JAKARTA – Bank Indonesia mengungkapkan proyeksi optimistis akan pertumbuhan ekonomi di Bali, yang diprediksi berada dalam rentang 5% hingga 5,8% pada 2025. Angka tersebut berada di atas perkiraan pertumbuhan ekonomi nasional yang berada di kisaran 4,7% hingga 5,5% (year on year/YoY). Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Erwin Soeriadimadja, mengungkapkan bahwa proyeksi ini didukung oleh keyakinan masyarakat yang kuat, terlihat dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Februari 2025 yang berada pada level optimistis 137,75, serta peningkatan Indeks Penjualan Riil (IPR) menjadi 117,2 pada Januari 2025.
Optimisme masyarakat dan pelaku usaha berperan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Bali. Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) menunjukkan bahwa Saldo Bersih Tertimbang (SBT) kegiatan usaha pada kuartal IV/2024 mencapai angka positif sebesar 29,56%, menandakan aktivitas usaha yang aktif dan prospektif. "Pemulihan sektor pertanian, optimisme investasi dengan adanya program-program unggulan pemerintah, dan ekspor komoditas unggulan industri pengolahan kerajinan menjadi faktor utama yang menopang pertumbuhan ini," ujar Erwin.
Lebih lanjut, Erwin menambahkan bahwa kebijakan moneter yang mendukung pertumbuhan dan strategi mendorong pariwisata berkualitas turut memperkuat daya saing ekonomi Bali. Namun, meski proyeksi menunjukkan pertumbuhan signifikan, tantangan tetap ada. Salah satu permasalahan utama yang dihadapi adalah ketimpangan ekonomi antara wilayah Sarbagita yakni Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan dengan wilayah non-Sarbagita yang tidak berbasis pariwisata.
Saat ini, 65% perekonomian Pulau Dewata terkonsentrasi di Bali Selatan, mengakibatkan perekonomian wilayah lainnya belum berkembang secara merata. Oleh karena itu, Erwin menegaskan perlunya strategi investasi yang berkelanjutan agar pertumbuhan dapat merata di seluruh Bali. Selain itu, ketergantungan terhadap sektor pariwisata, yang berkontribusi 38% terhadap ekonomi Bali, menjadikan Bali rentan terhadap guncangan eksternal. Diversifikasi ekonomi menjadi kunci untuk mengatasi tantangan ini.
Pengembangan sektor agrowisata, agroindustri, dan industri kreatif di Bali Utara serta daerah lainnya diharapkan menjadi langkah strategis. "Pengembangan sektor-sektor ini dapat menciptakan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru yang lebih tahan terhadap perubahan eksternal," jelas Erwin.
Di tengah penerimaan digital yang luas di Bali, masih ada kesenjangan antara akseptansi dan literasi digital dalam sistem pembayaran. Masih ada pelaku usaha dan masyarakat yang belum sepenuhnya menjadi konsumen yang berdaya dalam era digital serta belum memahami langkah mitigasi risiko transaksi digital. Oleh karena itu, Bank Indonesia terus melakukan edukasi tentang penguatan keamanan dan perlindungan konsumen.
"Untuk menjawab tantangan ini, Bank Indonesia telah merumuskan tiga strategi utama: mendorong sektor padat karya, memperluas akses pembiayaan, dan mempercepat digitalisasi," kata Erwin. Dengan strategi-strategi ini, diharapkan dapat memperkuat struktur ekonomi Bali dan meningkatkan daya saingnya di tengah dinamika ekonomi global.
Erwin menekankan pentingnya kolaborasi antara sektor publik dan swasta dalam mendorong transformasi ekonomi Bali. Ditambahkannya, bahwa perbaikan infrastruktur, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, serta penciptaan lingkungan investasi yang kondusif harus menjadi prioritas untuk mendukung pertumbuhan yang berkelanjutan. Dengan demikian, Bali dapat semakin mandiri dan memiliki pondasi ekonomi yang kuat di masa depan.
Dus, dengan proyeksi pertumbuhan yang sudah didukung oleh data serta strategi yang dirancang secara matang, Bali diharapkan dapat terus berkembang dan menghadapi tantangan ekonomi dengan lebih siap. Kesadaran akan pentingnya diversifikasi ekonomi dan peningkatan literasi digital di semua sektor merupakan langkah esensial guna memastikan ekonomi Bali dapat tumbuh secara inklusif dan berkelanjutan.