pertunjukan Tari Baksa Kembang diiringi oleh alunan gamelan dengan lagu-lagu yang telah ditetapkan, seperti Ayakan, Janklong, dan Kambang Muni. 

Sebelum mencapai bentuknya yang dikenal saat ini, tarian ini memiliki latar belakang sejarah yang menarik.

Konon, tarian ini terinspirasi dari kisah seorang putri dari Kerajaan Uripana yang memberikan bunga teratai merah kepada kekasihnya, seorang pangeran bernama Suria Wangsa Gangga dari kerajaan Dipa dan Baha. 

Tarian ini diyakini telah ada sejak masa Hindu, jauh sebelum pemerintahan Sultan Suriansyah, raja pertama Kerajaan Banjar.

Menurut ahli tari klasik Banjar, kemunculan Tari Baksa Kembang bersamaan dengan tarian lain seperti Baksa Lilin, Baksa Panah, Baksa Dadap, dan Baksa Tameng. 

Setelah berdirinya Kerajaan Banjar, tarian ini difungsikan sebagai penyambutan tamu kehormatan dan terus berkembang menjadi bagian dari budaya masyarakat Banjar.

Seiring waktu, Tari Baksa Kembang tidak hanya digunakan dalam acara kerajaan, tetapi juga tampil dalam berbagai kegiatan adat dan festival budaya di Kalimantan Selatan. 

Perubahan fungsi ini turut mendorong inovasi dalam busana dan gerakan tari, tanpa menghilangkan nilai tradisional serta ciri khasnya yang tetap dipertahankan hingga kini.

Fungsi, Makna, dan Filosofi Tari Baksa Kembang

Sebagai bagian dari warisan tari klasik Indonesia, tarian ini memiliki makna yang cukup khas. 

Awalnya, pertunjukan ini digunakan untuk menyambut tamu penting, namun seiring waktu, fungsinya berkembang menjadi bagian dari upacara pernikahan dan perayaan budaya seperti festival.

Makna yang terkandung dalam tarian ini berkaitan dengan cerita yang menjadi latar belakangnya, yaitu tentang seorang gadis muda yang memiliki wajah menawan dan sedang bermain dengan riang di taman penuh bunga. 

Gerakan yang dibawakan oleh penari perempuan dalam tarian ini menggambarkan kelembutan dan keluwesan, mencerminkan sikap ramah dari tuan rumah dalam menyambut tamu yang datang.

Selain menggambarkan keramahan, tarian ini juga mengandung nilai moral yang tinggi, yaitu pentingnya menghormati tamu. 

Sikap tersebut dianggap sebagai perilaku yang mulia dan perlu dijaga serta ditanamkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia, mengingat karakter bangsa yang dikenal ramah terhadap orang asing.

Di samping makna dan filosofi yang terkandung di dalamnya, tarian ini juga berfungsi sebagai hiburan sekaligus bentuk penyambutan. 

Tarian tradisional ini dapat dibawakan oleh satu penari perempuan atau secara berkelompok, dengan ketentuan jumlah penari harus ganjil.

Properti yang Digunakan dalam Tari Baksa Kembang

Tarian tradisional ini dinamakan dengan kata yang berarti bunga karena bunga menjadi elemen utama dalam properti yang digunakan oleh para penarinya. Selain bunga, terdapat berbagai perlengkapan lain yang melengkapi penampilan penari. 

Sebagai bagian dari seni pertunjukan klasik, tarian ini memiliki sekitar 15 properti yang digunakan dalam setiap penampilannya. Berikut penjelasan beberapa properti utama:

1. Mahkota Gajah Gemuling 

Properti ini merupakan hiasan kepala yang dikenakan oleh penari. Mahkota tersebut dihiasi dengan sepasang rangkaian bunga dan ornamen khas bernama halilipan. 

Bunga bogam ditempatkan di pelipis, sementara halilipan yang terbuat dari anyaman janur menjuntai di belakang sanggul. Nama halilipan diambil dari bentuk serangga lipan dan melambangkan sifat rendah hati.

2. Kembang Bogam 

Rangkaian bunga ini terdiri dari melati, mawar, kantil, dan kenanga. Kembang bogam dipasang di kedua sisi pelipis penari dan menjadi bagian penting dari hiasan kepala.

3. Halilipan 

Ornamen ini merupakan bagian dari mahkota dan menjadi ciri khas budaya Banjar. Bentuknya menyerupai serangga lipan dan ditempatkan di sanggul penari. 

Halilipan melambangkan kerendahan hati, sesuai dengan filosofi gerakan serangga yang selalu merayap ke tempat rendah.

4. Roncean Bunga 

Rangkaian bunga ini digunakan untuk mempercantik penampilan penari. Bunga yang dironce biasanya memiliki aroma harum seperti kantil, melati, dan kenanga, sehingga menambah kesan anggun pada wajah penari.

5. Sampur atau Selendang 

Selendang merupakan properti umum dalam berbagai tarian tradisional, termasuk dalam tarian ini. 

Penari mengenakan dua selendang berwarna cerah yang dililitkan di pinggang dan dibiarkan menjuntai di bagian depan tubuh, berfungsi sebagai pelengkap gerakan tari.

6. Kembang Goyang 

Properti ini berupa replika tangkai bunga berwarna emas yang dikenakan di atas kepala. Dinamakan demikian karena bunga tersebut akan bergoyang mengikuti gerakan kepala penari, menambah keindahan visual saat pertunjukan berlangsung.

7. Gelang 

Sebagai pelengkap kostum, penari mengenakan gelang berwarna emas dengan motif tumbuhan. Gelang ini dikenakan di kedua tangan dan berfungsi sebagai perhiasan yang mempercantik penampilan secara keseluruhan.

