JAKARTA - Persaingan industri teknologi pengawasan semakin ketat seiring membanjirnya produk CCTV berharga murah di pasar. Kondisi ini mendorong perusahaan global untuk menata ulang strategi agar tetap relevan dan berkelanjutan.
Axis Communications, perusahaan asal Swedia yang bergerak di bidang teknologi keamanan, mengambil langkah berbeda dalam menghadapi situasi tersebut. Perusahaan menegaskan fokus pada penguatan ekosistem bisnis ketimbang terjebak perang harga.
Pendekatan ini dinilai penting untuk menjaga pertumbuhan jangka panjang. Axis melihat kualitas dan integrasi solusi sebagai nilai utama yang dibutuhkan pasar.
Country Manager Axis Communications Indonesia Johny Dermawan menyampaikan bahwa kualitas menjadi fondasi utama strategi perusahaan. Menurutnya, harga bukan lagi faktor utama dalam menentukan keberhasilan bisnis teknologi pengawasan.
“Kita melihat harga sebagai sesuatu yang sekunder dari Axis. Karena Axis lebih mengoptimalkan dengan bekerja sama melalui ekosistem kami,” kata Johny, Rabu, 17 Desember 2025.
Ia menjelaskan bahwa Axis terus mengembangkan ekosistem agar mampu memberikan nilai tambah nyata bagi pelanggan. Fokus tersebut diyakini mampu menjaga daya saing di tengah tekanan harga.
Axis tidak memposisikan diri sebagai penyedia kamera semata. Perusahaan ingin hadir sebagai penyedia solusi menyeluruh yang relevan dengan kebutuhan industri.
Strategi Ekosistem dan Integrasi Solusi Menjadi Kunci
Johny menegaskan bahwa strategi Axis tidak bertumpu pada penurunan harga perangkat. Fokus utama perusahaan adalah menyediakan solusi yang benar-benar sesuai kebutuhan pelanggan.
Pendekatan ini diwujudkan melalui keterbukaan integrasi antar vendor. Dengan begitu, sistem integrator dapat merancang solusi yang paling tepat bagi pengguna akhir.
Axis memposisikan perannya sebagai bagian inti dalam sistem pengawasan. Perangkat Axis berfungsi sebagai “mata dan otak” yang dapat dikombinasikan dengan teknologi lain.
Kolaborasi tersebut memungkinkan solusi yang lebih fleksibel. Sistem dapat disesuaikan untuk mendukung keselamatan kerja hingga efisiensi proses bisnis.
Johny mencontohkan bahwa dalam proyek skala besar, biaya perangkat Axis hanya sebagian kecil dari total anggaran. Hal ini membuat harga bukan lagi isu utama selama solusi terpenuhi.
Tren efisiensi yang dilakukan banyak korporasi juga tidak dianggap sebagai ancaman besar. Pengadaan CCTV dinilai memiliki porsi kecil dibandingkan investasi IT lainnya.
“Customer bukan nyari kamera, tapi solusi untuk jaga efisiensi produksi, business process, atau keselamatan kerja. Seperti bikin nasi goreng, yang penting hasilnya enak,” ujarnya.
Analogi tersebut menggambarkan filosofi Axis dalam berbisnis. Perusahaan lebih menekankan hasil akhir dibandingkan komponen semata.
Pada tahun depan, Axis berencana memperkuat hubungan dengan para mitra bisnis. Jalur logistik juga menjadi fokus penting dalam penguatan ekosistem.
Johny optimistis pendekatan ini mampu menjaga pertumbuhan bisnis pada 2026. Axis tidak melihat kebutuhan untuk melakukan akuisisi besar atau inovasi radikal.
Dalam praktik bisnisnya, Axis mengadopsi pendekatan two-tier. Produk dijual ke distributor sebelum diteruskan ke sistem integrator atau pelanggan akhir.
Untuk memperkuat ekosistem tersebut, Axis menggandeng berbagai pihak. Konsultan desain turut dilibatkan dalam perencanaan solusi.
Kolaborasi dengan technology partner menjadi prioritas utama. Fokusnya pada pengembangan perangkat lunak analitik yang mudah diintegrasikan.
Johny menyebut banyak mitra teknologi mengembangkan software analitik yang berjalan di sistem Axis. Proses penggunaannya pun dibuat sederhana.
“Customer hanya perlu ke website mereka, beli software-nya, masukin serial number Axis, sudah bisa dipakai. Sangat mudah,” katanya.
