JAKARTA - Bursa saham Asia dibuka menguat pada Senin (14/4/2025) setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, memutuskan untuk menghentikan penerapan tarif impor pada sejumlah barang elektronik konsumen. Meskipun demikian, Trump masih memberi indikasi bahwa tarif khusus akan diumumkan pada waktu yang akan datang. Keputusan ini memberikan sedikit angin segar bagi pasar yang sebelumnya tertekan oleh ketidakpastian kebijakan perdagangan AS.
Data dari Bloomberg menunjukkan, indeks Topix Jepang mengalami kenaikan 1,95% dan berada di level 2.515,03. Indeks Kospi Korea Selatan juga menguat sebesar 1,1%, mencatatkan angka 2.459,49. Sementara itu, indeks S&P/ASX 200 di Australia naik 0,75%, berada pada kisaran 7.703,60.
Langkah penghentian tarif pada barang-barang elektronik seperti smartphone, laptop, dan chip memori memberikan penangguhan sementara bagi pasar yang terpuruk akibat dampak kebijakan perdagangan Trump yang terus berkembang. Keputusan ini memberi harapan bagi pasar yang sebelumnya terdampak oleh ketegangan perdagangan AS dengan China.
Meski demikian, volatilitas pasar masih cukup tinggi, dengan sedikit tanda-tanda meredanya ketidakpastian. Presiden AS mengisyaratkan bahwa bea masuk terpisah akan diberlakukan pada barang-barang elektronik konsumen dan microchip dalam waktu dekat.
"Banyaknya pernyataan yang saling bertentangan dan kebijakan yang masih dalam pembahasan membuat perdagangan jangka pendek menjadi sangat sulit," ujar Matthew Haupt, Manajer Portofolio di Wilson Asset Management di Sydney. Haupt menambahkan bahwa pelaku pasar kini mencoba untuk mengabaikan kebisingan dan berharap pasar akan berakhir pada hasil negosiasi yang lebih menguntungkan daripada kondisi saat ini.
Sentimen di pasar Asia sedikit membaik setelah indeks S&P 500 AS melonjak 1,8% pada hari Jumat, didorong oleh laporan yang mengungkapkan bahwa seorang pejabat Federal Reserve menyatakan kesiapan bank sentral untuk menstabilkan pasar jika diperlukan. Meskipun demikian, imbal hasil Treasury AS tercatat naik pada hari Jumat pekan lalu, dengan obligasi acuan 10 tahun mengalami kenaikan mingguan terbesar sejak 2001. Hal ini menunjukkan bahwa investor mulai menarik dana dari aset-aset AS yang biasanya dianggap sebagai tempat berlindung aman di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Saham-saham di Asia merosot untuk minggu ketiga berturut-turut setelah Trump mempercepat eskalasi perang dagangnya dengan China. Pengumuman penundaan tarif timbal balik AS berdampak buruk bagi kawasan tersebut, namun penghentian sementara tarif barang elektronik konsumen memberi tanda bahwa Trump bersedia berkompromi dalam perundingan perdagangan yang sedang berlangsung.
"Sayangnya, ketidakpastian kebijakan perdagangan terus mengganggu pasar, dan ini juga menciptakan masalah bagi mitra dagang asing yang tengah berusaha mencapai kesepakatan dalam waktu tiga bulan ke depan," ujar Sarah Bianchi, ahli strategi di Evercore ISI, dalam catatannya.
Keputusan AS untuk membebaskan barang elektronik konsumen dari tarif timbal balik juga memberi dampak positif bagi saham-saham perusahaan teknologi. Saham Sony Group Corp. dan Samsung Electronics Co. mengalami lonjakan signifikan pasca pengumuman tersebut.
Di sisi lain, pemerintah China menyambut keputusan AS ini sebagai langkah kecil untuk memperbaiki kebijakan yang salah, dan mendesak Washington untuk lebih banyak mencabut pungutan tarif yang telah diberlakukan. Saham China juga mengalami kenaikan pekan lalu, seiring ekspektasi terhadap kemungkinan stimulus ekonomi yang lebih kuat serta harapan bahwa kesepakatan perdagangan antara AS dan China akan segera tercapai.
Meskipun ketegangan perdagangan tetap menjadi tantangan besar, Jepang mengumumkan pada akhir pekan bahwa negara tersebut tidak akan menggunakan kepemilikan Treasury AS sebagai alat untuk melawan tarif AS. Sejumlah investor kini berspekulasi bahwa negara-negara yang memiliki cadangan besar, termasuk Tiongkok, akan mempertimbangkan untuk mengevaluasi kembali posisi mereka dalam utang pemerintah AS, mengingat dampak dari kebijakan perdagangan Trump.
Dengan keputusan terbaru ini, pasar saham Asia berpotensi mengalami pemulihan, meskipun ketidakpastian ekonomi dan kebijakan perdagangan global masih akan menjadi faktor utama yang mempengaruhi pergerakan pasar dalam waktu dekat.