JAKARTA - Pertemuan antara Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dan Presiden Prabowo Subianto pada Senin, 28 Juli 2025 berlangsung cukup lama dan intensif. Selama sekitar 3,5 jam, dari pukul 15.15 WIB hingga 18.35 WIB, keduanya berdiskusi mendalam di Istana Kepresidenan Jakarta.
Turut hadir dalam pertemuan tersebut Menteri Luar Negeri Sugiono dan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi. Agenda utama yang dibahas menyangkut dua isu strategis: capaian produksi minyak nasional (lifting) serta langkah mendongkrak Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
"Saya baru selesai melapor sama Bapak Presiden, yang pertama adalah saya melaporkan tentang lifting yang Insya Allah akan mencapai APBN 2025," ujar Bahlil usai keluar dari Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat.
Menurutnya, saat ini rata-rata produksi minyak nasional (lifting) berada di angka sekitar 602.000 barrel per hari untuk periode Juni hingga Juli. Ia optimistis angka tersebut akan mendekati target yang telah ditetapkan dalam APBN 2025.
Selain itu, strategi pencapaian target PNBP juga menjadi salah satu fokus. “Yang kedua tentang strategi untuk PNBP kita yang ditargetkan oleh APBN. Insya Allah mencapai target,” tambah Bahlil.
Rencana Impor Energi dari AS, Pangkas Ketergantungan pada Timur Tengah
Tak hanya soal produksi dan pendapatan, pembahasan juga menyentuh aspek perdagangan energi lintas negara, khususnya menyangkut rencana besar Indonesia mengimpor energi dari Amerika Serikat. Langkah ini menjadi tindak lanjut atas kesepakatan tarif impor sebesar 19 persen yang sebelumnya telah dicapai.
Bahlil menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia kini merancang mekanisme untuk impor bahan bakar minyak (BBM), crude oil, dan LPG dari AS senilai 15 miliar dolar AS. Imbas dari kebijakan ini, impor dari wilayah Timur Tengah dan Asia akan dikurangi secara bertahap.
"Dan itu pasti kita akan lakukan dengan langkah, dengan memperhatikan nilai keekonomian. Harganya harus kompetitif, sekarang kita lagi membuat perangkatnya," jelas Bahlil.
Impor LPG dari Amerika Serikat bahkan sudah mulai berjalan, karena kesepakatan untuk jenis energi tersebut telah lebih dulu tercapai. Namun, pasca-kesepakatan tarif resmi, volume LPG yang diimpor dari AS direncanakan akan meningkat.
"Volume peningkatannya sekarang kita lagi kerjakan. Nanti saya lihat rinciannya. (Ya) Mengurangi (impor) dari negara lain, Timur Tengah dan Asia," tegas Bahlil saat ditanya lebih lanjut mengenai implementasi kebijakan tersebut.
Kebijakan Berbasis Efisiensi dan Kepentingan Nasional
Strategi energi yang sedang dibentuk pemerintah bertumpu pada efisiensi ekonomi dan penguatan posisi Indonesia dalam pasar energi global. Prabowo Subianto, dalam kesempatan lain, menekankan bahwa negosiasi dengan mitra luar negeri, termasuk Amerika Serikat, harus berlandaskan pada prinsip perlindungan kepentingan rakyat Indonesia.
“Ini menjadi kewajiban saya untuk melindungi rakyat Indonesia,” ujar Prabowo, menanggapi proses negosiasi tarif impor energi dengan pihak AS sebelumnya.
Sementara itu, di tengah berbagai isu strategis yang sedang dikerjakan pemerintah, dinamika politik di seputar kabinet juga terus berlangsung. Wacana mengenai penempatan kantor dan perpindahan lokasi kerja Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menjadi perbincangan tersendiri. “Kemarin nyuruh saya berkantor di Papua, sekarang di IKN, pindah-pindah terus,” ujar Gibran dengan nada berseloroh dalam kesempatan berbeda.
Namun di luar isu-isu politik tersebut, pertemuan intensif antara Bahlil dan Prabowo memperlihatkan bahwa konsolidasi di sektor energi kini menjadi prioritas nasional. Dengan target yang ambisius di sektor lifting minyak dan strategi untuk memperkuat kontribusi sektor energi terhadap PNBP, pemerintah tampaknya tengah menata ulang arah kebijakan energi nasional.