8. Anting Barumbai 

Properti ini dikenakan di kedua telinga penari. Anting barumbai biasanya dibuat dari emas murni atau logam mulia lain dan dihiasi dengan permata. Namun, saat ini banyak penari menggunakan versi replika dari bahan mainan. 

Ukurannya sedang, tidak terlalu besar atau kecil, sehingga nyaman dikenakan dan tidak mengganggu gerakan penari.

9. Mahkota Pancar Matahari 

Selain mahkota gajah gemuling, penari juga mengenakan mahkota pancar matahari sebagai hiasan kepala tambahan. Mahkota ini dikenakan di bagian atas kepala dan berukuran lebih besar. 

Mahkota ini juga umum digunakan oleh pengantin Banjar, biasanya terbuat dari logam yang dicat emas dan dihiasi dengan ukiran dua naga yang memperebutkan mustika. Di bagian atasnya terdapat kembang goyang yang berjajar dari sisi kanan ke kiri.

10. Gelang Kaki Giring-giring 

Properti ini dikenakan di kedua kaki penari dan dihiasi dengan kerincing yang menghasilkan bunyi saat penari bergerak. Bunyi tersebut menjadi elemen ritmis dalam pertunjukan, sehingga gelang ini dinamakan giring-giring.

11. Kida-kida 

Kain ini dikenakan untuk menutupi bahu, punggung atas, dan dada penari. 

Bentuknya menyerupai setengah lingkaran dan dihiasi dengan manik-manik yang dijahit membentuk motif tertentu, serta tambahan ornamen emas dan rumbai di sepanjang sisi depannya.

12. Kelat Bahu 

Biasanya digunakan dalam tarian tradisional Jawa Tengah, namun juga menjadi pelengkap kostum dalam tarian ini. 

Kelat bahu dikenakan di lengan atas dan terbuat dari logam yang dicat emas atau perak, serta dihiasi dengan manik-manik berbentuk batu permata imitasi.

13. Baju Kudak 

Merupakan kostum khas penari yang menyerupai kemben Jawa, namun menggunakan bahan berbeda. Warna yang digunakan biasanya emas atau warna cerah lainnya, dengan tambahan aksesoris agar tampak mengkilap dan menarik.

14. Tapih Air Guci 

Properti ini berupa kain beludru berukuran 2 x 1,5 meter dan sering digunakan sebagai dekorasi latar pelaminan dalam upacara adat Banjar. Tapih air guci memiliki tiga warna utama, masing-masing dengan makna tersendiri:

  • Biru kehitaman melambangkan kedalaman  
  • Hijau tua melambangkan kesuburan  
  • Merah melambangkan keberanian  

Selain warna, bagian lajur dan kolom pada kain ini juga memiliki filosofi.  

  • Lajur atas terdiri dari dahi dinding dan pembapang atas  
  • Lajur bawah terdiri dari pembapang bawah dan betis dinding  
  • Kolom kanan terdiri dari punca kanan dalam dan luar  
  • Kolom kiri terdiri dari punca kiwa dalam dan luar  
  • Bagian tengah disebut patangahan, biasanya bermotif bunga dalam jambangan

15. Ikat Pinggang 

Properti terakhir yang dikenakan oleh penari dalam pertunjukan ini adalah ikat pinggang yang dibuat dari logam berwarna perak atau emas. 

Ikat pinggang tersebut dihiasi dengan batu permata imitasi atau replika yang dibentuk dalam pola tertentu, menambah kesan elegan pada kostum penari.

Fungsi dari ikat pinggang ini tidak hanya sebagai aksesori, tetapi juga memiliki peran penting dalam menjaga kerapian kostum. 

Ikat pinggang digunakan untuk mengencangkan baju kudak yang dikenakan oleh penari, sekaligus menjadi tempat untuk melilitkan kedua sampur yang menjuntai di bagian depan tubuh.

Dengan demikian, seluruh properti yang digunakan dalam tarian ini berjumlah lima belas. Saat ini, pertunjukan tari tersebut telah berkembang dan melahirkan beberapa versi baru seperti jumanang, lagureh, tapung jali, dan kijik. 

Versi-versi ini biasanya ditampilkan dalam berbagai acara seperti hajatan, upacara adat, maupun pernikahan.

Walaupun telah mengalami berbagai modifikasi dan penambahan, perubahan tersebut tidak menghilangkan fungsi utama maupun ciri khas dari tarian ini. 

Nilai tradisional dan keunikan yang melekat tetap dijaga, menjadikan tarian ini sebagai bagian penting dari warisan budaya yang terus hidup dan berkembang.

Sebagai penutup, sejarah Tari Baksa Kembang mencerminkan kekayaan budaya Banjar yang terus dilestarikan melalui gerakan anggun dan makna penghormatan dalam setiap pertunjukannya.

Terkini

7 Jenis Tabungan BCA, Biaya Admin, dan Bunganya

Rabu, 10 September 2025 | 18:39:08 WIB

Alasan Shopee PayLater Tidak Bisa Digunakan dan Solusinya

Rabu, 10 September 2025 | 18:39:08 WIB

Asuransi Mobil All Risk: Manfaat, Jenis, dan Keutungannya

Rabu, 10 September 2025 | 18:39:08 WIB

10 Makanan Pencegah Kanker, Pasti Dibenci Sel Tumor Ganas!

Rabu, 10 September 2025 | 18:39:08 WIB

12 HP Gaming Murah 2025, Andal tanpa Mahal

Rabu, 10 September 2025 | 18:39:08 WIB