Potensi Pasar Indonesia dan Solusi Keselamatan Kerja
Axis Communications mencatatkan pendapatan global sebesar US$1,8 miliar atau sekitar Rp29,9 triliun pada 2024. Pertumbuhan year-on-year perusahaan mencapai 7,4 persen.
Di Indonesia, Axis melihat potensi pasar yang sangat besar. Meskipun pendapatan berjalan dinamis, optimisme tetap terjaga.
Johny menyebut Axis memiliki kehadiran kuat di Asia Tenggara. Perusahaan memiliki kantor di Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, dan Vietnam.
“Indonesia adalah salah satu potensi market yang cukup besar untuk Axis,” ujarnya.
Saat ini, Axis lebih memprioritaskan knowledge sharing dibandingkan ekspansi agresif. Pendekatan ini dinilai lebih relevan dengan kondisi pasar.
Perusahaan baru saja melakukan renovasi kecil pada fasilitasnya. Langkah ini bertujuan memberi ruang bagi mitra dan pelanggan melihat langsung teknologi Axis.
Salah satu area yang semakin diminati adalah solusi keselamatan kerja. Banyak industri mulai memanfaatkan teknologi Axis untuk aspek ini.
Teknologi CCTV Axis mampu mendeteksi suhu dan memberikan kualitas gambar jernih saat minim cahaya. Sistem juga dapat memantau pergerakan dari jarak sangat jauh.
Fitur kustomisasi video turut disediakan untuk menjaga privasi. Hal ini menjadi nilai tambah dalam penerapan di berbagai sektor.
Di sektor pertambangan, Axis membantu menekan angka kecelakaan kerja. Kamera pengawas dipasang di alat berat seperti dump truck berukuran besar.
“Kita sarankan bukan hanya kamera, tapi juga strobe light sebagai indikator,” jelas Johny.
Kamera memastikan area belakang kendaraan aman sebelum proses unloading. Kondisi tambang yang berisik dan berdebu membuat pengawasan visual menjadi krusial.
Inisiatif ini tidak hanya meningkatkan keselamatan kerja. Efisiensi bisnis juga ikut terdongkrak.
Johny menjelaskan bahwa kecelakaan dapat menghentikan operasi tambang selama berjam-jam atau bahkan berhari-hari. Dampaknya bisa merembet ke rantai pasok.
Inovasi Cip Mandiri untuk Keamanan Menyeluruh
Axis juga mengambil langkah inovatif dengan mengembangkan chip atau System on Chip secara mandiri. Pendekatan ini membedakan Axis dari banyak kompetitor.
Pengembangan cip mandiri memperkuat aspek keamanan perangkat. Axis dapat mengontrol teknologi dari tahap desain hingga distribusi.
Johny mengibaratkan cip tersebut sebagai “otak” perangkat kamera. Fungsinya serupa dengan prosesor pada komputer.
Berbeda dari produsen lain yang bergantung pada pihak ketiga, Axis memilih mendesain sendiri cipnya. Hal ini memungkinkan integrasi teknologi inovatif secara optimal.
Pengembangan cip mandiri juga bertujuan menjaga keamanan siber sejak awal. Lapisan perlindungan dibangun dari hulu hingga hilir.
Johny menjelaskan bahwa pendekatan ini mencakup seluruh rantai pasok. Mulai dari produksi hingga perangkat digunakan pelanggan.
“Nanti pada saat kita kasih ke supplier kita untuk memproduksi komponen kita, pada saat kita ngerakit, pada saat kita packing, kita deliver logistiknya, sampai ke kita punya distributor, partner kirim ke end customer, end customer pasang itu kita bisa menjaga hal yang berhubungan dengan security-nya,” paparnya.
Dengan cip buatan sendiri, Axis lebih mudah mendeteksi potensi gangguan. Risiko tampering dapat diminimalkan secara signifikan.
Johny menggunakan analogi membangun rumah sendiri dibanding membeli rumah jadi. Pendekatan ini memberi kontrol penuh terhadap struktur keamanan.
Langkah tersebut dinilai relevan di era serangan siber yang semakin kompleks. Infrastruktur kritis seperti transportasi dan kesehatan membutuhkan sistem yang andal.
Melalui strategi ekosistem dan inovasi teknologi, Axis menegaskan posisinya di industri keamanan. Perusahaan memilih jalan berkelanjutan dibandingkan kompetisi harga semata.