JAKARTA – Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), Erick Thohir, secara tegas menolak wacana jabatan seumur hidup bagi Ketua Umum PSSI. Menurutnya, gagasan tersebut tidak sejalan dengan prinsip dasar demokrasi dan perlu segera diluruskan.
Penolakan Erick ini merespons pernyataan Sekretaris Jenderal PSSI, Yunus Nusi, yang sebelumnya menyatakan bahwa Ketua Umum PSSI dapat menjabat hingga tiga periode, sebagaimana diatur dalam Statuta PSSI edisi 2019. Hal ini disampaikannya saat menghadiri acara di Kantor PT Liga Indonesia Baru (LIB), Senin, 28 April 2025.
Dalam statuta tersebut memang disebutkan bahwa posisi Ketua Umum dan anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI dapat dijabat oleh orang yang sama untuk maksimal tiga periode berturut-turut atau tidak berturut-turut. Namun, berkembangnya wacana publik mengenai kemungkinan jabatan seumur hidup langsung mendapat tanggapan serius dari Erick Thohir.
"Saya tegaskan, jabatan seumur hidup itu tidak sejalan dengan demokrasi," kata Erick Thohir.
Erick menekankan bahwa prinsip demokrasi dalam kepemimpinan organisasi harus dijaga agar regenerasi dan evaluasi terhadap kinerja pengurus tetap berjalan dengan sehat. Ia menyebut, pembatasan masa jabatan merupakan bagian dari sistem organisasi yang transparan dan akuntabel.
"Kepemimpinan yang sehat itu harus ada batasnya, ada mekanisme evaluasi, bukan dikunci seumur hidup. Kita ingin PSSI terus berkembang dan terbuka terhadap perubahan," tegas Erick.
Meski demikian, Erick saat ini masih menjabat sebagai Ketua Umum PSSI hingga tahun 2027, usai terpilih dalam Kongres Luar Biasa PSSI pada Februari 2023 lalu. Masa jabatannya merupakan periode pertama, dan sesuai statuta, dia memang masih memiliki peluang untuk mencalonkan diri kembali hingga dua periode mendatang.
Namun, Erick lebih memilih untuk fokus menyelesaikan program kerja yang sudah dirancang, seperti pembenahan sistem liga, pembinaan usia muda, serta peningkatan transparansi dan tata kelola keuangan PSSI.
Pernyataan tegas Erick ini mendapat dukungan dari sejumlah pengamat sepak bola nasional yang menilai bahwa sistem kepemimpinan dalam organisasi olahraga harus berorientasi pada meritokrasi dan keterbukaan. Hal ini dianggap penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap institusi sepak bola nasional.
Dengan pernyataan ini, Erick Thohir menegaskan komitmennya untuk menjaga prinsip demokrasi dalam tubuh PSSI, serta menghindari praktik kekuasaan yang terlalu sentralistik di dalam organisasi olahraga.