JAKARTA - Perpindahan pengawasan aset kripto di Indonesia kini mencapai tahap akhir. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi mengambil alih seluruh pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital, termasuk kripto dan turunannya, setelah Bappebti menandatangani addendum Berita Acara Serah Terima (BAST) pada Rabu, 30 Juli 2025. Dengan ini, masa transisi yang dimulai sejak 10 Januari 2025 tuntas dijalankan.
Seremoni penyerahan berlangsung dengan melibatkan Kepala Bappebti Tirta Karma Senjaya dan Deputi Komisioner OJK Luthfy Zain Fuadi, serta disaksikan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi dan Aset Digital OJK Hasan Fawzi. Penuntasan peralihan ini menandai babak baru regulasi industri kripto sesuai amanat UU P2SK dan PP No. 49 Tahun 2024.
Momentum Strategis dan Fokus Perlindungan Konsumen
Hasan Fawzi menegaskan, penandatanganan addendum ini bukan sekadar seremonial. Menurutnya, ini merupakan langkah strategis dalam membangun ekosistem keuangan digital yang sehat, terkendali, dan berorientasi pada perlindungan konsumen.
“OJK kini memegang amanah penuh untuk memastikan pengelolaan risiko, prinsip kehati-hatian, serta melindungi pengguna, terutama dalam instrumen derivatif kripto yang sebelumnya belum berada di bawah pengawasan resmi,” jelasnya.
Sementara itu, Tirta Karma Senjaya menekankan bahwa Bappebti akan tetap memberikan dukungan selama masa adaptasi OJK dalam mengelola aset digital. Mengingat kripto berbasis teknologi blockchain yang bersifat terbuka, pengawasan yang ketat dan terintegrasi menjadi kunci keamanan transaksi.
Landasan Hukum Kuat dan Harapan Pasar
Penyerahan kewenangan ini didasari oleh UU No. 4 Tahun 2023 tentang P2SK dan PP No. 49 Tahun 2024, yang mengatur peralihan pengawasan dari Bappebti kepada OJK. Dalam skema baru ini, OJK bertanggung jawab atas regulasi dan pengawasan aset digital dan derivatifnya, sementara Bank Indonesia mengawasi derivatif terkait valuta asing dan pasar uang.
Sebagai bagian dari persiapan transisi, OJK telah menerbitkan POJK No. 27/2024 dan SEOJK No. 20/SEOJK.07/2024 yang mengatur mekanisme perdagangan dan tata kelola aset digital, termasuk kripto. Selain itu, Sistem Perizinan dan Registrasi Terintegrasi (SPRINT) juga diluncurkan untuk mempermudah proses perizinan dan pemantauan berbasis digital.
Dengan pengawasan yang kini terpusat, industri kripto Indonesia memiliki kepastian hukum yang lebih jelas dan satu pintu regulasi. Langkah ini diharapkan mampu meminimalkan risiko pasar, mendorong pertumbuhan industri yang sehat, sekaligus meningkatkan kepercayaan investor dalam dan luar negeri.
OJK dan Bappebti menegaskan komitmennya untuk menjaga sinergi pasca-peralihan, memastikan transisi berjalan mulus, transparan, dan aman, agar industri aset digital bisa berkembang secara berkelanjutan dan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat.